Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam kurun waktu dua tahun terakhir, gencar membangun infrastruktur publik sebagai ruang ketiga bagi masyarakat Ibu Kota. Ruang ketiga merupakan tempat berinteraksinya masyarakat antara lain taman kota berupa Taman Maju Bersama (TMB) atau ruang terbuka hijau (RTH) lainnya.
Pemprov DKI Jakarta menargetkan pembangunan 261 TMB, sebagaimana tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) DKI Jakarta 2018–2022. Arah pembangunan RTH dan seluruh pembangunan taman di Jakarta adalah agar semua penduduk dapat mengakses dalam radius kurang lebih sekitar 300 meter dengan berjalan kaki.
Pada 2019, target pembangunan 53 TMB dengan anggaran Rp 130 miliar dan total luas 335.807 meter persegi. Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan memastikan, pada 10 Desember 2019, seluruh TMB di 53 lokasi tersebut dapat tercapai secara pekerjaan fisik.
Gubernur Anies pun menegaskan pembangunan TMB memiliki paradigma yang berbeda dengan RPTRA. Meskipun sama-sama RTH, TMB lebih variatif, tematik, disesuaikan dengan karakteristik dan luas lahannya, serta dibangun secara kolaboratif bersama masyarakat.
TMB didominasi oleh ruang terbuka dan berkonsep “park” dibanding “garden”. Oleh karena itu, meskipun sama-sama berlokasi di tengah-tengah pemukiman, dengan hadirnya konsep “park” tersebut, warga menjadi lebih leluasa untuk dapat bermain di atas rumput dikarenakan minimnya pembangunan di tengah-tengah taman. Salah satu contoh suksesnya pembangunan TMB adalah di Taman Piknik di Jalan Manunggal II, Cipinang Melayu, Makassar, Jakarta Timur.
Revitalisasi
Selain pembangunan TMB, pada tahun 2019 ini pula, Pemprov DKI Jakarta merevitalisasi dua jenis Taman Grande, yaitu Taman Mataram dan Taman Puring. Revitalisasi kedua taman ini dilakukan pertama kali pada 16 Agustus 2019 dan ditargetkan selesai pada 15 Desember 2019.
Taman Grande lebih menekankan untuk revitalisasi taman-taman yang berskala besar dengan tetap menjadi lahan untuk retensi air. Konsep taman ini adalah fun transit park, yaitu sebagai tempat transit yang nyaman para pedestrian karena terintegrasi dengan transportasi publik. Oleh karena itu, selain untuk transit, Taman Grande juga mendukung untuk RTH (ekologis), penuh sarana bermain (playful), termasuk dapat diakses siapa pun, termasuk penyandang disabilitas (inclusive).
Kebutuhan akan RTH di Jakarta tidak cukup hanya dalam rangka untuk memenuhi amanat perundang-undangan. Jakarta juga perlu mempercepat penyelesaian target pembangunan RTH tersebut, dalam rangka untuk menjawab respons publik terhadap tingginya pencemaran udara di langit Jakarta. Oleh karena itu, pada 1 Agustus 2019, Gubernur Anies menandatangani Instruksi Gubernur Nomor 66 Tahun 2019 tentang Pengendalian Kualitas Udara.
Dalam Ingub tersebut, Gubernur Anies menggalakkan penanaman tanaman berdaya serap polutan tinggi mulai pada tahun 2019, hingga menekankan para pengelola gedung untuk untuk menerapkan prinsip green building. Beberapa tanaman yang ditekankan untuk masif ditanam tersebut, misalnya adalah bugenvil, tabebuya, sanseviera (lidah mertua), dan sirih kuning.
Kolaborasi dengan masyarakat juga diintensifkan, antara lain pada Minggu, 18 Agustus 2019, Gubernur Anies meluncurkan gerakan #200Taman2JutaTanaman untuk melibatkan beragam instansi dan komunitas warga di bidang lingkungan hidup. Hingga September 2019, progres penanaman tanaman hias telah mencapai 339.590 tanaman dan penanaman pohon mencapai 6.787 pohon.
Hadirnya beragam taman kota yang telah, sedang, dan terus dilakukan pembangunannya tersebut, membuktikan Pemprov DKI Jakarta berkomitmen penuh untuk mengimplementasikan Ruang Ketiga yang nyaman bagi warganya.
Gubernur Anies menyebutkan, kewenangan membangun dan kemampuan anggaran pembangunan taman kota ada di Pemprov, tetapi ide dan solusi yang dibuat sesuai kebutuhan masyarakat dan bisa dari masyarakat. Oleh karena itu, seyogianya pula menjadi tanggung jawab bersama untuk merawat taman kota yang sudah ada.
Untuk informasi lebih lanjut silahkan klik di sini.[*]
Artikel ini terbit di Harian Kompas edisi 23 Oktober 2019.