Beberapa waktu terakhir, media sosial dipenuhi cuitan tentang betapa panasnya udara di sekitar kita saat ini. Ada yang menganggapnya sebagai dampak gelombang panas, ada juga yang mewacanakan tentang perubahan iklim ekstrem yang sedang menghampiri.
Berada di kawasan dataran tinggi Kota Semarang, Jawa Tengah, SCU merupakan salah satu kampus yang tetap dapat mempertahankan hawa segar di tengah panasnya Kota Semarang. Bagaimana tidak, SCU adalah kampus yang menerapkan green architecture pada setiap bangunannya.
Struktur gedung dan lorong bangunan yang semi-outdor menjadi salah satu andalan bangunan kampus-1 SCU. Tidak hanya itu, penggunaan AC yang minim dan hanya dalam ruangan tidak menambah hawa panas yang menerpa.
Green architectur adalah istilah untuk menunjukkan penerapan arsitektur berkelanjutan. Konsep ini sendiri sudah banyak diperbincangkan sejak awal tahun 1970 di negara maju. Hal ini untuk menanggapi isu peningkatan kerusakan fisik lingkungan sebagai konsekuensi peningkatan jumlah populasi manusia.
Semakin banyak jumlah manusia maka semakin banyak kebutuhan untuk meningkatkan fasilitas publik dan sarana prasarana fisik. Tentunya peningkatan ini memicu penggerusan sumber daya alam, termasuk drastisnya pengurangan lahan terbuka hijau untuk mendukung tata kota. Seperti pembangunan gedung perkantoran, sekolah, perguruan tinggi, restoran, dan bangunan lainnya.
Pelonjakan pembangunan membawa dampak lain berupa penurunan kualitas lingkungan, perubahan pada panas bumi, dan iklim.
Fenomena kerusakan lingkungan semakin menguat dengan paham manusia modern yang mengembangkan antroposentris, menempatkan manusia sebagai pusat kehidupan atau dunia. Sederhananya, paham ini mengarah pada konsep “semua urusan dapat dibereskan dan diselesaikan oleh pikiran manusia tanpa melihat dampak dari perbuatannya”. Tentu menjadi paradoks, ketika hidup menjadi lebih mudah, di sisi lain solusi pikiran manusia turut andil dalam kerusakan lingkungan.
Menanggapi persoalan kerusakan lingkungan yang dihadapi dunia, konsep green architecture menjadi nafas bagi Fakultas Arsitektur dan Desain (FAD) SCU. Ingatan akan pentingnya peran ilmu arsitektur dalam mengurangi kerusakan lingkungan telah ditanamkan sejak menempuh pendidikan di Program Studi Arsitektur SCU yang telah berdiri sejak tahun 1967.
Ekologi integral
Nilai tanggung jawab kepada alam serta pembaharuan hubungan dengan alam dan lingkungan kemudian direpresentasikan dengan “Ekologi Integral”, yang dirayakan setiap tahun oleh FAD.
Ingatan akan nilai tanggung jawab arsitektur terhadap alam diperbaharui secara terus-menerus setiap tahun oleh Program Studi Arsitektur SCU. Salah satunya diwujudkan dengan kegiatan Best of Studio (BOS).
Pada kegiatan ini mahasiswa diajak untuk membuat karya terbaik desain bangunan dan infrastruktur yang mengangkat nilai ekologis dan konsep green architecture. Dengan ditanamkannya konsep tentang green architecture akan membuat lulusan program studi yang sudah memiliki 2.000 alumni yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia dapat menunjukkan kualitasnya yang unggul dan mampu berkompetisi.
Melalui berbagai kesempatan, mahasiswa serta seluruh dosen diajak untuk melihat secara terus-menerus implementasi ekosistem manusia, lingkungan, dan teknologi pada arsitektur ekologis. Arsitektur ekologis yang integral adalah bagaimana kepentingan kebutuhan manusia lewat desain bangunan dan infrastruktur tidak mengurangi keanekaragaman hayati di sekitranya.
Jadi, katakan selamat tinggal pada panas.
Ingin juga belajar dan menjadi bagian dari manusia pembangunan bangsa? Jangan lewatkan kesempatan ini.
Info kuliah dapat diakses di www.unika.ac.id (Marketing Coomunication of Soegijapranata Catholic University)
Baca juga: Ingin Mudah Cari Kerja? Pilih Jurusan Kuliah di SCU