Budaya adalah cara kita sebagai manusia berperilaku, berpikir, dan berkomunikasi dalam masyarakat. Terkait itu, kita sebagai manusia yang aktif dalam penggunaan media digital pun harus memahami bahwa ada beberapa persamaan dan perbedaan budaya dalam berinteraksi di ranah media digital. Beberapa persamaan yang harus diingat adalah dalam kedua ranah (digital dan nyata), kita sama-sama berinteraksi dengan manusia yang berperasaan, sehingga perlu menerapkan cara berkomunikasi yang baik. Selain itu, baik di ranah nyata maupun digital membutuhkan aturan dan etika yang sama dalam berinteraksi sehingga dapat menciptakan ruang yang kondusif untuk sesama.

Menyikapi hal itu, maka lembaga Kominfo bekerja sama dengan Jaringan Pegiat Literasi Digital (Japelidi) dan Siberkreasi Gerakan Nasional Literasi Digital dalam menggelar webinar dengan tajuk “Pahami Aturan Bersosialisasi di Media Sosial”. Webinar yang digelar pada Senin (5/7) diikuti oleh puluhan peserta secara daring.

Dalam forum tersebut hadir Andreas Adi Trinoto, SKom, MMSI (Dosen Teknik Informatika Universitas Indraprasta PGRI), AA Ngurah Bagus Aristayudha (Relawan TIK Provinsi Bali & Dosen Universitas Bali International), Marcello Singadji, SKom, MT (Dosen SI Fakultas Teknologi & Desain Universitas Pembangunan Jaya), Dr Rita Gani, MSi (Mafindo, Fikom Unisba & Japelidi), dan Ones (Influencer) selaku narasumber.

Dalam pemaparannya, Marcello Singadji, SKom, MT menyampaikan informasi bahwa “Teknologi digital saat ini telah menciptakan kategori baru dilema etika, di mana keputusan pengadilan mengikuti dua macam aturan. Kedua macam aturan itu adalah bahwa hak privasi tidak mutlak, sehingga privasi individu harus seimbang terhadap kebutuhan masyarakat, dan juga bahwa hak publik untuk mengetahui lebih tinggi daripada hak privasi individu. Dengan itu, siapa pun dapat mem-posting informasi yang menghina tentang Anda secara anonym, dan Anda juga dapat melukai diri sendiri, karena tidak sengaja memposting sesuatu yang menyangkut privasi seseorang. Situs media sosial dengan konten yang dibuat pengguna adalah kendaraan untuk berbagi informasi baik secara profesional maupun pribadi. Kekhawatiran yang terjadi adalah pengetahuan tentang potensi bahaya dan perilaku digital tidak tumbuh secepat pertumbuhan penggunaannya. Maka itu penting untuk mempersiapkan diri dan masyarakat secara umum dengan literasi digital, khususnya hal-hal yang harus dilakukan dan diperhatikan saat menggunakan media sosial.”

Para partisipan yang hadir juga dipersilahkan untuk mengutarakan pertanyaan dan tanggapan. Salah satu peserta bernama Helen Maris menyampaikan bahwa “Di era modern seperti ini hampir seluruh kegiatan manusia ditunjang oleh teknologi, sehingga dalam mengoperasikannya kita memerlukan digital skill. Sebagai anak muda yang sekarang hampir sebagian besar kehidupan dihabiskan di depan layar smartphone dan komputer, digital skill apa yang wajib kita miliki saat ini? Apakah dapat dipelajari sendiri tanpa kursus?”

Pertanyaan tersebut pun dijawab dengan lugas oleh Andreas Adi Trinoto, SKom, MMSI, bahwa “Digital Skill yang wajib dimiliki tergantung dengan apa yang ingin kita pelajari, contohnya apakah di bagian hardware atau software. Untuk mempelajari hal-hal tersebut, kita dapat mengggunakan media digital seperti aplikasi-aplikasi, e-book, journal dan platform lainnya yang banyak tersedia secara gratis dengan penggunaan internet.”

Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kabupaten Lebak. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui akun Instagram @siberkreasi.dkibanten.

Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, mengingat program literasi digital ini hanya akan sukses mencapai target 12,5 juta partisipan jika turut didukung oleh semua pihak yang terlibat.