Cyberbullying dengan menggunakan teknologi digital dapat terjadi di media sosial, platform chatting, dan game. Cyberbullying merupakan perilaku berulang yang ditujukan untuk menakuti, membuat marah, atau mempermalukan mereka yang menjadi sasaran.

Contoh cyberbullying antara lain menyebarkan kebohongan tentang seseorang atau mem-posting foto memalukan tentang seseorang di media sosial, mengirimkan pesan atau ancaman yang menyakitkan melalui platform chatting, menuliskan kata-kata menyakitkan pada kolom komentar media sosial, serta meniru atau menggatasnamakan seseorang dan mengirim pesan jahat kepada orang lain atas nama mereka. Dampaknya cukup serius terhadap korban, dan bahkan bisa menyebabkan depresi.

Menyikapi hal itu, Kominfo bekerja sama dengan Jaringan Pegiat Literasi Digital (Japelidi) dan Siberkreasi Gerakan Nasional Literasi Digital menggelar webinar dengan tajuk “Saatnya Bersuara Melawan Cyberbullying di Indonesia”. Webinar yang digelar pada Rabu, 7 Juli 2021, ini diikuti oleh sejumlah peserta secara daring.

Dalam forum tersebut hadir Dr Bevaola Kusumasari MSi (Dosen Pengajar Fisipol Universitas Gadjah Mada dan IAPA), Dr Lintang Ratri Rahmiaji SSos MSi (Dosen Fisip Universitas Diponegoro dan Japelidi), Adetya Ilham (Kaizen Room), Prisayani Kandora (Kaizen Room), dan Rinni Wulandari (Indonesian Idol 2007, penyanyi, dan arranger) selaku narasumber.

Dalam pemaparannya, Prisayani Kandora mengatakan, cyberbullying merupakan perilaku agresif dan bertujuan tertentu yang dilakukan suatu kelompok atau individu, menggunakan media elektronik, secara berulang-ulang dari waktu ke waktu, terhadap seseorang yang dianggap tidak mudah melakukan perlawanan atas tindakan tersebut. Jadi, terdapat perbedaan kekuatan antara pelaku dan korban.

Perbedaan kekuatan dalam hal ini, lanjut Bevaola, merujuk pada sebuah persepsi kapasitas fisik dan mental. Anak-anak yang mengalami cyberbullying umumnya menunjukkan ciri-ciri depresi, memiliki masalah kepercayaan dengan orang lain, tidak diterima oleh rekan-rekan mereka, selalu waspada dan curiga terhadap orang lain, dan kurang motivasi sehingga sulit dalam mengikuti pembelajaran.

“Untuk mengurangi terjadinya tindakan cyberbullying, perlu menerapkan keamanan digital. Secara umum, keamanan digital dapat memaknai sebagai sebuah proses untuk memastikan penggunaan layanan digital, baik secara daring maupun luring dapat dilakukan secara aman dan nyaman. Tidak hanya untuk mengamankan data yang kita miliki melainkan juga melindungi data pribadi yang bersifat rahasia,” katanya.

Salah satu peserta bernama Udin Alaydroes menyampaikan bahwa di sosial media tidak ada peraturan tertulis bahwa kita tidak boleh berkomentar negatif dan provokatif, bahkan sampai sekarang masih banyak public figure berkomentar buruk yang tidak beretika. “Apa yang menjadikan seseorang berani untuk berkomentar buruk bahkan melakukan cyberbullying? Lalu bagaimana jika anak-anak atau adik-adik kita melihat budaya seperti itu lalu mengikuti, karena bisa saja tanpa sadar mereka melakukan cyberbullying tanpa sepengetahuan saya?”

Adetya Ilham menjawab bahwa ada beberapa hal yang mendorong orang untuk melakukan cyberbullying. Alasan utama biasanya karena mereka punya masalah dan tidak tahu menggunakan  media sosial secara baik. Ada juga yang gampang terpancing emosinya sehingga meluapkannya di dalam sosial media secara spontan, tanpa memikirkan dampaknnya terhadap diri sendiri ataupun orang lain.

“Kita sebagai orang dewasa harus mengedukasi kepada anak-anak untuk bisa bersosial dengan media yang baik agar tidak melakukan cyberbullying, baik disengaja ataupun tidak,” katanya.

Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kabupaten Pandeglang. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui akun Instagram @siberkreasi.dkibanten.

Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, mengingat program literasi digital ini hanya akan sukses mencapai target 12,5 juta partisipan jika turut didukung oleh semua pihak yang terlibat. [*]