Tak dapat dimungkiri, perkembangan dunia digital telah menyasar ke segala sisi kehidupan. Saat ini, rasanya hampir tidak ada sisi kehidupan manusia yang tidak terpengaruh proses digitalisasi.

Namun, masih banyak pengguna internet yang hanya mampu menerima informasi tanpa kemampuan memahami dan mengolah informasi tersebut secara baik, sehingga masih banyak masyarakat terpapar oleh informasi yang tidak benar.

Menyikapi hal itu, maka baru-baru ini Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menggelar seri webinar literasi digital #MakinCakapDigital dengan tema “Tips dan Trik Berjejaring di Dunia Digital”. Webinar yang digelar pada Selasa, 23 November 2021 di Kota Tangerang, diikuti oleh puluhan peserta secara daring.

Webinar ini mengundang narasumber dari berbagai bidang keahlian dan profesi, yakni Pradna Paramita – Founder Bombat.Media, Annisa Choiriya – Social Media Communication, Eva Yayu Rahayu – Konsultan SDM & Praktisi Keuangan – IAPA dan Eko Sugiono – Digital Marketer Expert G Coach.

 

Kolaborasi digital

Tema yang dibahas oleh masing-masing narasumber meliputi digital skills, digital ethics, digital culture, dan digital safety. Pradna Paramita membuka webinar dengan mengatakan, berjejaring di dunia digital didominasi dengan kolaborasi keahlian.

“Sebagian besar orang berjejaring pertemanan di dunia digital dimulai dari kesamaan minat, kebutuhan akan keahlian individu, dan karya yang kemudian menjadikan sebuah kolaborasi digital,” ujarnya.

Prinsip kolaborasi digital adalah berbagi informasi dan tugas untuk mencapai tujuan bersama. Jenis kolaborasi digital yakni kolaborasi tim, bentuk kerja sama yang sudah ditentukan dalam sebuah tim, baik dalam pekerjaan ataupun tugas sekolah.

Lalu ada kolaborasi komunitas, bentuk kerja sama mengembangkan minat yang sama dalam wadah komunitas atau kerja sama antar komunitas untuk menghasilkan sebuah kegiatan atau karya. Terakhir, ada kolaborasi usaha, yang merupakan bentuk kerja sama untuk memulai usaha, sebagai bentuk mengatasi keterbatasan modal.

Annisa Choiriya menambahkan, menurut Microsoft, netizen Indonesia paling tidak sopan di Asean, padahal ramah adalah identitas Indonesia di mata dunia, murah senyum, sikap sopan dan santun, saling menolong, gotong royong, dan toleransi.

“Perlu dipahami, saat melalukan aktivitas offline maupun online, sama saja kita berinteraksi dengan manusia lainnya, di digital pun kita berinteraksi dengan manusia,” tuturnya.

Maka penting sekali adanya etika digital (digital ethics), yang merupakan kemampuan individu dalam menyadari, mencontohkan, menyesuaikan diri, merasionalkan, mempertimbangkan, dan mengembangkan tata kelola etika digital (netiket) dalam kehidupan sehari-hari.

“Bahwa menggunakan media digital mestinya diarahkan pada suatu niat, sikap, dan perilaku yang etis demi kebaikan bersama. Demi meningkatkan kualitas kemanusiaan,” ujarnya.

 

Etika

Eva Yayu turut menjelaskan, pentingnya etika budaya komunikasi digital dalam pemahaman literasi digital untuk Indonesia. Selalu ingat “tulisan” adalah perwakilan dari kita. Sebab, yang diajak berkomunikasi adalah manusia.

“Untuk membangun jejaring di dunia digital, kita harus menerapkan nilai-nilai dalam penyebaran informasi, yaitu responsibility, empathy, authenticity, discernment, dan integrity,” katanya.

Responsibility atau tanggung jawab artinya harus berpikir dan bertanggung jawab terhadap konten yang diunggah. Empathy (empati) maksudnya harus berpikir dan berempati akan akibat konten yang diunggah terhadap perasaan orang lain.

Authenticity atau autentik berarti harus tetap autentik dan siap berjaga terhadap semua konten yang diunggah. Discernment (kearifan) artinya harus kritis mengevaluasi informasi atau konten online yang diperoleh sebelum mengambil tindakan terhadapnya.

“Sedangkan integrity atau integritas yang bermakna harus melakukan hal yang benar, berani menyuarakan kebenaran, dan melawan perilaku negatif di dunia online,” jelasnya.

Sebagai pembicara terakhir, Eko Sugiono mengatakan karakteristik digital society (masyarakat digital) yakni suka mengekspresikan diri, tidak ragu untuk mendownload dan upload, banyak berinteraksi di media sosial, cenderung tidak menyukai aturan yang mengikat dan terbiasa untuk belajar bukan dari instruksi melainkan dengan mencari.

Literasi digital membuat kita mampu berpikir kritis, kreatif, dan inovatif. Memecahkan masalah, berkomunikasi dengan lebih lancar dan berkolaborasi dengan lebih banyak orang.

Dalam sesi KOL, Dewa Krisna mengatakan, dampak negatif di ruang digital itu banyak yang pertama dengan mudahnya akses internet, sehingga orang terlalu mudah share berita tanpa membaca dan tidak membudayakan membaca dahulu, dan banyak orang-orang sengaja mengklaim karya orang lain.

“Tips and trik jangan terlalu mudah atau tergiur berita clickbait asal sebar budayakan membaca, untuk teman-teman yang ingin produksi dari rumah banyak belajar dahulu jangan takut untuk mencoba dan mulai saja lebih dahulu, contoh kecilnya bisa kita belajar dari Youtube,” pesannya.

Dalam webinar ini, para partisipan yang hadir juga dipersilakan untuk mengutarakan pertanyaan dan tanggapan. Salah satu peserta bernama Novita Kartika menanyakan, bagaimana agar pengguna sosial media sadar akan share with consent? Karena banyak ditemukan orang yang suka share screenshot chat.

“Perlu kita sadari dan saling mengingatkan karena anak zaman sekarang pendekatannya harus pakai logika, mungkin itu juga bisa kena undang-undang ITE biar bisa berpikir. Coba agak lebih keras sedikit memberitahunya kalau ini bisa kena hukum,” jawab Annisa.

Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kota Tangerang. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui Instagram @siberkreasi.dkibanten dan @siberkreasi.

Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, terutama kepada Kominfo. Mengingat program literasi digital ini hanya akan berjalan dengan baik dan mencapai target 12,5 juta partisipan, jika turut didukung oleh semua pihak.