Ada kesenjangan pengetahuan tentang literasi digital antargender. Berdasarkan data Kaspersky Lab, sebanyak 34 persen perempuan tidak mengetahui mengenai malware dan aplikasi berbahaya, sedangkan laki-laki hanya di angka 23 persen.
Ada beberapa hal mendasar yang tidak diketahui, seperti bagaimana menerapkan pin dan password pada ponsel, atau cara mengelola password pada akun Facebook dan media sosial lainnya. Padahal ini sangat penting untuk keamanan data pribadi.
Hal tersebut dialami para perempuan, khususnya ibu rumah tangga, di berbagai wilayah karena banyaknya pekerjaan domestik dan tuntutan sosial yang seakan mengharuskan mereka menjadi seperti gambaran-gambaran patriarki.
Menyikapi hal itu, Kominfo bekerja sama dengan Jaringan Pegiat Literasi Digital (Japelidi) dan Siberkreasi Gerakan Nasional Literasi Digital menggelar webinar dengan tajuk “Literasi Digital dalam Perspektif Gender”. Webinar yang digelar pada Jumat, 9 Juli 2021, ini diikuti oleh puluhan peserta secara daring.
Dalam forum tersebut hadir Ilham Faris (Kaizen Room), Sandy Nayoan (pengacara dan Dosen Universitas Gunadarma), Dr Lintang Ratri Rahmiaji SSos MSi (Dosen FISIP Universitas Dipenogoro dan Japelidi), Btari Kinayungan (Kaizen Room), dan Gina Sinaga (public speaker dan Founder @wellness__worthy) selaku narasumber.
Dalam pemaparannya, Sandy Nayoan menyampaikan tentang alasan mengapa perempuan lebih sedikit beraktivitas online, salah satunya disebabkan memiliki tanggung jawab lebih banyak sehingga hanya punya waktu lebih sedikit untuk mengulik hal-hal yang bersifat online. Selain itu, mereka juga takut mengalami kejahatan di dunia digital.
Perempuan, lanjut Sandy, juga lebih rentan terpapar informasi hoaks, khususnya dari anggota keluarga, terutama terkait isu kesehatan, karena memiliki rasa khawatir yang berlebih terhadap anggota keluarga yang menjadi tanggung jawabnya. Adapun kekerasan gender berbasis online (KGBO) juga lebih sering dialami oleh perempuan.
“KGBO dapat berupa pelanggaran privasi dalam mengakses atau menggunakan data pribadi korban tanpa persetujuan yang termasuk doxing, pengawasan dan pemantauan korban dengan menggunakan spyware dan teknologi tanpa persetujuan yang termasuk dalam stalking, perusakan reputasi atau kredibilitas dengan berbagi data pribadi yang salah atau konten palsu dengan tujuan merusak reputasi, pelecehan di daring melalui pesan atau penghasutan, serta menjadikan korban obyek seksual, serta ancaman dan kekerasan langsung seperti pemerasan seksual dan pencurian identitas yang berujung kerugian material. Korban dapat berdampak fisik, psikologis, sosial, ekonomi hingga fungsional,” papar Sandy.
Salah satu peserta bernama Abdul Haris bertanya, apa penyebab utama perempuan masih kurang literasi digital?
Ilham Faris menjawab, saat kita menanyakan hal itu, harus dikaitkan dengan norma sosial saat ini dan budaya turun-temurun mengenai cara pandang masyarakat atas perempuan. Pemikiran dan pandangan yang kuno harusnya sudah tidak berlaku dan diterapkan di era digital ini. Kita harus bisa mengajak dan memotivasi setiap orang bahwa semua kondisi tidak harus bergantung pada gender.
“Para perempuan bisa mencari dan menggali pengetahuan dan kemampuan mereka tanpa memerlukan laki-laki, sekaligus sebaliknya. Pada dasarnya semua ini adalah proses yang panjang, khususnya bagi mereka yang belum memiliki akses internet, untuk bisa berliterasi digital sehingga bisa memajukan bangsa dan negara,” ujar Ilham.
Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kota Jakarta Pusat. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui akun Instagram @siberkreasi.dkibanten.
Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, mengingat program literasi digital ini hanya akan sukses mencapai target 12,5 juta partisipan jika turut didukung oleh semua pihak yang terlibat. [*]