Secara umum, literasi digital sering kita anggap sebagai kecakapan menggunakan internet dan media digital. Namun begitu, acap kali ada pandangan bahwa kecakapan penguasaan teknologi adalah kecakapan yang paling utama.

Padahal, literasi digital adalah sebuah konsep dan praktik yang bukan sekadar menitikberatkan pada kecakapan untuk menguasai teknologi. Seorang pengguna yang memiliki kecakapan literasi digital yang bagus tidak hanya mampu mengoperasikan alat, melainkan juga mampu bermedia digital dengan penuh tanggung jawab.

Dengan diluncurkannya Program Literasi Digital Nasional, Presiden Joko Widodo menyatakan, “Infrastruktur digital tidak berdiri sendiri; saat jaringan internet sudah tersedia, harus diikuti kesiapan-kesiapan penggunanya agar manfaat positif internet dapat dioptimalkan untuk membuat masyarakat semakin cerdas dan produktif.”

Dalam rangka mendukung Program Literasi Digital Nasional, Kominfo bekerja sama dengan Jaringan Pegiat Literasi Digital (Japelidi) dan Siberkreasi Gerakan Nasional Literasi Digital untuk meluncurkan Seri Modul Literasi Digital yang memfokuskan pada empat tema besar; Cakap Bermedia Digital, Budaya Bermedia Digital, Etis Bermedia Digital, dan Aman Bermedia Digital. Diharapkan dengan adanya seri modul ini, masyarakat Indonesia dapat mengikuti perkembangan dunia digital secara baik, produktif, dan sesuai nilai-nilai yang dijunjung tinggi dalam kehidupan berbudaya, berbangsa, dan bernegara.

Proses sosialisasi dan pendalaman Seri Modul Literasi Digital dilakukan dalam ranah media digital pun, dalam bentuk seri webinar Indonesia #MakinCakapDigital yang menjangkau sebanyak 514 Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia. Pada Kamis (24/6/2021), webinar dengan tema “Cari Tahu Dulu, Jangan Asal Komentar” diselenggarakan khusus bagi 14 Kabupaten/Kota di wilayah DKI Jakarta dan Banten.

Webinar ini mengundang narasumber dari berbagai bidang keahlian dan profesi, yaitu Zahid Asmara – filmmaker dan art enthusiast (Digital Skills), Athif Thitah Amithuhu – Media Sastra Online CeritaSantri.id (Digital Ethics), Dr Nyoman Diah Utari Dewi APar MAP – dosen MAP Universitas Ngurah Rai, IAPA (Digital Culture), dan Amalia Firdriani Shaliha – Kaizen Room (Digital Safety).

“Fomo” dan “fobo”

Tema yang dibahas oleh masing-masing narasumber meliputi digital skills, digital ethics, digital culture, dan digital safety. Zahid Asmara membuka webinar dengan memaparkan bahwa melihat kecenderungan interaksi sosial di dunia digital, terdapat dua istilah yang muncul, yakni fomo dan fobo.

“Kedua istilah dalam ilmu psikolog karena termasuk penyakit psikis,” tutur Zahid. Ia melanjutkan, Fomo sebagai penyakit psikis, merupakan ketakutan ketinggalan sesuatu yang hits. Hal ini dilihat sebagai tantangan dan peluang, yang sering digunakan untuk strategi pemasaran ataupun desain untuk menjadi sebuah tren.

Sementara fobo, didasari sebuah keraguan memilih sesuatu yang sebenarnya simple atau yang disebut overthinking, sehingga membuat keraguan untuk membuat keputusan. Selain itu, dikenal juga istilah foda.

“Ini (foda) bukan sebuah penyakit atau keraguan, namun ia menjadi sebuah analisis. Foda seringkali ditemui model-model interaksi di dunia digital yang kemudian memicu sesuatu mengacu pada beberapa hal, yaitu fad yang merupakan sebuah momen yang tidak dapat diperkirakan, dan trend yang merupakan urutan kejadian atau momentum yang berulang pada waktu yang ditetapkan dan jangka waktunya lebih lama menjadi sesuatu yang signifikan,” paparnya.

Netiket

Sementara itu, Athif Thitah menjelaskan dalam menggunakan internet, diperlukan etika (netiket). Setidaknya ada empat prinsip beretika digital. Pertama yaitu kesadaran. “Maksudnya adalah menyadari dan memiliki tujuan apa yangg kita kita cari di dunia maya,” kata Athif.

Lalu prinsip berikutnya ialah integritas, dengan maksud sebagai kejujuran dalam menggunakan media sosial berkaitan dengan waspada pelanggaran hak cipta, plagiasi dan berita bohong. Selanjutnya ialah kebajikan, yang berkaitan dengan manfaat. “Terakhir ialah tanggung jawab, bagaimana pertanggungjawaban kita atas informasi yang kita share,” ujarnya.

Selanjutnya, Dr Nyoman Diah memaparkan, ada tantangan utama masyarakat modern dewasa ini, yakni penggunaan internet dan media digital, yang tak hanya memberikan manfaat bagi penggunanya, namun juga membuka peluang terhadap berbagai persoalan.

“Persoalan itu bisa muncul karena rendahnya etika digital, sehingga berpeluang menciptakan ruang digital yang tidak menyenangkan karena terdapat banyak konten negatif,” jelas Nyoman.

Ia menyebut, untuk mengatasi hal tersebut, maka dalam bermedia sosial baiknya diperlukan etika kesantunan, pakailah bahasa yang tepat dan sopan serta santun dalam berkomunikasi, kemudian menghargai privasi orang lain dengan tidak mengumbarnya di media sosial sekalipun hanya untuk bercanda yang dapat menyebabkan orang lain merasa tersinggung.

“Dan tidak membagikan konten, berita, gambar yang mengandung pornografi yang dapat membuat seseorang merasa terhina atau dilecehkan,” ucap Nyoman.

Selain itu, bijak di dalam media sosial dengan menghindari penggunan kata atau frasa multitafsir, menghargai orang lain dengan membaca sebelum berkomentar, melakukan kontrol pada konten dengan memfilter, dan jangan overposting.

“Setiap pemilik akun memiliki “pasarnya” masing-masing, sehingga akan sangat tidak etis jika melakukan plagiasi,” tambahnya.

Kebutuhan

Sebagai pembicara terakhir, Amalia Firdriani mengatakan, di dalam dunia digital dan modern seperti sekarang ini, internet sudah menjadi hal yang sangat wajar. Internet juga menjadi salah satu kebutuhan pokok yang tidak terlepaskan dari kehidupan kita sehari-hari.

“Tantangan terbesar dalam menghadapi perkembangan zaman ini adalah keamanan dalam mengakses informasi yang ada di internet,” kata Amalia. Ia menambahkan, lantas muncul lah gerakan internet sehat, karena aktifitas internet di dunia maya saat ini masih terbilang bebas tanpa ada aturan hukum yang ketat, sehingga menjadikan teknologi sebagai sesuatu yang cukup berbahaya.

Ada beberapa aktivitas illegal yang paling umum dilakukan, yakni warez (pelanggaran hak cipta suatu karya), cyberbullying (penghinaan dan komentar kata-kata kasar di internet), penghinaan dan pelecehan SARA, konten dewasa dan aktivitas kejahatan lainnya.

“Mari pahami bahaya tersembunyi dalam memanfaatkan internet. Seperti cyberbullying akan menyebabkan kekerasan dan pelecehan, cyberfraud bisa menyebabkan penipuan transaksi online, pornografi, cybergambling permainan jadi berkedok gim social media, dan cyberstalking dapat menimbulkan penculikan dengan kenalan di social media,” paparnya.

Saat sesi tanya jawab, seorang ibu rumah tangga mengatakan, saat ini anaknya menjadi lebih sering memegang ponsel. Ia mengaku terkejut dengan istilah fomo dan fobo. Lantas apa ciri-ciri jika seseorang terdampak fenomena tersebut dan seperti apa penanganannya?

“Kita bisa melakukan 3 cara untuk kemudian mencegah anak tercegah dari fomo dan fobo. Cirinya adalah sering kita lihat dari umpatan atau bahasa yang digunakan di kehidupan sehari-hari kemudian keluar kata-kata negatif, cara untuk mengatasinya motivasi, batasi, dan sadari. Bisa mungkin kita ajak anak-anak kita dengan interaksi yang homie dan friendly. Berikan wahana untuk pembelajaran mereka,” jelas Zahid.

Seperti yang dikatakan oleh Presiden Joko Widodo, literasi digital adalah kerja besar. Pemerintah tidak bisa bekerja sendirian. Perlu mendapatkan dukungan seluruh komponen bangsa agar semakin banyak masyarakat yang melek digital. Ia juga memberikan apresiasi pada seluruh pihak yang terlibat dalam Program Literasi Digital Nasional.

“Saya harap gerakan ini menggelinding dan terus membesar, bisa mendorong berbagai inisiatif di tempat lain, melakukan kerja-kerja konkret di tengah masyarakat agar makin cakap memanfaatkan internet untuk kegiatan edukatif dan produktif,” ujar Presiden Joko Widodo.

Seri webinar Indonesia #MakinCakapDigital terbuka bagi siapa saja yang ingin menambah wawasan dan pengetahuan mengenai literasi digital, sehingga sangat diharapkan partisipasi aktif dari seluruh lapisan masyarakat. Rangkaian webinar ini akan terus diselenggarakan hingga akhir 2021, dengan berbagai macam tema yang pastinya mendukung kesiapan masyarakat Indonesia dalam bermedia digital secara baik dan etis. Para peserta juga akan mendapatkan e-certificate atas keikutsertaan webinar. Untuk info lebih lanjut, silakan pantau akun Instagram @siberkreasi.dkibanten.