Menandai debutnya, Parahyangan Orchestra (Parchestra) langsung mengajak kita menjelajah bersama melalui konser perdana pada Selasa (20/6/2023). Parchestra menjadi salah satu media bagi program Integrated Arts Universitas Katolik Parahyangan (Unpar) untuk terus berkembang menjelajahi bunyi melalui karya seni.
Dunia manusia saat ini dibentuk oleh kreativitas yang semakin menggelegak di segala lini. Ketika banyak pekerjaan direbut oleh mesin cerdas, hal yang mesti terus dikembangkan adalah kreativitas.
Kreativitas yang bagai hiruk-pikuk karnaval sedunia ini menerabas segala batas untuk menangkap dan mengembangkan segala kemungkinan tersembunyi. Unpar adalah bagian dari karnaval kreativitas mondial itu, khususnya melalui bidang peminatan Integrated Arts pada Prodi Studi Humanitas.
Integrated Arts Unpar adalah ajang eksplorasi persoalan-persoalan manusia melalui karya seni (issue based arts). Seni yang bersifat interdisipliner dan intermedia, seni yang menjelajahi segala kemungkinan citra, baik citra rupa, gerak, kata, raga maupun nada. Bahkan, lebih daripada mencipta karya, Integrated Arts diarahkan untuk melahirkan kreator yang terus-menerus membuka kemungkinan baru untuk memahami persoalan manusia dan menghayati kehidupan nyata.
“Parchestra pun salah satu media bagi Integrated Arts. Orkestra berbasis komunitas yang baru terbentuk ini secara khusus berkomitmen mengangkat karya-karya komponis muda Indonesia, tetapi dengan standar dunia. Ini konser perdananya, sekaligus presentasi akhir semester bagi mahasiswa Integrated Arts,” kata Prof Bambang yang juga Ketua Prodi Studi Humanitas.
Dalam konser bertajuk “Jelajah” ini, kita akan diajak memasuki segala media bunyi. Bunyi yang melukiskan optimisme pascapandemi, perburuan menembus hutan, keindahan kota dengan taman-taman, tapi juga kegelisahan manusia urban, bunyi geometris, hingga bunyi perjalanan robotika ke luar angkasa.
Penjelajahan karya diawali dengan berjalan menuju “Cakrawala” yang lembut, tetapi bersemburat optimisme. Karya dari Filipus Wisnumurti ini menggambarkan harapan umat manusia di dunia pascapandemi.
Setelah itu, kita diajak untuk bertualang mencari harta karun dalam “Treasure Hunt Game”, sebuah karya serialis yang ditulis Geraldy Louis, seorang mahasiswa Integrated Arts Unpar, yang kemudian diorkestrasi oleh Natia Warda.
Setelah menembus hutan, melawan monster raksasa, hingga mencapai harta karun di dunia game, kita menjelajah di dunia nyata melalui “City of Million Gardens” karya Gavin Wiyanto yang mengajak kita menikmati keindahan taman-taman kota.
Setelah itu, kita melihat aspek kota lainnya dalam “The Restless City” karya Lucy Freia. Di sini, kita dapat mengamati kehidupan masyarakat perkotaan yang mulai bangun pada pagi hari, menembus kemacetan, dan berubah menjadi mesin-mesin yang bergerak bersama. Kita akan dihadapkan dengan berbagai kesemrawutan yang berpadu membentuk sebuah komposisi disonan yang harmonis.
Di karya selanjutnya, kita diajak menjelajahi musik itu sendiri. “Septagon” karya Rama Anggara merupakan sebuah komposisi yang dibuat berdasarkan struktur geometris, yang dapat diikuti berdasarkan skor grafis yang ditampilkan di layar.
Kemudian kita menjelajah ke planet lain. “Opportunity” karya Regina Sutisno merupakan karya yang terinspirasi sebuah robot yang mewakili curiosity dan spirit umat manusia dalam menjelajah. Di sini, kita akan mengikuti pendaratannya, badai di planet asing, malam yang dingin, dan semangatnya dalam menjelajah.
Sebagai penutup, Parchestra berkolaborasi dengan Paduan Suara Mahasiswa Unpar dengan membawakan karya kolaborasi antara Gavin Wiyanto dan Sundea yang berjudul “Kawan Perjalanan”, saat kita merenungkan kembali berbagai orang yang sedang dan yang pernah singgah dalam kehidupan kita.
Universitas Katolik Parahyangan adalah salah satu universitas swasta pertama di Indonesia berdiri sejak 1955 berkomitmen untuk menjadi komunitas akademik yang humanum untuk dibaktikan kepada masyarakat. Situs web www.unpar.ac.id.