Pada 2016, ekonomi Indonesia tumbuh 5,02 persen. Dengan persentase sebesar itu, terdapat sekitar 1 juta–1,5 juta tenaga kerja baru yang bisa diserap. Dengan prediksi pertumbuhan ekonomi sebesar 5–5,4 persen oleh Bank Indonesia dan 5,3 persen oleh Bank Dunia pada 2017, penyerapan tenaga kerja diperkirakan naik tahun ini.
Namun, sayang, besarnya populasi penduduk dan bertambahnya angkatan kerja setiap tahun membuat penyerapan tenaga kerja tidak berjalan seperti yang diharapkan. Hal ini terjadi karena jumlah lapangan pekerjaan terbatas hingga berdampak pada peningkatan pengangguran di Indonesia. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2017 telah terjadi kenaikan jumlah pengangguran di Indonesia sebesar 10.000 orang menjadi 7,04 juta orang pada Agustus 2017 dari Agustus 2016 sebesar 7,03 juta orang.
Di samping itu, pengangguran terjadi tidak hanya karena lapangan kerja yang terbatas, tetapi juga ketersediaan sumber daya manusia (SDM) yang capable di suatu bidang.
“SDM, elemennya banyak. Ada pengetahuan dan keahlian. Sayangnya di Indonesia yang kurang adalah keahlian dalam menggunakan ilmu pengetahuan (the use of knowledge). Hal ini-lah yang membuat Indonesia sering kali tertinggal dengan negara-negara lain,” ujar Rektor Universitas Prasetiya Mulya Prof Dr Djisman S Simandjuntak saat ditemui di acara Wisuda Magister Manajemen dan Sarjana Ekonomi Prasetiya Mulya 2017 di Jakarta Convention Center, Kamis (14/12).
Salah satu pihak yang bertanggung jawab terhadap hal itu adalah institusi pendidikan. Perguruan tinggi, misalnya, yang memegang posisi sebagai lembaga pendidikan formal tertinggi. Kenyataannya, relevansi antara mutu perguruan tinggi dan kebutuhan dunia industri masih rendah meskipun akses masyarakat terhadap pendidikan tinggi terus meningkat. Hal tersebut tecermin dari rendahnya serapan tenaga kerja para lulusan perguruan tinggi.
Tahun ini, Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi mencatat, jumlah tenaga kerja lulusan perguruan tinggi hanya sebesar 17,5 persen. Padahal, relevansi lulusan perguruan tinggi terhadap kebutuhan tenaga kerja menjadi faktor penting dalam upaya mencegah sarjana menganggur.
Indonesia membutuhkan lembaga pendidikan formal yang mampu mencetak SDM-SDM berkualitas dengan memiliki rasa inovatif dan kreatif yang mumpuni. Hal ini diperlukan untuk mempercepat industrialisasi di Indonesia yang berdampak pada kemajuan negeri ini. Oleh karena itu, Universitas Prasetiya Mulya, misalnya, kampus yang telah berusia 35 tahun ini mengabdikan diri sebagai institusi sekolah bisnis yang kompeten di Tanah Air.
Terlebih lagi ketika mulai diberlakukannya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), sejak akhir 2015 mendorong Prasetiya Mulya siap menjadi kampus yang mencetak wirausaha muda dan sekaligus baru untuk Indonesia.
Learning by enterprising
Kewirausahaan (entrepreneurship) merupakan salah satu faktor produksi yang memegang peranan penting dalam pembangunan. Menurut Joseph A Schumpeter (1883–1950), sumber utama kemakmuran bukan terletak pada pertumbuhan ekonomi yang tinggi, melainkan pada pembangunan ekonomi yang didominasi oleh peran kewirausahaan dari para pelaku ekonominya.
Menurut Schumpeter, pembangunan ekonomi adalah kenaikan output yang disebabkan inovasi yang dilakukan oleh para wirausaha (entrepreneur). Inovasi memiliki makna yang luas, yang tidak hanya menyangkut penemuan teknik-teknik berproduksi baru, tetapi juga penemuan komoditas baru, jenis material baru untuk produksi, cara-cara usaha baru, dan cara-cara pemasaran baru. Oleh Schumpeter, inovasi dalam kewirausahaan dianggap sebagai suatu loncatan dalam fungsi produksi.
Djisman menyampaikan dalam kaitan tersebut, Prasetiya Mulya menganut model pembelajaran learning by enterprising, yaitu mempelajari kewirausahaan yang tidak hanya belajar tentang wirausaha seadanya, tetapi juga belajar menggunakan ilmu kewirausahaan tersebut dengan sebenar-benarnya.
“Salah satu upaya agar mahasiswa Prasetiya Mulya benar-benar paham tentang apa itu kewirausahaan, pada awal perkuliahan kami terjunkan mahasiswa ke dalam komunitas (community development/comdev). Di komunitas itu, mahasiswa secara langsung akan berhadapan dan ‘berkenalan’ dengan sumber nafkah yang menjadi tumpuan dari komunitas itu. Mereka mempunyai tantangan utama, yaitu dapat memperbaiki apa yang menjadi sumber nafkah komunitas itu,” terang Djisman.
Selanjutnya, mahasiswa Prasetiya Mulya ditantang untuk berbisnis, mulai dari penggagasan ide bisnis, prototiping, sampai dengan mencari mitra untuk mengembangkan ide bisnis tertentu. Di bagian akhir program, mereka kembali ditantang dalam tim untuk mengembangkan business plan, perangkuman body of knowledge, dan menggunakan pengetahuan tersebut untuk dituangkan dalam bisnis yang real.
Pengalaman terjun dalam comdev pada awal kuliah dikisahkan oleh wisudawan S-1 Keuangan Prasetiya Mulya sekaligus peraih “The Best Contributor in Community Development”, Egar Takbira.
“Sebagai akademisi kita juga harus ‘membumi’ sehingga Prasetiya Mulya menghadirkan kesempatan untuk terjun dalam comdev. Jadi, kami ada satu tugas dalam pembentukan wilayah caranya adalah kami mempelajari UKM sekitar di mana comdev kami jalani. Kami mempelajari UKM tersebut bekerja dan mencari cara bagaimana agar mereka bisa lebih mengembangkan bisnis dan agar daerah tempat UKM itu berada juga ikut berkembang. Di sini, kami diajarkan untuk meningkatkan self humanity dan bekerja sama dengan teman-teman yang bidangnya lain dengan saya,” kisah Egar.
Dalam comdev tersebut, dibagi menjadi dua pokok, yaitu energizer dan builder. Energizer adalah pembentukan identitas sebuah daerah dan menggali potensi daerah. Sementara builder fokus pada UKM-UKM di daerah sekitar.
“Lalu, kami perkenalkan daerah tersebut dalam sebuah event sehingga dari segi UKM yang ada bisa “terangkat” dan kami datangkan market-nya dari event yang kami gelar itu sehingga diharapkan daerah itu dapat semakin berkembang,” sambung Egar.
Inovatif, kreatif, dan siap kerja
Bagi Universitas Prasetiya Mulya, memiliki lulusan yang benar-benar dapat memberikan dampak bagi masyarakat adalah poin utama. Inovatif dan kreatif menjadi modal penting bagi para lulusan Prasetiya Mulya agar lebih dapat siap kerja dan memberikan kontribusi nyata bagi masyarakat serta lingkungan. Sejak hadir pada 1982, kampus ini telah memiliki jumlah lulusan mencapai lebih dari 6.000 alumni yang telah tersebar di berbagai sektor, khususnya kewirausahaan.
“Kami mengharapkan para wisudawan Prasetiya Mulya mempunyai dampak bagi masyarakat. Azas ‘Triple Bottomline’, yaitu people, planet, dan profit. Ya, kami ingin lulusan Prasetiya Mulya tidak hanya berbicara profit, tetapi juga inovasi dan kreativitas yang mereka miliki mempunyai dampak positif untuk membangun masyarakat sehingga. Melalui hal ini, kami ingin menyampaikan bahwa dalam konteks bisnis pun kami tetap berpegang pada filosofi manusia seutuhnya,” ungkap Dekan Sekolah Bisnis dan Ekonomi Universitas Prasetiya Mulya Prof Agus W Soehadi.
Seperti yang diungkapkan oleh wisudawan S-1 Bisnis Prasetiya Mulya sekaligus peraih Juara I SIMBIZ Asia 2017 Regional, Yesi Budiono. “Alasan saya memilih jurusan bisnis di kampus ini adalah masuk Prasetiya Mulya diajarkan menjadi seorang pengusaha yang tidak hanya mencari keuntungan, tetapi juga yang lebih manusiawi. Bagaimana berkontribusi semaksimal mungkin terhadap masyarakat dan lingkungan.”
Tak hanya itu, Dekan STEM (Science Technology Engineering & Mathematics) Prasetiya Mulya Prof Janson Naiborhu menyampaikan, untuk jenjang S-1 Prasetiya Mulya bekerja sama dengan berbagai perusahaan agar anak didiknya dapat belajar langsung tentang bisnis di dunia nyata. Perusahaan tersebut, antara lain Adaro Power, Dynapack Indonesia, dan Medco Foundation. Caranya dengan magang dan case studies.
Dengan demikian, selain diharapkan dapat berwirausaha, lulusan Prasetiya Mulya juga siap kerja. Seperti halnya pengalaman wisudawan S-1 Ekonomi Prasetiya Mulya sekaligus peraih cumlaude pada wisuda Prasetiya Mulya 2017, Saccarisa Salim dari jurusan Accounting, menceritakan, dengan kesempatan magang yang didapatnya di Boston Consulting Group pada Januari hingga Maret 2017, kini setelah lulus dirinya telah menjadi karyawan di perusahaan ini.
“Prasetiya Mulya memberikan kesempatan magang bagi para mahasiswanya. Ini merupakan kesempatan yang sangat bagus karena mempermudah mahasiswanya ketika lulus. Dengan demikian, membantu kami untuk direct hired di perusahaan-perusahaan tempat kami magang. Banyak sekali lulusan Prasetiya Mulya yang mengalami ini. Mostly 50 persen dari mahasiswa Prasetiya Mulya yang magang, setelah lulus semua dapat direct hired. Sisanya mencari perusahaan lain atau mengembangkan bisnis sendiri,” papar Saccarisa. [IKLAN/*/ACH]
Artikel ini terbit di Harian Kompas edisi 17 Desember 2017