Tak dapat dimungkiri, perkembangan dunia digital telah menyasar ke segala sisi kehidupan. Saat ini, rasanya hampir tidak ada sisi kehidupan manusia yang tidak terpengaruh proses digitalisasi.

Namun, masih banyak pengguna internet yang hanya mampu menerima informasi tanpa kemampuan memahami dan mengolah informasi tersebut secara baik, sehingga masih banyak masyarakat terpapar oleh informasi yang tidak benar.

Menyikapi hal itu, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menggelar seri webinar literasi digital #MakinCakapDigital dengan tajuk “Trend Self-Love di Era Digital, Pahami Dampaknya?” Webinar yang digelar pada Rabu (21/7/2021) di Kota Serang, diikuti oleh puluhan peserta secara daring.

Webinar ini mengundang narasumber dari berbagai bidang keahlian dan profesi, yakni Puji F Susanti (Kaizen Room), Luqman Hakim (Content Writer), Yusuf Mars (Pemred PadasukaTV, Direktur Eksekutif ITF), dan Erfan Ariyaputra, S.Psi. (Training & Development Expert). Tema yang dibahas oleh masing-masing narasumber meliputi digital skills, digital ethics, digital culture, dan digital safety.

“Self-love”

Puji F Susanti membuka webinar dengan mengatakan, self-love adalah mencintai diri sendiri.

“Tetapi, bukan berarti memenuhi diri dengan segala keinginan. Self-love mengharuskan Anda untuk memperlakukan dan menerima diri sendiri dengan baik dan apa adanya,” jelas Puji.

Adapun empat langkah awal menuju self-love yakni kesadaran diri (self-awareness), harga diri (self-worth), kepercayaan diri (self-esteem) dan perawatan diri (self-care).

Puji mengungkapkan, pentingnya self-love bagi kesehatan fisik dan mental yakni mendapatkan kepuasan hidup, membiasakan diri untuk hidup sehat, hingga mengurangi risiko terkena gangguan mental.

Namun, self-love bisa jadi negatif jika muncul obsesi kepada diri sendiri (self-obsessed) dan mengabaikan kekurangan dalam diri (self-denial).

Self-love juga bisa jadi fake love kalau membatasi masukan orang lain, memprioritaskan diri ketimbang kewajiban, dan menganggap diri sebagai yang paling benar,” tutur Puji.

Yusuf Mars menambahkan, dalam melakukan aktivitas digital juga sangat diperlukan etika atau yang dikenal dengan netiket. “Netiket adalah tata krama dalam menggunakan internet,” jelasnya.

Ia menambahkan, hal paling dasar dari internet adalah kita harus menyadari, bahwa kita berinteraksi dengan manusia nyata di jaringan yang lain. Untuk itu diperlukan juga sikap toleran.

“Dengan menerima kekurangan dan kelebihan diri, maka kita akan mencintai orang lain dan menerima kelebihan serta kekurangan orang lain. Sehingga, tidak akan memberikan tanggapan negatif terhadap orang lain,” katanya.

Menurutnya, mencintai diri sendiri sangatlah penting dalam memengaruhi diri untuk menentukan siapa teman sesungguhnya. Langkah yang harus dilakukan adalah dekatkan diri dengan Tuhan, bersyukur, lakukan aktivitas yang produktif, lindungi diri dari lingkungan yang tidak kondusif, maafkan diri sendiri dan hiduplah dengan tujuan.

Berpikir positif

Luqman Hakim memaparkan, self-love adalah kondisi ketika seseorang menghargai diri sendiri dalam pengambilan keputusan yang mendukung perkembangan fisik, psikologi maupun spiritual.

“Kenapa self-love menjadi tren saat ini? Awalnya tren self-love muncul ketika manusia mengalami krisis psikologi karena banyaknya stigma, tekanan psikis, pem-bully-an, siber dan kelemahan psikologis,” ungkapnya.

Sayangnya, self-love juga kerap dipakai sebagai pembenaran atas tindakan negatif seperti sifat boros, lebay, narsis, tidak mau dikritik, dan individualistis. Di sinilah perlunya memahami karakter diri kita berikut kelebihan dan kekurangannya.

Luqman menambahkan, pada konteks pergaulan digital yang terbuka, kita jadi paham di bidang mana kita harus merasa mampu dan bidang mana kita harus sadar diri dan menjadi awam.

“Jangan sampai kita merasa serba tahu segala bidang atau selalu merasa awam dan rendah diri. Bersikap terbuka dan menjaga keselarasan diri. Dunia digital yang memungkinkan kita berinteraksi dengan orang dari beragam latar belakang mensyaratkan kita untuk berpikiran positif dan terbuka,” jelasnya.

Sebagai pembicara terakhir, Erfan Ariyaputra memaparkan, era digital yaitu era di mana informasi semakin mudah dan cepat diperoleh, dan selanjutnya disebarluaskan menggunakan teknologi digital.

Era digital menyumbangkan gaya hidup dan tekanan hidup baru. “Self-Love yaitu mencintai dan menghargai diri sendiri, sedangkan narsistik yaitu ingin terlihat baik, mendambakan pujian, dan mencintai diri sendiri secara berlebihan,” tuturnya.

Ia menyarankan agar masyarakat selalu mengkontrol penggunaan media sosial, jangan lagi ikuti akun toxic, click or close dengan bijak. “Berhenti bandingkan diri dengan orang lain, sering-seringlah kita memiliki pola pikir yang positif, dan perbanyak kegiatan positif,” pungkasnya.

Dalam webinar ini, para partisipan yang hadir juga dipersilahkan untuk mengutarakan pertanyaan dan tanggapan. Salah satu peserta bernama Riska mengatakan, seringkali orang-orang terdekat kita selalu melakukan body shaming atau membicarakan kekurangan.

Padahal kita sedang berusaha untuk memperbaiki diri, hal ini menyebabkan kita yang tadinya berusaha untuk self-love menjadi insecure dan bahkan membenci diri sendiri, bagaimana solusi untuk menghadapi hal ini?

Menjawab hal tersebut, Puji mengatakan, “Ada beberapa hal yang bisa kita treatment dan tidak bisa kita treatment. Kalau tidak bisa kita harus menerima itu dan berikan jawaban yang baik, berikan umpan balik ketika kita mendapatkan body shaming, kita bisa mengatur batasan komentar kita jika komentar itu ada di media sosial.”

Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kota Serang. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui Instagram @siberkreasi.dkibanten dan @siberkreasi.

Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, terutama kepada Kominfo. Mengingat program literasi digital ini hanya akan berjalan dengan baik dan mencapai target 12,5 juta partisipan, jika turut didukung oleh semua pihak.