Sebagai pengguna perangkat digital, baiknya kita sadar dalam penggunaannya untuk bisa bijak. Dalam penggunaan sosial media, hindari dari terciptanya filter bubble atau echo chamber akibat polarisasi algoritma yang membuat seseorang terisolasi secara intelektual.

Hal tersebut berdampak buruk bagi pengguna, yang bisa membentuk pribadi yang ignorant atau tidak ingin mengetahui hal lainnya, terjebak dalam satu sudut pandang saja, menciptakan efek konsensus yang salah, dan cenderung hanya membaca judul tanpa membaca konten dan lebih mempercayai hoaks. Hal tersebut menekankan pentingnya melakukan saring sebelum sharing karena tidak semua informasi yang diterima benar.

Menyikapi hal itu, maka lembaga Kominfo bekerja sama dengan Jaringan Pegiat Literasi Digital (Japelidi) dan Siberkreasi Gerakan Nasional Literasi Digital dalam menggelar webinar dengan tajuk “Bijak Bermedia Sosial: Jangan Asal Sebar di Internet”. Webinar yang digelar pada Senin (4/10/2021), pukul 13:00-15:30 diikuti oleh sejumlah peserta secara daring.

Dalam forum tersebut hadir Mohammad Adnan (CEO Viewture Creative Solution), Abdul Rohim (Redaktur Langgar.co), Devi Adriyanti (Penulis dan Dosen Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta), Oka Aditya, S.T., M.M. (Research Analyst), dan Shafa Lubis (Finalis Abang None Jakarta Selatan & Anggota @intothelightid) selaku narasumber.

 

Bijak berinternet

Dalam pemaparannya, Devi Adriyanti menyampaikan, “Internet adalah teknologi yang hakikatnya merupakan alat dan sarana bertujuan untuk memudahkan manusia, namun dapat mulai mencelakai. Oleh karena itu, dibutuhkan sikap bijak yang tepat dalam perubahan dan kemajuan teknologi tersebut. Sikap bijak dibutuhkan agar orang tetap jadi manusia dan bersifat manusiawi, yang membedakan kita dari binatang yang tidak tidak memiliki nafsu atau akal, dan robot yang ‘hidup’ melalui program yang dimasukkan ke otaknya. Orang yang memanfaatkan akal budinya untuk menempatkan sesuatu pada tempatnya, untuk menimbang sesuatu apakah benar atau salah, patut atau tidak, bagus atau jelek, baik atau buruk. Jika tidak bijak dalam berinternet dapat berdampak manusia tidak bisa tenang dalam hidup dengan kebohongan atau kebenaran, masyarakat tidak dapat hidup makmur sentosa akibat fitnah di mana-mana, dan bersosialisasi tidak dapat membawa kebahagian karena hanya berisi caci-makian. Jangan lupa untuk saring sebelum sharing, dahulukan otak sebelum jempol.”

Shafa Lubis selaku narasumber Key Opinion Leader juga menyampaikan bahwa banyak orang yang masih asal sebar informasi saja, sehingga ia sendiri sering mengambil peran untuk ikut meluruskan informasi tersebut, terutama di grup keluarga. Sebagai public figure (karena memiliki audiens), ia memiliki tanggung jawab untuk cek dan ricek informasi untuk menghindari mengikuti menyebarkan hoaks yang dapat berdampak negatif ke audiens dan juga diri sendiri, terutama bagi personal branding yang sudah dibentuk sedemikian rupa. Misal, hanya repost berita atau informasi dari sumber media berita yang kredibel dan ternama. Penting sekali untuk cek media yang tercantum dalam suatu kabar atau informasi karena sering sekali isi berita dengan media tersebut tidak berhubungan atau sudah direkayasa.

Salah satu hal yang penting dalam berinteraksi di ruang digital adalah empati yang akan bermanfaat untuk menumbuhkan toleransi dan menghargai akan pandangan yang saling berbeda-beda dari berbagai macam pengguna dengan latar belakangnya masing-masing. Tentunya dengan literasi digital ia merasa benar-benar membentuk ekosistem digital yang nyaman, produktif, dan kreatif.

Para partisipan yang hadir juga dipersilahkan untuk mengutarakan pertanyaan dan tanggapan. Salah satu peserta bernama Hanny menyampaikan pertanyaan “Banyak sekali konten negatif yang bertebaran di media sosial saat ini seperti konten radikalisme, pornografi, serta hoaks. Semua ini akibat pesatnya kemajuan teknologi; ada banyak anak muda masa kini berlomba membuat konten viral. Untuk itu peran orang tua sangat penting untuk tumbuh dan kembang anak, apalagi saat anak sudah mengerti gadget dan berinternet. Anak belum mengerti tentang batasan-batasan yang ada di internet untuk itu kita perlu mengawasi dan melindungi anak dalam berinternet. Apa saja yang seharusnya orang tua lakukan mengenai batasan-batasan berinternet pada anak dan kecakapan digital seperti apa yang harus diajarkan kepada anak agar anak tetap aman?”

Pertanyaan tersebut pun dijawab dengan lugas oleh Mohammad Adnan. “Fenomena saat ini konten-konten yang sering viral dan diminati anak-anak justru cenderung negatif, malah konten-konten positif kurang diminati. Literasi digital saat ini memang sangat penting dalam memanfaatkan ruang digital semaksimal mungkin, sehingga diperlukan komunikasi dari orang tua, karena pemahaman yang ditanamkan dari lingkup keluarga merupakan dasar pondasi berkarakter dan berperilaku, termasuk di ruang digital. Kita dapat menggunakan aplikasi parental control seperti Google Family Link untuk mengawasi aktivitas anak-anak di perangkat digital. Orang tua dan orang dewasa lainnya harus ikut mengedukasi diri sendiri akan perubahan dan kemajuan TIK sehingga dapat mengedukasi anak-anak, atau menjadi contoh bagaimana menggunakan internet dengan bijak dan cakap.”

Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kota Jakarta Timur. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui akun Instagram @siberkreasi.dkibanten. Juga, bagi yang ingin mengetahui tentang Gerakan Nasional Literasi Digital secara keseluruhan bisa ikuti akun Instagram @siberkreasi.

Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, mengingat program literasi digital ini hanya akan sukses mencapai target 12,5 juta partisipan jika turut didukung oleh semua pihak yang terlibat.