Tak dapat dimungkiri, perkembangan dunia digital telah menyasar ke segala sisi kehidupan. Saat ini, rasanya hampir tidak ada sisi kehidupan manusia yang tidak terpengaruh proses digitalisasi.

Namun, masih banyak pengguna internet yang hanya mampu menerima informasi tanpa kemampuan memahami dan mengolah informasi tersebut secara baik, sehingga masih banyak masyarakat terpapar oleh informasi yang tidak benar.

Menyikapi hal itu, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menggelar seri webinar literasi digital #MakinCakapDigital dengan tema “Menjadi Pejuang Anti Kabar Bohong (Hoaks)”. Webinar yang digelar pada Kamis, 21 Oktober 2021 di Kabupaten Serang, diikuti oleh puluhan peserta secara daring.

Webinar ini mengundang narasumber dari berbagai bidang keahlian dan profesi, yakni Indah Wenerda (Dosen Universitas Ahmad Dahlan, Japelidi), Indri Dwi Apriliyanti (Dosen Manajemen Kebijakan Publik FISIPOL UGM), E Nugrahaeni Prananingrum (Dosen Universitas Negeri Jakarta, Japelidi), dan Isharsono (Praktisi Digital Marketing, Founder IStar Digital Marketing Centre).

Indah Wenerda membuka webinar dengan mengatakan, produksi dan distribusi hoaks semakin marak mendekati tahun politik 2019. “Media sosial dimanfaatkan untuk menghina dan menistakan kelompok yang berbeda. Warganet bukan sebagai agen perubahan, tetapi turut menyebarkan efek negatif media.”

Menurut Indah, hoaks bagian penting dalam era post-truth. Mencegahnya, diperlukan cakap bermedia digital, karena tidak cukup hanya mampu mengoperasikan berbagai perangkat TIK dalam kehidupan sehari-hari, tetapi juga harus bisa mengoptimalkan penggunaannya untuk sebesar-besar manfaat bagi diri sendiri dan orang lain.

Indri Dwi menambahkan, ada beberapa cara mengetahui hoaks/fake news. Pertama, hati-hati dengan judul sensasional dan provokatif. Cermati alamat situs (situs resmi atau domain blog). “Saat ini, terdapat 43.000 lebih situs di Indonesia yang mengklaim sebagai portal berita, maka harus waspada. Lalu periksa fakta (sumber data), cek dengan sumber data yang lain, gunakan logika, cek keaslian foto, dan video.”

Menurutnya, pilih lah media yang rekam jejaknya baik, independen, dan pemilik media tidak terafiliasi secara dekat dengan penguasa. Jika isi berita menyadur isi berita lain, maka telusuri isi berita yang pertama (original), pahami substansinya.

E Nugrahaeni Prananingrum turut menjelaskan, ciri-ciri informasi hoaks yakni menciptakan kecemasan, kebencian, dan permusuhan. Sumber tidak jelas dan tidak ada yang bisa dimintai tanggung jawab atau klarifikasi.

“Pesan sepihak, menyerang, dan tidak netral atau berat sebelah, mencatut nama tokoh berpengaruh atau pakai nama mirip media terkenal. Memanfaatkan fanatisme atas nama ideologi, agama, suara rakyat. Judul dan pengantarnya provokatif dan tidak cocok dengan isinya. Minta supaya di-share atau diviralkan,” ujarnya.

Selain itu, ciri hoaks yakni menggunakan argumen dan data yang sangat teknis supaya terlihat ilmiah dan dipercaya, artikel yang ditulis biasanya menyembunyikan fakta dan data, serta memelintir pernyataan narasumbernya.

Ia mengajak masyarakat untuk menjadikan ruang digital sebagai praktik kehidupan melalui aktivitas sehari-hari. Caranya dengan sebarkan konten positif, wujudkan cinta Tanah Air, promosikan gaya hidup yang berkualitas, menghargai, santun dan bermanfaat, ciptakan ruang diskusi yang sehat.

Sebagai pembicara terakhir, Isharsono mengatakan, pengertian digital safety adalah konsep penggunaan internet untuk melindungi diri sendiri serta orang lain dari kemungkinan bahaya atau risiko di dunia online.

“Sementara internet safety juga bisa diartikan sebagai konsep penggunaan internet secara bijak dan sesuai dengan etika atau norma yang berlaku, tanpa membahayakan keamanan diri sendiri maupun orang lain,” paparnya.

Dalam sesi KOL, Fadhil Achyari mengatakan, dampak positif internet yakni penyebaran informasi yang bisa kita dapatkan dalam waktu yang begitu cepat dan juga tepat, dalam artian bahwa apapun yang terjadi di belahan dunia manapun kita bisa dapatkan dalam hitungan detik.

“Tetapi sejalan dengan hal tersebut, dengan perkembangan teknologi informasi yang ada saat ini tidak bisa kita pungkiri bahwa adanya penyebaran informasi yang tidak benar dan tidak kredibel yang dianggap lumrah,” ujarnya.

Salah satu peserta bernama Himah Maulana menanyakan, bagaimana cara kita meyakinkan orang yang percaya informasi hoaks? Bahkan kita yang memberi tahu informasi yang benar, justru informasi yang benar ini yang disebut hoaks.

“Hal ini dinamakan post truth karena kebenaran dipercaya ketika kebenaran itu sesuai dengan keyakinannya. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa orang yang terlanjur dengan hoaks tidak akan mempercayai fakta sesuai data. Yang bisa kita lakukan adalah ketika diskusi usahakan tidak ada emosi di dalamnya, lalu tidak menyerang dalam berdiskusi, serta mendengarkan dengan baik berusaha memahami argumen yang disampaikan dan tetap menghormati,” jawab Indri.

Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kabupaten Serang. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui akun Instagram @siberkreasi.dkibanten.

Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, mengingat program literasi digital ini hanya akan sukses mencapai target 12,5 juta partisipan jika turut didukung oleh semua pihak yang terlibat. [*]