Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menekankan pentingnya berbagai terobosan untuk memastikan lebih banyak pemerintah daerah (pemda) mampu mengembangkan transportasi massal perkotaan.
Pesan tersebut disampaikan Budi Karya saat menjadi pembicara utama seminar nasional bertajuk “Tinjauan Aspek Kebijakan Publik dalam Penyelenggaraan Sistem Transportasi Perkotaan Berbasis Angkutan Umum Massal” di Universitas Diponegoro, Semarang, Kamis (10/10/2024).
Budi Karya mengungkapkan, belum semua pemda mampu menjalankan kewenangan dalam mengelola transportasi perkotaan dengan optimal. Ia menekankan pentingnya langkah-langkah strategis untuk memperbaiki kondisi tersebut.
“Diperlukan berbagai langkah terobosan agar semakin banyak pemerintah daerah yang memiliki keberpihakan dan kemampuan menyelenggarakan angkutan umum massal perkotaan secara mandiri,” katanya.
Ia juga menyoroti semakin mendesaknya peningkatan pemanfaatan transportasi umum massal sebagai solusi terhadap tantangan urbanisasi di Indonesia. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), sekitar 57 persen dari total populasi Indonesia yang mencapai 277 juta jiwa tinggal di wilayah perkotaan. Angka ini diperkirakan akan terus meningkat hingga mencapai 66,6 persen pada 2035. Dengan peningkatan yang signifikan ini, kebutuhan akan transportasi publik yang efisien, terjangkau, dan nyaman menjadi semakin mendesak.
“Transportasi perkotaan kini menjadi isu strategis yang tidak hanya relevan untuk masa kini, tetapi juga untuk masa depan. Jika tidak dikelola dengan baik, dampaknya bisa mempengaruhi kualitas hidup masyarakat perkotaan secara keseluruhan,” jelas Budi Karya.
Pengembangan infrastruktur transportasi massal, lanjutnya, telah menjadi salah satu prioritas utama pemerintah dalam upaya meningkatkan konektivitas antardaerah dan mengurangi tingkat kemacetan di berbagai kota besar. Sejumlah kota seperti Jakarta, Solo, Semarang, dan Bogor telah menunjukkan kemajuan yang cukup signifikan dalam penyediaan sistem transportasi massal.
Namun, Budi Karya mengakui masih banyak daerah lain yang menghadapi berbagai tantangan. Termasuk keterbatasan infrastruktur, kurangnya integrasi sistem transportasi, dan tingkat pelayanan yang belum memadai.
Skema Buy The Service
Meskipun secara hukum penyelenggaraan angkutan umum massal perkotaan merupakan wewenang pemda, belum semua daerah mampu menjalankan tanggung jawab tersebut dengan optimal. “Untuk mengatasi hal ini, pemerintah pusat telah melakukan berbagai upaya untuk mendukung pemerintah daerah, salah satunya melalui pemberian subsidi dengan skema Buy The Service (BTS),” tambah Menhub.
Skema subsidi BTS telah diimplementasikan di 14 kota besar di Indonesia, yakni Palembang, Medan, Bali, Surakarta, Yogyakarta, Makassar, Banyumas, Banjarmasin, Bandung, Surabaya, Balikpapan, Bogor, Bekasi, dan Depok. Dengan skema ini, pemerintah mampu melayani kebutuhan transportasi massal bagi sekitar 75 juta penduduk. Meski begitu, hanya sekitar 20 pemda yang berkomitmen menyelenggarakan transportasi umum massal dengan dukungan APBD.
Sejalan dengan pandangan Menhub, Rektor Universitas Diponegoro Suharnomo menyampaikan, salah satu masalah utama di wilayah perkotaan adalah mobilitas penduduk. Menurutnya, sistem transportasi yang baik merupakan salah satu solusi utama dalam mengatasi tantangan ini.
“Seminar nasional ini diadakan dengan tujuan memberikan insight dan rekomendasi bagi pemerintah, khususnya terkait penyediaan transportasi publik yang lebih baik di masa depan,” ujar Suharnomo.
Ia menambahkan, mobilitas penduduk tanpa sistem transportasi yang matang dapat menjadi masalah serius. Berbagai indikator ekonomi, seperti Purchasing Managers Index (PMI), juga dipengaruhi oleh efisiensi transportasi. Menurutnya, penyelenggaraan seminar ini bertujuan untuk mencari solusi atas tantangan tersebut.
Acara ini turut dihadiri Penjabat Sekretaris Daerah Semarang Mukhammad Khadik, Kepala Bappeda Semarang Budi Prakoso, Sekretaris Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Tatan Rustandi, Dekan Fisip Undip Teguh Yuwono, serta pengamat transportasi Djoko Setijowarno. [*]