Pangan adalah salah satu pilar ketahanan nasional suatu bangsa. Upaya menuju ketahanan pangan terus ditempuh. Salah satunya dengan memperkuat ketahanan air. Ketahanan air adalah syarat untuk ketahanan pangan yang bersandar pada jalannya pertanian. Saat ini, potensi air di Indonesia adalah 3,9 triliun meter kubik per tahun dan yang bisa dimanfaatkan baru sekitar 691 miliar meter kubik.

Dari jumlah itu, ada 175 miliar meter kubik yang sudah dimanfaatkan; 19 persennya untuk kebutuhan air baku, domestik, dan industri, sedangkan 81 persen untuk irigasi pertanian.

Saat ini, Indonesia memiliki 7,14 juta hektar daerah irigasi permukaan. Pengairannya didapat dari beberapa sumber, yaitu bendungan, tadah hujan, dan bendung. Bendung adalah bangunan melintang sungai yang berfungsi untuk menaikkan muka air sungai kemudian dialihkan airnya untuk irigasi, jadi tergantung dari air yang ada di sungai yang terpengaruh oleh kondisi musim hujan atau musim kemarau.

Sedangkan bendungan adalah bangunan yang menampung air untuk berbagai keperluan antara lain untuk irigasi sehingga dapat mengairi daerah irigasi tanpa tergantung musim hujan atau musim kemarau,” jelas Direktur Jenderal Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Imam Santoso, Selasa (1/8).

Untuk menjamin keberlanjutan dan ketahanan air untuk irigasi, bendungan adalah infrastruktur  yang vital. Namun, sekarang Indonesia baru memiliki 208 bendungan. Volume tampungannya sekitar 12,6 miliar meter kubik. Jumlah itu baru bisa memenuhi kebutuhan irigasi untuk luasan 761 ribu hektar, hanya 11 persen dari total daerah irigasi permukaan. Penambahan bendungan adalah hal yang mendesak untuk meningkatkan keandalan irigasi.

Tambah kapasitas tampungan

Rendahnya keandalan irigasi adalah masalah fundamental. Dalam rangka peningkatan kapasitas tampungan air, saat ini, pemerintah lewat Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat terus menggenjot pembangunan waduk.

“Untuk mencapai ketahanan pangan, kami mencanangkan pembangunan 65 bendungan, terdiri atas 16 bendungan yang melanjutkan rencana terdahulu dan 49 bendungan baru,” tutur Imam.

Adanya 65 bendungan yang pembangunannya tersebar dari Aceh sampai Papua dalam kurun 2015–2019 akan meningkatkan kapasitas tampung. Perkiraannya, dari yang semula 12,6 miliar meter kubik menjadi 19,41 miliar meter kubik. Jumlah itu akan membuat cakupan untuk irigasi permukaan yang airnya dijamin bendungan naik menjadi 18,5 persen.

Dengan kenaikan itu, indeks tanam padi dapat meningkat dari 180 persen menjadi 265 persen di mana ini sangat berpengaruh pada produksi padi secara nasional.

“Selain untuk irigasi, bendungan-bendungan ini juga akan difungsikan sebagai sumber air baku, pembangkit listrik, pengendalian banjir, pembangkit listrik, perikanan, dan tempat wisata,” tambah Imam. Kelak, 65 bendungan baru juga akan berperan untuk sumber air baku sebesar 62,05 meter kubik per detik; listrik 356,29 megawatt; dan pengendalian banjir 19.319 meter kubik per detik. [NOV]

Langkah Strategis Benahi Irigasi

Tujuan mencapai kedaulatan pangan mesti disokong dengan irigasi yang baik. Pembenahan jalur irigasi dan pembangunan saluran irigasi baru pun terus digarap secara terencana.

Hasil audit Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) tahun lalu menemukan, sekitar 43,6 persen jaringan dari 7,14 juta hektar daerah irigasi rusak. Kebocoran di saluran irigasi dan penggunaan air yang tidak efisien juga membuat tingkat kehilangan air di saluran irigasi mencapai 55 persen.

Untuk meningkatkan keandalan prasarana irigasi, Direktorat Jenderal Sumber Daya Air Kementerian PUPR merencanakan pembangunan irigasi baru seluas 1 juta hektar dan rehabilitasi irigasi 3 juta hektar dalam rentang 2015–2019. Dari target pembangunan 1 juta hektar itu, yang menjadi kewenangan pemerintah pusat sekitar 56 persen, pemerintah provinsi 24 persen, dan pemerintah kabupaten/kota 20 persen, dan pekerjaan rehabilitasi 3 juta hektar, yang menjadi kewenangan pusat sekitar 46 persen, pemerintah provinsi 23 persen, dan pemerintah kabupaten/kota 31 persen.

Rehabilitasi 3 juta hektar saluran irigasi sama signifikannya bagi peningkatan hasil panen. Selain mengatasi masalah kebocoran, rehabilitasi ini menambah luas layanan sawah yang terairi karena dengan volume yang sama, air bisa mengairi sawah yang lebih luas lantaran terdistribusi dengan efisien.

“Rehabilitasi jaringan irigasi menjamin air yang dialirkan sampai di sawah dengan tingkat kehilangan air yang lebih rendah,” ujar Direktur Jenderal Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Imam Santoso.

Rehabilitasi jaringan irigasi juga memberi petani waktu jeda untuk menanam palawija atau tanaman hortikultura lain. Mereka bisa mengoptimalkan lahan yang kosong sekaligus ketersediaan air irigasi.

Pelibatan petani

Dalam pengembangan dan pengelolaan irigasi, peran Kementerian PUPR menyangkut ketersediaan air, bendung, saluran primer dan saluran sekunder, serta pembinaan Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A). Terkait dengan yang terakhir, Kementerian PUPR merancang Program Percepatan Peningkatan Tata Guna Air Irigasi (P3-TGAI).

Dengan melibatkan P3A dan menyerap tenaga kerja di dalamnya, prioritas kegiatan ini meliputi daerah irigasi kecil dengan luas kurang dari 150 hektar, irigasi desa, dan jaringan irigasi tersier. Kerusakan pada jaringan irigasi kecil dan tersier kerap terjadi akibat usia, bencana, dan kurangnya pemeliharaan. Efektivitas pemberian air ke lahan persawahan pun berkurang.

Kegiatan P3A-TGAI pun diarahkan untuk mengatasi persoalan itu. Fokus pertamanya, perbaikan jaringan irigasi untuk mengembalikan kondisi dan fungsi saluran irigasi seperti semula. Selain itu, diupayakan pula peningkatan jaringan irigasi dengan menambah luas area pelayanan irigasi.

“Dalam P3A-TGAI, petani diberi kepercayaan untuk mengelola dana yang dialokasikan untuk perbaikan jaringan. Yang sering ditemui di lapangan, saluran irigasi belum dibeton sehingga tingkat kehilangan airnya tinggi. Dalam program ini, masyarakat bersama-sama membangun saluran irigasinya,” ujar Imam.

Pada 2017, program ini dijalankan di 3.000 lokasi yang tersebar di seluruh Indonesia. Setiap lokasi diberi anggaran Rp 200 juta. Pada tahun anggaran 2018, rencananya akan bertambah menjadi 5.000 lokasi.

“Pada 2018 nanti, program ini akan dilaksanakan di 5.000 lokasi dengan anggaran per lokasi Rp 225 juta, Rp 195 juta untuk P3A, dan Rp 30 juta untuk pengawasan,” tambah Imam.

Pelibatan masyarakat ini adalah poin penting. Dari yang sudah berjalan, bisa dilihat beberapa dampak positifnya. Rasa memiliki masyarakat petani pada jaringan irigasi tersier yang menjadi tanggung jawabnya meningkat. Partisipasi mereka pada pengelolaan jaringan irigasi primer dan sekunder pun semakin baik. Selain itu, pekerjaan mengelola jaringan irigasi dapat menyerap tenaga kerja di pedesaan.

Pembangunan dan perbaikan irigasi adalah langkah yang konkret dan strategis dalam upaya memperjuangkan ketahanan pangan. Agar kelak negara ini layak menyandang sebutan sebagai negeri agraris. [NOV]