Tak dapat dimungkiri, perkembangan dunia digital telah menyasar ke segala sisi kehidupan. Saat ini, rasanya hampir tidak ada sisi kehidupan manusia yang tidak terpengaruh proses digitalisasi.
Namun, masih banyak pengguna internet yang hanya mampu menerima informasi tanpa kemampuan memahami dan mengolah informasi tersebut secara baik, sehingga masih banyak masyarakat terpapar oleh informasi yang tidak benar.
Menyikapi hal itu, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menggelar seri webinar literasi digital #MakinCakapDigital dengan tema “Memahami Multikulturalisme Dalam Ruang Digital”. Webinar yang digelar pada Kamis, 14 Oktober 2021 di Kota Tangerang, diikuti oleh puluhan peserta secara daring.
Webinar ini mengundang narasumber dari berbagai bidang keahlian dan profesi, yakni Bevaola Kusumasari (Dosen/Pengajar Fisipol UGM), Wulan Tri Astuti (Dosen Ilmu Budaya UGM), Rusdiyanta (Dekan FISIP Universitas Budi Luhur), dan Aidil Wicaksono (Founder Kaizen Room).
Bevaola Kusumasari membuka webinar dengan mengatakan, demokrasi merupakan sistem pemerintahan yang mengizinkan dan memberikan hak, kebebasan kepada warga negaranya untuk berpendapat dan turut serta dalam pengambilan keputusan di pemerintahan.
“Sementara toleransi berasal dari bahasa Latin, tolerare, yang berarti sabar yakni suatu keadaan yang harus ada dalam diri perorangan atau masyarakat untuk hidup damai di tengah perbedaan yang ada, baik perbedaan sejarah, identitas, maupun budaya,” ujarnya.
Menurutnya, era ini ditandai oleh dominasi media baru (new media) yang menggusur kebiasaan lama. Tanpa kendala jarak dan waktu, masyarakat memanfaatkan komunikasi digital yang tersebar secara radikal. Akibatnya pertarungan opini di media digital menjadi umum.
Sayangnya, masyarakat masih belum seluruhnya dewasa dalam memanfaatkan internet. Konten negatif berseliweran dalam beragam bentuk, hoaks menjadi yang paling sering ditemui dan berdaya rusak tinggi.
Adapun kebebasan berekspresi di dunia digital yakni penguasaan kompetensi dasar seperti mengakses, menyeleksi, memahami, menganalisis, memverifikasi, mengevaluasi, dan mendistribusikan. Kebebasan berekspresi sebagai kompetensi memproduksi konten, kebebasan berekspresi.
Ciri-ciri sikap toleransi yakni menghormati orang lain, memberi kebebasan bagi orang lain, menghargai pendapat orang lain, tidak memandang perbedaan fisik dan psikis dalam bersosialisasi.
Wulan Tri Astuti mengatakan, dunia digital yang nyaman dan damai bisa terwujud apabila pengguna internet saling berinteraksi dengan positif. Etiket adalah tata cara individu berinteraksi dengan individu lain atau dalam masyarakat.
Empati adalah kemampuan seseorang untuk mengenali, memahami, dan berbagi rasa dengan makhluk lain. Contoh sikap empati ketika seseorang mampu bersikap seakan berada di posisi orang lain sehingga terasa ketulusannya.
“Meskipun kita tidak bisa melihat, mendengar, atau merasakan langsung ketika berinteraksi di media sosial, kita tetap harus berhati- hati dalam berkomunikasi secara online. Hindari melukai perasaan orang lain dengan berkomentar yang kurang bijak, bersikap saling membangun jauh lebih baik dibandingkan mengirim komentar yang bernada menyerang,” ujarnya.
Rusdiyanta turut menjelaskan, multikulturalisme mengacu pada klasifikasi sekelompok orang yang heterogen berdasarkan garis etnis, ras, budaya, bahasa, agama, nasionalitas, dan upaya oleh organisasi, negara, dan komunitas untuk menggabungkan, menghargai, dan mengelola keragaman tanpa meninggalkan sejarah, politik atau fondasi budaya dari institusi budaya dominan dan identitas sosial.
“Imperialisme budaya, pengenaan keyakinan dan praktik satu budaya pada budaya lain melalui media dan produk konsumen. Budaya digital merupakan kebiasaan penggunaan teknologi dan internet, membentuk cara kita berinteraksi, berperilaku, berpikir dan berkomunikasi sebagai manusia dalam lingkungan masyarakat digital,” jelasnya.
Sebagai pembicara terakhir, Aidil Wicaksono menjelaskan, setiap generasi berpartisipasi menyikapi transformasi digital, sehingga perlu mengembangkan dan mempersiapkan diri dari dampak perkembangan digital.
“Menanamkan kesadaran diri pada masyarakat luas untuk adaptif dan menerima, bahwa transformasi digital merupakan sesuatu yang memang sedang terjadi dan keberadaannya sangat penting,” tuturnya.
Penipuan online berada di posisi pertama setelah penyebaran konten provokatif (SARA, hoaks) yang banyak dilaporkan. Tips aman bermedia digital yakni batasi informasi pribadi, batasi penggunaan gawai, kenali ancaman keselamatan dan saring sebelum sharing.
Dalam sesi KOL, Kneysa Sastrawijaya mengatakan, dampak positif dari internet untuk bisnis adalah untuk mempermudah promosi. Dampak negatifnya dari internet yang paling sering yakni penipuan-penipuan, pornografi, bullying, dan juga konten-konten hoaks yang beredar.
“Tentang literasi digital berarti tentang kesatuan bagaimana kita berkomunikasi, karena semuanya tentang berkolaborasi digital culture, ethics, safety jadi membuat kita melek lagi, sadar lagi. Kita hidup tidak sendiri banyak orang yang melihat dan ingin berkomentar, bagaimana caranya ya kita jadi pribadi lebih baik,” katanya.
Salah satu peserta bernama Rafa Akbar menanyakan, bagaimana cara kita mengedukasi para digital native untuk memiliki batasan kebebasan ekspresi dan menanamkan nilai toleransi?
“Memang pelaku itu tidak merasa melakukan, itu yang bisa kita lakukan adalah edukasi dari lingkungan terdekat dari datanya biasanya remaja ya jadi kita mulai mengedukasinya dari kecil dampingi anak dari dunia digital dari mulai mengenal internet. Beri pahaman yang sehat, kenali teman virtualnya. Kenalkan juga bedanya bercanda dan bullying,” jawab Wulan.
Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kota Tangerang. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui akun Instagram @siberkreasi.dkibanten.
Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, mengingat program literasi digital ini hanya akan sukses mencapai target 12,5 juta partisipan jika turut didukung oleh semua pihak yang terlibat. [*]