Ujaran kebencian itu sendiri merupakan suatu pelanggaran, karena ujaran kebencian adalah satu hal yang meresahkan membuat orang tidak nyaman. Harus kita ketahui juga bahwa sebagai pengguna media digital, ketika kita menulis atau mengeluarkan pendapat yang mengandung ujaran kebencian atau menyetujui atau bahkan mendukungnya itu bisa kena Pasal 27 (3) UU Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik atau UU ITE. Isi pasal tersebut menyebut “seseorang yang sengaja dan tanpa hak mendistribusikan informasi atau dokumen elektronik dengan muatan penghinaan/pencemaran nama baik” terancam hukuman paling lama 6 tahun penjara atau denda paling banyak Rp 1 miliar.

Menyikapi hal itu, maka lembaga Kominfo bekerja sama dengan Jaringan Pegiat Literasi Digital (Japelidi) dan Siberkreasi Gerakan Nasional Literasi Digital dalam menggelar webinar dengan tajuk “Interaksi Online Nyaman, Kikis Ujaran Kebencian”. Webinar yang digelar pada Selasa, 2 November 2021, pukul 13.00-15.30 diikuti oleh sejumlah peserta secara daring. 

Dalam forum tersebut hadir AAM Abdul Nasir (assistenprofesi.id), Dr Arfian, MSi (Dosen Universitas Azzahra Jakarta dan Konsultan SDM), Muhammad Mustafied (Sekretaris Nur Iman Foundation Mlangi Yogyakarta), Dr Delly Maulana, MPA (Dosen Univ. Serang Raya & IAPA), dan Neshia Sylvia (TV Host) selaku narasumber. 

Dalam pemaparannya, AAM Abdul Nasir menyampaikan informasi penting bahwa “Mungkin saat kita mengeluarkan pendapat dan pendapat itu menyinggung perasaan orang lain dan orang lain tersebut melaporkan kita, karena merasa hal tersebut adalah penghinaan. Penghinaan merupakan delik aduan, dan perkara tersebut dapat diproses hukum jika ada aduan dari pihak yang di hina itu. Lalu bagaimana kita mengeluarkan pendapat atau menyebarkan informasi bahwa informasi itu tidak mengandung ujaran kebencian? Tentunya kita harus pahami dulu apa itu ujaran kebencian. Ujaran kebencian merupakan tindakan komunikasi yang dilakukan oleh suatu individu atau kelompok dalam bentuk provokasi, hasutan, ataupun hinaan kepada individu atau kelompok yang lain dalam berbagai aspek. Penting untuk memahami konten yang dianggap penghinaan, penghujatan, atau pencemaran nama baik yang dapat menentukan dampak akibat dan atau rusaknya nama baik seseorang yang ditimbulkan hanya dapat dinilai oleh orang yang bersangkutan.”

Neshia Sylvia selaku narasumber Key Opinion Leader juga menyampaikan bahwa dalam dunia digital itu ada dampak positif dan negatifnya dalam penggunaan aspek kehidupan manusia kalau kita bisa mengoptimalkan hal tersebut. Misalkan, memudahkan dalam mendapatkan berbagai hal informasi terkini, seperti terkait hobi pribadinya yang senang berkuda, ia katakan bisa searching mengenai cara naik kuda yang baik dan benar sebelum mempraktekkannya. Lalu, ia katakan bahwa juga bisa berkomunikasi dengan sesama dimanapun berada dan kapanpun, karena memang sudah banyaknya aplikasi pertemuan virtual atau video call yang sangat memudahkan sekali. Lalu, juga bisa mengendalikan pekerjaan dari jarak jauh, seperti contohnya banyaknya layanan pendidikan yang bisa diakses secara online juga. Untuk dampak negatif menurutnya memang banyak juga yang bisa dirasakan apalagi kalau kita tidak cerdas dan bijak dalam mengoptimalkan platform-platform digital, tetapi kita bisa mencegah dan mengurangi dampak negatif tersebut dengan literasi digital.

Para partisipan yang hadir juga dipersilahkan untuk mengutarakan pertanyaan dan tanggapan. Salah satu peserta bernama Giovanni Waskito Prawira menyampaikan pertanyaan “Jika ada seseorang yang melaporkan suatu kasus ujaran kebencian atau hoax diancam secara verbal maupun fisik oleh pelaku yang menyebar ujaran kebencian atau hoax tersebut, apakah ada perlindungan hukum untuk pelapor dari pihak aparat?”

Pertanyaan tersebut pun dijawab dengan lugas oleh AAM Abdul Nasir, bahwa jika kita terdakwa sebagai tersangka, sebetulnya sangat jelas perlindungan hukumnya. Kita punya Hak Asasi Manusia yang tentunya dilindungi oleh undang-undang, dan juga bisa berlindung ke LBH (Lembaga Bantuan Hukum) yang memang disediakan oleh negara untuk melindungi beberapa orang yang tidak mampu baik itu secara moril, materil, menyewa pengacara, dan lain sebagainya. Jadi, memang harus adil bahwa untuk melaksanakan segala yang dicantumkan UU itu harus secara menyeluruh.

Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kota Jakarta Utara. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui akun Instagram @siberkreasi.dkibanten. Juga, bagi yang ingin mengetahui tentang Gerakan Nasional Literasi Digital secara keseluruhan bisa ikuti akun Instagram @siberkreasi.

Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, mengingat program literasi digital ini hanya akan sukses mencapai target 12,5 juta partisipan jika turut didukung oleh semua pihak yang terlibat.