Tak dapat dimungkiri, perkembangan dunia digital telah menyasar ke segala sisi kehidupan. Saat ini, rasanya hampir tidak ada sisi kehidupan manusia yang tidak terpengaruh proses digitalisasi.

Namun, masih banyak pengguna internet yang hanya mampu menerima informasi tanpa kemampuan memahami dan mengolah informasi tersebut secara baik, sehingga masih banyak masyarakat terpapar oleh informasi yang tidak benar.

Menyikapi hal itu, Kominfo menggelar seri webinar literasi digital #MakinCakapDigital dengan tajuk “Memahami Pentingnya Perlindungan Data Pribadi”. Webinar yang digelar pada Kamis, 15 Juli 2021 di Kabupaten Tangerang, ini diikuti oleh puluhan peserta secara daring.

Webinar ini mengundang narasumber dari berbagai bidang keahlian dan profesi, yakni Isharshono (praktisi digital marketing), Antonius Andy Permana (Founder-CEO of Haho.co.id), Mikhail Gorbachev Dom (Peneliti Institut Humor Indonesia Kini), dan Meidine Primalia (Kaizen Room).

Tema yang dibahas oleh masing-masing narasumber meliputi digital skills, digital ethics, digital culture, dan digital safety. Isharshono membuka webinar dengan mengatakan bahwa kemajuan teknologi informasi dan komunikasi telah memberikan banyak manfaat di tengah kehidupan.

“Namun dalam penerapan penggunaanya, banyak masyarakat yang belum menyadari arti pentingnya menjaga keamanan data pribadi. Di sisi lain, maraknya kejahatan siber menjadi hal perlu diperhatikan dan diwaspadai,” tuturnya.

Digital Forensik Indonesia (DFI) mencatat sekitar 7,5 miliar data pribadi pengguna internet di seluruh dunia diretas pihak ketiga dalam 15 tahun terakhir. Ratusan juta di antaranya pengakses asal Indonesia.

Sayangnya, masyarakat belum memahami pentingnya menjaga data pribadi, serta cara bagaimana dalam menghindari ancaman kejahatan dunia maya terutama berkaitan dengan kekerasan berbasis gender online. “Mari mencegah penyalahgunaan data pribadi oleh pihak yang tidak bertanggung jawab, berhati-hatilah memberi data pribadi secara online melakukan transaksi ataupun keperluan lainnya,” jelas Isharshono.

Antonius Andy menambahkan, digital culture adalah bagaimana setiap individu menyadari bahwa ketika memasuki era digital, secara otomatis dirinya telah menjadi warga negara digital (netizen). Dalam konteks keindonesiaan, setiap warganet memiliki tanggung jawab (meliputi hak dan kewajiban) untuk melakukan seluruh aktivitas bermedia digitalnya berlandaskan pada nilai-nilai kebangsaan, yakni Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika.

Saat ini, total penduduk Indonesia adalah 274,9 juta jiwa. Rata-rata, pengguna internet di Indonesia menghabiskan waktu 8 jam 52 menit, dengan aktivitas yang paling digemari adalah media sosial (medsos). “Tidak heran jika jumlah pengguna aktif media sosial di Indonesia mencapai 170 juta jiwa, di mana menghabiskan waktu 3 jam 14 menit untuk berselancar di jejaring sosial,” ujar Andy.

Sedangkan Mikhail Gorbachev memaparkan, data yang harus dilindungi yakni data sensitif yang meliputi ras/etnis, opini politik, agama, keanggotaan serikat kerja, data genetik, data biometrik, dan riwayat kesehatan.

Selain itu, ada data pribadi umum, yakni nama dan nama keluarga, alamat rumah, email, dan nomor KTP. “Etika membuat akun medsos di antaranya gunakan identitas asli, apabila menggunakan foto di profil, gunakan foto diri kita bukan orang lain,” jelasnya.

Selanjutnya, apabila menuliskan deksripsi diri/bio/profil, tulis dengan baik dan jelas. Gunakan bahasa yang sopan dan santun dalan profil kita. Tidak menampilkan informasi yang mengandung data pribadi, SARA, pornografi, dan porno aksi di profil kita.

Sebagai pembicara terakhir, Meidine Primalia mengungkap, data dari file yang bocor dapat digunakan oleh pelaku kejahatan dengan melakukan serangan rekayasa sosial (social engineering) atau kejahatan siber (cyber crime).

“Untuk itu perlu kita kenali beberapa jenis cyber crime yang sering terjadi. Misalnya, spam, yang biasanya terjadi dalam beragam bentuk. Salah satunya informasi mengganggu yang berbentuk iklan secara halus, informasi yang menjadi titik masuk bagi kejahatan siber seperti pemalsuan data, penipuan atau pencurian data,” kata Meidine.

Tips mencegah serangan spam, lanjut Meidine, jangan membalas email orang tak dikenal. Jangan memamerkan email pribadi di blog/website/sosmed. Gunakan software antispam. Aktifkan fitur antispam di email dan hubungi tim khusus penanggulangan spam.

Lalu ada juga scam, yang memanfaatkan empati dan kelengahan pengguna. Metodenya beragam, bisa menggunakan telepon, SMS, WhatsApp, email, maupun surat berantai. Selanjutnya phising, berupa penipuan yang menjebak korban dengan target menyasar kepada orang-orang yang percaya bahwa informasi yang diberikannya jatuh ke orang yang tepat.

“Selain itu ada hacking, tindakan dari seorang yang disebut sebagai hacker yang sedang mencari kelemahan dari sebuah sistem komputer. Terakhir ada carding, yang merupakan kejahatan seputar penggunaan kartu kredit,” imbuh Meidine.

Salah satu peserta bernama Gangsar mengatakan, akhir-akhir ini sering muncul berita korban dari pinjaman online yang merasa tidak melakukan utang daring tersebut. Ini berarti pinjaman online tersebut memiliki data pribadi korban.

“Apa tindakan yang harus dilakukan jika kita menjadi korban pinjaman online tersebut?” tanyanya.

Menjawab hal tersebut, Meidine mengatakan, jika berbicara tentang pinjaman online biasanya yang bocor itu nomor telepon. “Kesalahan dari kita adalah merespons, ketika merespons maka akan banyak informasi yang masuk. Bila ada telpon dari pinjaman online, sebaiknya abaikan saja nanti akan berhenti sendiri.”

Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kabupaten Tangerang. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui akun Instagram @siberkreasi.dkibanten.

Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, mengingat program literasi digital ini hanya akan sukses mencapai target 12,5 juta partisipan jika turut didukung oleh semua pihak yang terlibat. [*]