Saat ini, rasanya hampir tidak ada sisi kehidupan manusia yang tidak terpengaruh proses digitalisasi. Namun, masih banyak pengguna internet yang hanya mampu menerima informasi tanpa kemampuan memahami dan mengolah informasi tersebut secara baik sehingga masih banyak masyarakat terpapar oleh informasi yang tidak benar.
Menyikapi hal itu, baru-baru ini Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menggelar seri webinar literasi digital #MakinCakapDigital dengan tajuk “Jangan Asal Posting, Cari Tahu Dulu!”. Webinar yang digelar pada Selasa (29/6/2021) di Kabupaten Tangerang itu diikuti oleh puluhan peserta secara daring.
Webinar ini mengundang narasumber dari berbagai bidang keahlian dan profesi, yakni Antonius Galih Prasetyo (Analisis Kebijakan Lembaga Administrasi Negara), Dr Nyoman Diah Utari Dewi APar MAP (dosen MAP Universitas Ngurah Rai), Nanik Lestari MPA (dosen/pengajar Fisipol UGM), dan Khuriyatul Husna MPA (Universitas Lancang Kuning).
Antonius Galih membuka webinar dengan mengatakan, risiko kesopanan digital di Indonesia yang paling besar adalah hoaks dan penipuan (47 persen), ujaran kebencian (27 persen), dan diskriminasi (13 persen).
Usia, tingkat pendidikan, dan jenis kelamin tidak berpengaruh terhadap kecenderungan seseorang menyebarkan hoaks. “Orang yang cenderung menyebarkan hoaks adalah orang yang lebih sering dan lebih lama durasi penggunaan internetnya dan orang yang rendah kecakapan media sosialnya,” tuturnya.
Menurut Antonius Galih, kecakapan digital meliputi pengetahuan dasar mengenai lanskap digital internet dan dunia maya, pengetahuan dasar mengenai mesin pencarian informasi, cara penggunaan dan pemilihan data, serta pengetahuan dasar mengenai aplikasi dompet digital, lokapasar, dan transaksi digital.
Khuriyatul Husna menambahkan, segala aktivitas digital yang terjadi di ruang digital dan menggunakan media digital, memerlukan etika digital. “Etika digital adalah kemampuan individu dalam menyadari, mencontohkan, menyesuaikan diri, merasionalkan, mempertimbangkan, dan mengembangkan tata kelola etika digital dalam kehidupan sehari-hari,” paparnya.
Ia melanjutkan, siapa pun tanpa terkecuali, ketika daring (online), harus menjunjung tinggi dan menghormati, hak individu atau lembaga, serta nilai kemanusiaan. “Pilar etika digital meliputi kesadaran, integritas, tanggung jawab, dan kebajikan,” ujarnya.
Sementara Dr Nyoman Diah memaparkan, tantangan utama masyarakat modern dewasa ini adalah penggunaan internet dan media digital yang tak hanya memberikan manfaat bagi penggunanya, tetapi juga membuka peluang terhadap berbagai persoalan.
“Rendahnya etika digital berpeluang menciptakan ruang digital yang tidak menyenangkan karena terdapat banyak konten negatif,” jelasnya. Agar ruang digital menjadi lebih aman, ia berpesan untuk menerapkan budaya sopan santun di media sosial.
“Dalam bermedia sosial, alangkah baiknya diperlukan etika dan kesantunan, pakailah bahasa yang tepat dan sopan serta santun dalam berkomunikasi, kemudian menghargai privasi orang lain dengan tidak mengumbarnya di media sosial sekalipun hanya untuk bercanda yang dapat menyebabkan orang lain merasa tersinggung, merasa terhina atau dilecehkan,” papar Diah.
Sebagai pembicara terakhir, Nanik Lestari menjelaskan bahwa keamanan digital dimaknai sebagai proses memastikan penggunaan layanan digital, baik secara daring maupun luring, dilakukan secara aman dan nyaman.
“Tidak hanya untuk mengamankan data yang kita miliki, tetapi juga bersifat rahasia. Kiat-kiat keamanan digital yaitu privasi identitas digital, selektif, dan cermat dalam memanfaatkan aplikasi dan fitur digital, proteksi sandi rahasia dan berkala, cek keamanan identitas digital Anda,” katanya.
Ia menambahkan, jejak digital bisa dianggap sebagai “bom ranjau” yang tertanam di dalam jejak penggunaannya dan kemungkinan berisiko “meledak” suatu saat jika ada pihak-pihak tertentu yang mengincar pemiliknya sebagai target.
Dalam webinar ini, para partisipan yang hadir juga dipersilakan untuk mengutarakan pertanyaan dan tanggapan. Salah satu peserta bernama Revi mengatakan, saat ini, banyak konten yang di dalamnya berisi hal negatif seperti bersifat provokatif dan dapat berdampak buruk bagi si pembaca.
Lantas, bagaimana cara kita agar bisa mengedukasi orang-orang di sekitar kita agar tidak mengikuti tren negatif di media sosial? “Sebaiknya dikomunikasikan dengan anak dalam bermedia sosial, disesuaikan dengan kebutuhan anak, dan diberikan pemahaman akan resiko bermedia sosial,” jawab Husna.
Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kabupaten Tangerang. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui Instagram @siberkreasi.dkibanten.
Kegiatan webinar ini juga mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak sehingga dapat berjalan dengan baik, terutama kepada Kominfo. Mengingat program literasi digital ini hanya akan berjalan dengan baik dan mencapai target 12,5 juta partisipan jika turut didukung oleh semua pihak.