Danau Toba terus berbenah. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PU-PR) tak ketinggalan terlibat melakukan pembangunan infrastruktur untuk mengembangkan sektor pariwisata. Salah satunya adalah akses menuju danau terbesar kedua di dunia ini, baik jalur udara maupun darat.

“Prioritas di Sumatera Utara masih Danau Toba, untuk pengembangan pariwi­sata­nya. Kami banyak program, di sana ada Bandara Sisingamangaraja XII dan Bandara Sibisa, dan dari Bandara Kualanamu ke Danau Toba,” kata Menteri PU-PR Basuki Hadimuljono, Jumat (7/9/2018) malam.

Basuki berada di Medan untuk membuka dan menghadiri Pertemuan Ilmiah Tahunan Himpunan Ahli Teknik Hidraulik Indonesia (PIT HATHI) ke-35 di Auditorium Universitas Sumatera Utara (USU) di Medan. Pertemuan ilmiah yang berlangsung 7-9 September 2018 tersebut dilaksanakan HATHI Cabang Sumut dengan dukungan Direktorat Jendral Sumber Daya Air (Dirjen SDA) Kementerian PU-PR, Pemerintah Provinsi Sumut dan USU.

“Selain infrastruktur, Kementerian PU-PR juga sedang menata kawasan danau untuk menggali lebih banyak pontensi wisata alam, air, jembatan, air bersih dan sanitasi, dan penataan rumah untuk dijadikan tempat wisata etnis. Kita akan garap dan rehab Danau Toba, besar-besaran,” katanya lagi.

Target

Realisasi pembangunan infra­struktur, lanjutnya, sudah berjalan sejak 2018. Targetnya pada 2019 nanti selesai. Jalan Tol Medan-Siantar segera dibangun karena mempermudah akses menuju Danau Toba dari Bandara Kualanamu dan Kota Medan.

Terkait kualitas air danau yang memburuk dan debitnya yang terus menurun, menurut Basuki, kebe­radaan keramba jaring apung (KJA) di perairan danau menyebabnya. Untuk itu, Dirjen SDA Kementerian PU-PR segera melakukan penataan dan sosialisasi kepada petani dan pemilik keramba.

Sementara itu, dalam sam­butan­nya, Rektor USU Prof DR Runtung Sitepu mengatakan, laju pertambahan penduduk dan laju perubahan tata guna lahan di Sumut tertinggi di luar Pulau Jawa dan Bali, sehingga masalah pengelolaan sumber daya air untuk berbagai keperluan masyarakat meningkat cepat.

Oleh karena itu, pemilihan tema pada PIT HATHI yaitu Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu Menghadapi Tantangan Perubahan Iklim Ekstrem dan Percepatan Pembangunan Infrastruktur di Era Digital sangat relevan dengan tuntutan saat ini. Perubahan iklim dengan dampak bencana alam ekstrem dan kerusakan lingkungan yang terjadi merupakan tantangan kompleks yang harus dihadapi.

Tidak hanya ancaman kenaikan muka air laut, bencana banjir ataupun kekeringan secara tidak langsung perubahan iklim juga berdampak pada ketahanan air, pangan, dan energi nasional. Ketahanan air, pangan dan energi sangat terkait erat, dikenal dengan water-food-energy nexus, yang menjadi sasaran utama pengelolaan sumber daya air.

Dirjen SDA Kementerian PU-PR Hari Suprayogi mengatakan, Indo­nesia masih memerlukan banyak tampungan air yang bisa memenuhi kebutuhan air irigasi yang memberikan kontribusi bagi produksi pangan. Juga untuk kebutuhan air minum sampai akhir 2019, dan masih ada kebutuhan tambahan air baku hingga 128 m3/detik.

Terkait perubahan iklim yang terjadi sejak beberapa tahun terakhir dengan semakin banyaknya peristiwa alam seperti cuaca ekstrem dan bencana juga berdampak pada infra­struktur sumber daya air. Terkait hal itu, pembangunan infrastruktur SDA sangat diperlukan, misalnya dengan pembangunan 65 bendungan selama periode 2015–2019 yang akan memberikan tambahan volume air sebesar 2,3 miliar meterkubik, sehingga total kapasitas waduk men­jadi 14,4 miliar meterkubik.

“Tahun ini, Presiden Jokowi mengalokasikan anggaran lebih dari Rp 410,4 triliun untuk pembangunan infrastruktur, lebih dari Rp 37 triliun menjadi tanggungjawab Dirjen SDA. Saya mohon dukungan agar kami amanah mewujudkan pembangunan infrastruktur SDA di era digital ini dengan lebih efektif dan efisien,” pungkas Hari. [ADV]

Artikel ini terbit di Harian Kompas edisi 13 September 2018.