Gelaran event musik jazz tertua di Jakarta, Jazz Goes to Campus (JGTC) yang tahun ini memasuki penyelenggaraan ke-47, kini didukung oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) sebagai sponsor utama. Nama resmi gelaran ini menjadi “LPS Presents the 47th Jazz Goes to Campus” dengan mengangkat tema “Weaving Jazz In Every Symphony”.
JGTC merupakan festival jazz internasional tahunan yang diselenggarakan oleh mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia. LPS melihat JGTC bukan sebagai acara musik biasa, tetapi merupakan sebuah festival musik yang menjadi bagian penting sejarah musik Indonesia.
LPS juga berharap bahwa dukungan mereka terhadap JGTC dapat menjadi aksi konkret dalam membantu pengembangan industri musik Tanah Air. Lebih jauh, LPS pun berharap masyarakat dapat mengenal dan mengetahui peran serta fungsi LPS dengan lebih baik melalui cara yang mudah, menyenangkan, dan sederhana.
LPS Presents The 47th Jazz Goes to Campus Festival akan diadakan pada Minggu, 17 November 2024 di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia. Tahun ini, penyelenggara menghadirkan empat panggung megah yang menyajikan pengalaman festival yang lebih meriah dengan sejumlah penampil internasional juga nasional, seperti Jeremy Passion, Raisa, Reza Artamevia, Maliq & D’Essentials, Bernadya, Juicy Luicy, Sal Priadi, Nadin Amizah, HIVI!, D’Masiv, Fariz RM ft Candra Darusman, Reality Jazz Club ft Nial Djuliarso & Vira Talisa, dan sederet musisi kebanggaan Tanah Air lainnya.
LPS Presents The 47th Jazz Goes to Campus telah sukses menyelenggarakan aksi nyata melalui sejumlah pre-event, yaitu Roadshow UI, Workshop & Community Night, dan Sorak Sorai di Melawai. Sedangkan konferensi pers dan Sarinah Jazz Night yang digelar pada Sabtu (21/9/2024) menandakan rangkaian pre-event terakhir.
Konferensi pers mengangkat tema “Jazz in the Modern Symphony: Shaping Soundscapes and Embracing Diversity” dengan beberapa subtema “Transformasi dan Masa Depan Musik Jazz: Menyambut Generasi Baru dan Tren Baru”; “Kebijakan Pemerintah untuk Inklusivitas dan Keberagaman dalam Industri Musik”; dan “Kontribusi FESMI bagi Musisi dan Pandangannya terhadap Festival Musik di Indonesia”.
Untuk menggali pemahaman terkait topik yang diangkat, LPS Presents The 47th Jazz Goes to Campus mengundang beberapa pembicara, yaitu Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno, Anggota Dewan Komisioner Bidang Program Penjaminan Simpanan dan Resolusi Bank LPS Didik Madiyono, Co-Founder Jazz Goes to Campus Candra Darusman, Project Officer LPS Presents The 47th Jazz Goes to Campus Elbert Khorico, musisi Sandhy Sandoro, Ketua Forum Jazz Indonesia Chico Hindarto, dan GM Asset Optimization PT Sarinah Jenevan Santino Wijaya.
Sesi diskusi diawali Elbert Khorico yang menjelaskan bahwa “LPS Presents The 47th Jazz Goes to Campus” adalah festival musik jazz yang telah dimulai sejak tahun 1977 di kampus UI Salemba, dengan tujuan menjadikan jazz lebih mudah diakses dan inklusif bagi semua lapisan masyarakat.
Festival yang telah berjalan selama 47 tahun ini diorganisasi sepenuhnya oleh mahasiswa aktif FEB UI, mulai dari perencanaan hingga pelaksanaan teknis. Elbert mengapresiasi keberhasilan festival ini yang terus berlanjut meskipun menghadapi tantangan pandemi.
Mengutip Candra Darusman, ia menekankan bahwa JGTC tidak hanya berkelanjutan tetapi juga terus berkembang, dari panggung kecil pada 1977 hingga menjadi empat panggung besar dengan hampir 10.000 penonton saat ini. Tahun ini, JGTC juga memaksimalkan pengalaman festival dengan menyediakan fasilitas nyaman, termasuk shuttle bus dari parkiran ke venue.
Pada tahun kedua ini, LPS kembali menjadi sponsor utama The 47th Jazz Goes to Campus. Didik Madiyono mengatakan dukungannya terhadap JGTC dikarenakan festival ini tidak hanya memberikan hiburan musik tetapi juga mendukung artis-artis lokal baru.
Dukungannya terhadap JGTC juga sebagai bagian dari strategi LPS untuk mendukung ekonomi kreatif Indonesia. Bagi LPS, industri musik memiliki peran penting dalam pertumbuhan ekonomi, dan mereka berkomitmen untuk terus mencari dan mendukung bakat-bakat musik lokal yang berpotensial.
Candra Darusman menambahkan, meskipun JGTC adalah salah satu festival jazz tertua di Indonesia, acara ini tetap terasa segar karena dikelola oleh mahasiswa yang selalu berganti setiap tahun. Kepemimpinan baru setiap tahunnya membuat festival ini tetap relevan dan dinamis.
Ia juga menghubungkan keberhasilan JGTC dengan teori ekonomi pentahelix, yang keberhasilan acara melibatkan berbagai sektor seperti akademisi, bisnis, pemerintah, media, dan komunitas. Candra juga menegaskan bahwa meskipun ada perubahan dalam genre musik jazz, seperti jazz rock atau jazz pop, esensi jazz tetap tidak berubah.
Chico Hindarto mengungkapkan bahwa forum ini awalnya dibentuk untuk mengatur jadwal acara jazz di Indonesia agar tidak bertabrakan. Di bawah kepemimpinannya sejak 2020, Forum Jazz Indonesia juga mengelola festival jazz di seluruh negeri dan bekerja sama dengan budaya asing. Mereka percaya bahwa musik Indonesia memiliki potensi untuk bersaing di kancah internasional. Chico menekankan pentingnya menjaga konsistensi dan kekuatan konsep JGTC agar tetap relevan di tengah maraknya festival musik lainnya di Indonesia.
Sebagai bintang tamu di Sarinah Jazz Night dan JGTC Festival, Sandhy Sondoro berharap agar musik jazz terus berkembang dan semakin banyak anak muda yang mendalami genre ini. Ia juga mencatat bahwa sekarang semakin banyak generasi muda yang menempuh pendidikan di sekolah musik jazz, sebuah perkembangan yang signifikan dibandingkan dengan zamannya.
Pada penampilannya di JGTC, ia berencana membawakan suasana jazz yang lebih kental dengan lagu-lagu bernuansa swing. Sandhy juga menyarankan pentingnya stasiun radio jazz di Indonesia untuk memperluas kecintaan masyarakat terhadap genre ini.
Janevan Santino menutup sesi dengan menyampaikan bahwa Sarinah bangga berkolaborasi dengan JGTC selama tiga tahun berturut-turut. Sarinah melihat acara ini sebagai cara untuk memajukan industri musik, budaya, dan bisnis di Indonesia, dan berharap kolaborasi ini akan terus berlanjut di masa depan. JGTC dianggap sebagai “sound of surprise” yang setiap tahunnya memberikan kejutan baru bagi masyarakat.