Keseriusan Indonesia untuk mengembangkan industri kriya tampak dari upaya berbagai pihak untuk memajukan subsektor ini. Baru-baru ini, Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) membawa delapan usaha kreatif di bidang kriya tampil di Paviliun Indonesia pada ajang New York Now, 12–15 Agustus 2018.

New York Now adalah ekshibisi kriya terkemuka berskala internasional yang memungkinkan para pelaku industri mengembangkan jejaring lebih luas dan meraih pasar baru. Di bawah payung IDentities, Bekraf menggandeng delapan usaha kriya, yaitu Indo Risakti, Jenggala, Kana Goods, Kayou, Noesa, Pala Nusantara, Sackai Bags, dan Siji.

Deretan merek ini terpilih melalui kurasi yang sudah dilakukan sejak Februari 2018 lalu. Proses tersebut dibantu sejumlah kurator dari dalam dan luar negeri dengan pengalaman mumpuni di bidang seni dan desain kriya. Mereka adalah Diana Nazir (Himpunan Desainer Interior Indonesia), Yanna Diah Kusumawati (Asosiasi Eksportir dan Produsen Handicraft Indonesia), Christianto Prabawa (Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia), dan Jennifer Isaacson, seorang kurator internasional dari By Hand Consulting, perusahaan konsultan privat dalam bidang kriya yang berbasis di AS.

“Kontribusi Jennifer sebagai kurator yang memahami pasar Amerika bagus sekali. Karena pengalamannya selama ini sebagai kurator sekaligus buyer, ia memiliki kacamata yang berbeda. Kolaborasinya dengan kurator dari Indonesia memberikan kita pilihan produk yang benar. Hampir semua partisipan mendapatkan inquiries dan saya percaya ini adalah hasil dari kurasi yang tepat,” ujar Deputi Pemasaran Bekraf Joshua Simandjuntak.

Joshua yang mengikuti jalannya New York Now selama tiga tahun berturut-turut sejak 2016 bercerita, respons pasar kali ini luar biasa. Sebagai perbandingan, pada 2017 ada sebanyak 111 real inquiries—pihak-pihak yang benar-benar merasa tertarik dan secara serius menanyakan produk-produk yang dibawa. “Tahun ini, di hari pertama saja sudah ada 62 real inquiries, bahkan ada beberapa peserta yang sudah menerima order. Tampaknya respons pasar tahun ini jauh lebih positif,” tambah Joshua.

Karakter Indonesia

Produk-produk yang dibawa ke New York Now dipilih dengan serius karena mesti merepresentasikan perkembangan kriya Indonesia. Kurator menetapkan sejumlah kriteria, antara lain terpenuhinya unsur orisinalitas, berkarakter khas Indonesia, dan berbahan lokal dari Indonesia. Selain itu, karya juga mesti bertanggung jawab terhadap lingkungan hidup dan aman untuk manusia. Latar belakang yang dibangun tentang produk itu juga menjadi penting.

Kayou, misalnya. Produsen furnitur dan aksesori dari kayu ini membawa seri Lereh, furnitur ruang tidur berbahan jati. Produk yang dipamerkan antara lain meja samping yang diberi nama Bilung, meja kerja Jatayu, dan closet hanger Rama Sita—nama-nama produk ini diambil dari nama wayang.

“Kami memakai kayu jati yang sudah disertifikasi legal woods dari Perhutani di Jepara. Untuk meminimalkan kayu yang terbuang, potongan-potongan kayu sisa dijadikan aksesori. Finishing kami pilih yang ramah lingkungan, kalau untuk yang foodgrade kami memakai bees wax,” jelas Direktur Desain Kayou Indra Sidharta soal komitmen Kayou terhadap lingkungan. Selain itu, di workshop-nya Kayou berkolaborasi juga dengan ibu-ibu untuk pekerjaan tertentu, misalnya mengamplas kayu.

Sumber : Katalog Identities New York Now 2018

Dengan semangat yang sama, Noesa menampilkan produk-produk fashion dan aksesori rumah berbahan tenun ikat warna alam dari Maumere. Noesa memadukan budaya, seni, dan alam untuk menghasilkan beragam produk modern yang memikat, seperti strap kamera, dompet, dan topi. Penggagas Noesa Cendy Mirnaz mengatakan, Noesa ingin mengenalkan tradisi Indonesia kepada anak muda lewat cara yang mudah mereka terima.

Baik Kayou maupun Noesa ber­pendapat, hadir di New York Now adalah kesempatan yang sangat berharga untuk mengembangkan pasar dan melakukan diplomasi tentang budaya Indonesia. Kedua merek ini sudah mendapatkan beberapa pembeli dari pasar luar negeri. Kayou, yang juga mengikuti New York Now 2017, bahkan sudah memiliki perjanjian bisnis dengan salah satu perusahaan di Dallas.

Jennifer mengatakan, ia sangat terkesan dengan berjalannya New York Now kali ini, terlebih respons pasar untuk produk-produk dari Indonesia. “Merek-merek dari Indonesia ini potensial karena benar-benar menunjukkan hidupnya era kontemporer di Indonesia. Kombinasi desain kontemporer dan penghargaan terhadap tradisi itu adalah perpaduan yang sangat indah,” ungkapnya.
Ia menambahkan, Indonesia adalah tempat yang tepat untuk bertumbuhnya kriya semacam ini. Kriya punya daya tarik besar karena pasar bisa melihat dengan jelas jejak tradisi pada produk-produk artisan.

Sinergi

Hal lain yang berbeda dari booth Indonesia pada New York Now kali ini adalah paviliun Indonesia menunjukkan koordinasi antarlembaga yang lebih baik. Selain Bekraf, beberapa instansi terlibat dalam pendukungan subsektor kriya untuk tampil di New York Now 2018. Ada Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) New York, Bank Indonesia (BI), dan Bank Rakyat Indonesia (BRI). Semuanya memberikan dukungan untuk berbagai usaha kreatif. Dengan begitu, total ada 17 usaha kreatif yang tampil di booth Indonesia. Tidak seperti tahun lalu yang lokasi booth-nya relatif terpisah-pisah, tahun ini semua berpameran di satu area bersama yang lebih strategis.

“Seperti arahan presiden, booth-booth pameran yang didukung pemerintah diharapkan saling berkoordinasi dan ber­konsolidasi sehingga kehadiran Indonesia menjadi lebih signifikan. Pada 2018 ini, kita punya satu island atau area sendiri,” tutur Joshua.

Desain booth ini, seperti diceritakan Jennifer, mengusung presentasi yang mengedepankan kemudahan alur, estetika, dan rasa kontemporer. Ditata sedemikian rupa, orang-orang pun lebih tertarik untuk berkunjung. Catatan manis dari New York Now tahun ini diharapkan dapat mendongkrak semangat para pelaku industri kriya Tanah Air untuk lebih menggali potensi lokal dan menyiapkan karya inovatif lain dari Indonesia untuk tampil lagi tahun mendatang. [NOV]

Produk Lokal Meriahkan Asian Games 2018

 

Perhelatan Asian Games 2018 mengundang banyak pihak untuk turut memeriahkan. Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) pun tidak ingin ketinggalan, malah melihat acara olahraga kaliber internasional ini sebagai momentum yang pas untuk bisa mempromosikan beberapa produk kreatif Indonesia kepada lebih banyak orang.

Bekraf membawa Paviliun Indonesia ke Asian Games 2018 dengan konsep keragaman atau diversity. Konsep besar ini dihadirkan dengan membawa ciri khas Indonesia, antara lain kopi, soto, dan streetwear (ready to wear fashion).

Hal tersebut sejalan dengan tema dan pesan yang paling menarik bagi tamu asing tentang keragaman Indonesia, yaitu “17.000 Islands of Imagination”, yang sudah dipakai Indonesia di Frankfurt Book Fair sejak 2015 dan London Book Fair 2017.

Wakil Kepala Bekraf Ricky Pesik menjelaskan, Bekraf ingin memberikan pengalaman kepada ratusan ribu tamu asing peserta Asian Games 2018, baik atlet, partner resmi, media massa, maupun suporter. “Bekraf ingin banyak orang yang hadir dalam Asian Games bisa menikmati bagian dari kekayaan ragam Indonesia yang telah menjadi kebutuhan sehari-hari di sini.”

Kopi dan soto dipilih karena dua produk kuliner ini secara strategis telah difokuskan oleh Bekraf menjadi produk andalan Indonesia untuk menembus pasar internasional. Jadi, pilihan ini masih berkesinambungan dengan strategi Bekraf, mengingat target utama dalam kegiatan Asian Games 2018 adalah para delegasi negara peserta Asian Games.

Sementara itu, produk streetwear merupakan kategori fashion yang pasar globalnya saat ini sangat besar. Desain streetwear artisan pun sangat universal dan bisa diterima kalangan muda di mana pun.
“Streetwear menjadi pasar kontemporer yang penting dan sangat tepat ditampilkan kepada para tamu asing Asian Games yang mayoritas terdiri atas kalangan muda berbagai negara,” tambah Ricky.

Mengajak pelaku lokal

Bekraf bekerja sama langsung dengan pelaku usaha nasional, terutama pelaku kreatif yang sudah mencapai tahapan menangkap potensi kerja sama untuk pasar internasional. “Ini sangat penting, mengingat tidak tertutup peluang kerja sama di ajang Asian Games yang besar sekali ini,” tambah Ricky.

Untuk soto, Bekraf mengajak Eat & Eat untuk menyajikan beberapa soto khas Indonesia. Tenant Relation Manager Eat & Eat Deny Irawan mengatakan, Eat & Eat menyambut baik ajakan Bekraf dengan membawa soto betawi dan soto lamongan untuk disajikan bagi para pengunjung.

“Kami mau bekerja sama dengan Bekraf karena selain ingin ikut mendukung Indonesia sebagai tuan rumah Asian Games, ini juga kesempatan bagi Eat & Eat untuk dikenal lebih luas, khususnya di Asia,” ujar Deny.

Bekraf juga akan menampilkan informasi tentang keragaman, bahan bakunya, cita rasa, hingga keunikan cara pengolahan soto. Untuk mencicipinya, pengunjung bisa membelinya dengan harga cukup terjangkau, antara Rp 35 ribu sampai Rp 45 ribu.

Anda bisa mencicipi soto ini di Zona Atung, kawasan Gelora Bung Karno, Jakarta. Di zona yang berada di dekat pintu 5 Senayan ini pengunjung juga bisa menyesap kopi Indonesia. Dalam hal ini, Bekraf mengajak Anomali Coffee dan Upnormal untuk membantu memperkenalkan kopi Indonesia ke khalayak.

Ryo Limijaya dari Anomali Coffee mengatakan, kerja sama dengan Bekraf ini terjadi karena kesamaan tujuan, yaitu tidak hanya membawa kopi Indonesia lebih dikenal dunia internasional, tetapi juga membawa merek lokal menembus pasar internasional.

“Anomali akan menyediakan manual brew bar, tempat pengunjung bisa mencicipi beberapa kopi lokal Indonesia. Anomali akan membawa kopi aceh, sumatera, bali, jawa, dan toraja. Sajian kopi lainnya seperti latte bisa dibeli di booth kami,” kata Ryo.

Upnormal pun mendukung Bekraf karena ingin membantu menyukseskan kampanye KOPI Indonesia yang kini sedang didorong. Humas Upnormal Jelita Pramesti mengatakan, Upnormal dipilih karena brand yang kuat. Dalam Asian Games 2018, Upnormal membawa dua kopi, yaitu kopi gayo dan kopi ciwidey. Upnormal tidak hanya membagikan kopi, tetapi juga mengajak pengunjung ikut serta berdiskusi dan ngobrol tentang kopi Indonesia serta cara menikmati kopi.

“Untuk produk yang dijual, kami memberi harga Rp 15 ribu saja. Menurut kami, harga ini murah, tetapi dengan itu orang bisa menikmati enaknya kopi Indonesia,” ujar Jelita.

Sementara itu, streetwear dinilai penting karena potensinya sangat besar, baik dalam volume maupun animo. Ini dikatakan Deputi Pemasaran Bekraf Joshua Simandjuntak. “Jelas, streetwear jadi kendaraan untuk membangun image Indonesia di sektor fashion,” ujarnya.

Paviliun Indonesia untuk soto dan kopi akan berada di Zona Atung, masing-masing menempati ukuran 3 x 30 meter berhadap-hadapan. Sementara itu, streetwear di kawasan Kaka dengan ukuran 5 x 10 meter. [VTO]

Artikel ini terbit di Harian Kompas edisi 18 Agustus 2018.