Tak dapat dimungkiri, perkembangan dunia digital telah menyasar ke segala sisi kehidupan. Saat ini, rasanya hampir tidak ada sisi kehidupan manusia yang tidak terpengaruh proses digitalisasi.
Namun, masih banyak pengguna internet yang hanya mampu menerima informasi tanpa kemampuan memahami dan mengolah informasi tersebut secara baik sehingga masih banyak masyarakat terpapar oleh informasi yang tidak benar.
Menyikapi hal itu, baru-baru ini Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menggelar seri webinar literasi digital #MakinCakapDigital dengan tajuk “Menjadi Generasi Cerdas Berselancar di Internet”. Webinar yang digelar pada Selasa, 29 Juni 2021 di Kabupaten Serang itu diikuti oleh puluhan peserta secara daring.
Webinar ini mengundang narasumber dari berbagai bidang keahlian dan profesi, yakni Tauchid Komara Yuda SSos MDP (dosen Fisipol UGM dan IAPA), Abdul Gafur R Sarabiti (Founder Sekolah Gembira dan pegiat budaya), Dr Ayuning Budiati SIP MPPM (Universitas Sultan Ageng Tirtayasa), dan Aji Sahda Sutisna (Ketua RTIK Provinsi Banten).
Tema yang dibahas oleh masing-masing narasumber meliputi digital skills, digital ethics, digital culture, dan digital safety. Tauchid Komara membuka webinar dengan mengatakan, menjadi smart digital generation di antaranya perlu kecakapan dalam melawan hoaks dan cerdas dalam bertransaksi daring (online).
Menurut Tauchid, hoaks adalah ancaman baru untuk bangsa Indonesia. “Penyebabnya, hoaks mampu memengaruhi pikiran manusia (opini) secara masal, dalam waktu singkat, dengan biaya yang murah dan sulit dilacak,” katanya.
Hoaks sama dengan kabar bohong yang digunakan sebagai alat propaganda. Pertumbuhan pengguna ponsel pintar dan media sosial yang tidak diimbangi literasi digital menyebabkan berita palsu alias hoaks merajalela.
Tidak hanya melalui situs online, hoaks juga beredar di pesan chatting. Sebenarnya, terdapat perbedaan mis-informasi, dis-informasi, dan mala-informasi. Mis-informasi adalah informasi salah tetapi tidak sengaja dibuat untuk menyebabkan kekacauan.
“Di-sinformasi adalah informasi salah dan sengaja dibuat untuk menyebabkan kekacauan, sedangkan mala-informasi adalah peristiwa yang benar terjadi, tetapi digunakan untuk menimbulkan kekacauan,” jelas Tauchid.
Abdul Gafur menambahkan, internet adalah suatu jaringan komunikasi yang memiliki fungsi menghubungkan satu media elektronik dengan media elektronik yang lain dengan cepat dan tepat. “Jaringan komunikasi tersebut akan menyampaikan beberapa informasi yang dikirim melalui transmisi sinyal dengan frekuensi yang telah disesuaikan,” tuturnya.
Sementara itu, media sosial adalah media daring yang digunakan untuk kebutuhan komunikasi jarak jauh, proses interaksi antara user satu dan user lain, serta mendapatkan sebuah informasi melalui perangkat aplikasi khusus menggunakan jaringan internet.
Media sosial dan fungsinya adalah memperluas interaksi sosial manusia dengan menggunakan teknologi internet serta situs web, menghasilkan komunikasi dialogis antara banyak audiens.
“Lalu melaksanakan transformasi manusia yang tadinya pemakai isi pesan berganti jadi pesan itu sendiri, membangun personal branding untuk para pengusaha maupun tokoh masyarakat, dan sebagai media komunikasi antara pengusaha media sosial,” papar Abdul.
Dr Ayuning Budiati sebagai salah satu pembicara mengatakan, dalam bermedia sosial, diperlukan kecakapan digital (digital skills). “Yang diperlukan adalah berkomunikasi online, menangani informasi dan konten, transaksi online, menyelesaikan masalah, online dengan aman dan legal,” katanya.
Adapun cara membudayakan literasi digital dengan cerdas adalah mulai dari diri sendiri, dari sekarang, dan dari yang kecil. “Seperti membuat pernyataan target cerdas digital, membuat strategi untuk mencapai target tersebut, evaluasi secara teratur, jadilah role model,” tuturnya.
Aji Sahda Sutisna sebagai pembicara terakhir memaparkan, teknologi dapat membantu manusia sekaligus mengubah perilaku manusia. Untuk itu, ia berpesan bahwa masyarakat bisa menjadi generasi yang cerdas.
“Cara menjadi smart generation adalah menciptakan konten lokal yang positif, bermanfaat dan menarik bagi anak, remaja, dan masyarakat sekitar. Menjadi agen/pelopor insan yang cakap literasi digital dimulai dari diri sendiri, keluarga dan lingkungan,” paparnya.
Dalam webinar ini, para partisipan yang hadir juga dipersilakan untuk mengutarakan pertanyaan dan tanggapan. Salah satu peserta bernama Dharma Satria mengatakan bahwa saat ini masyarakat menggunakan teknologi digital untuk menunjang kehidupan sehari-hari.
Dalam kehidupan nyata, kurangnya kecakapan teknologi menjadikan masyarakat tersebut mudah menerima informasi secara mentah-mentah tanpa menyaring dan mudah untuk menyebarkan informasi tersebut.
Lalu, bagaimana strategi yang bisa dilakukan oleh anak muda sebagai generasi yang cerdas untuk ikut serta mengedukasi masyarakat terkait dengan digital ethics untuk menghindarkan masyarakat dari berita atau informasi yang negatif dan provokatif?
“Kalau soal bagaimana cara kita tentu kita memberikan contoh ya untuk role model, hal-hal yang kita posting, yah hal-hal yang informatif, inspiratif, positif, juga kreatif supaya orang yang melihat postingan kita ikut dengan irama yang kita bagikan,” kata Abdul Gafur.
Ia menambahkan, “Kalau informasi palsu yang sudah terlanjur tersebar justru tinggal mengomentari postingan tersebut untuk memberikan penjelasan bagaimana menilai berita betul atau hoaks dengan melampirkan link berita biar ada semacam info lain yang bisa di-crosscheck.”
Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Tangerang Selatan. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui Instagram @siberkreasi.dkibanten.
Kegiatan webinar ini juga mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak sehingga dapat berjalan dengan baik, terutama kepada Kominfo. Mengingat program literasi digital ini hanya akan berjalan dengan baik dan mencapai target 12,5 juta partisipan jika turut didukung oleh semua pihak.