Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) siap mempermudah perizinan berusaha bagi para investor yang ingin membuka usaha di Indonesia. Kemudahan itu antara lain dengan diluncurkannya online single submission risk based approach (OSS-RBA) atau OSS Berbasis Risiko secara resmi oleh Presiden Joko Widodo pada tanggal 9 Agustus 2021.

OSS Berbasis Risiko ini akan menggantikan sistem OSS yang lama. Perubahan ini juga menjadi amanat dari UU Cipta Kerja (UUCK) yang disusun menggunakan metode omnibus law. Sebanyak 79 UU yang ada sudah disederhanakan menjadi 186 pasal dan 15 bab dalam UUCK. Setidaknya, ada 16 sektor dan 11 kluster yang diatur oleh UUCK.

Apa itu OSS Berbasis Risiko?

OSS Berbasis Risiko adalah perizinan berusaha yang diberikan kepada pelaku usaha dengan penilaian berdasarkan tingkat risiko kegiatan usaha. OSS Berbasis Risiko sudah diatur dalam ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 tentang penyelenggaraan perizinan berusaha berbasis risiko.

Risiko di sini tidak hanya bicara soal tingkat bahaya, tetapi juga potensi terjadinya bahaya dan peringkat skala usaha kegiatan usaha. Berdasarkan hal tersebut, terdapat empat klasifikasi risiko kegiatan usaha yaitu kegiatan usaha risiko rendah, kegiatan usaha risiko menengah rendah, kegiatan usaha risiko menengah tinggi, dan kegiatan usaha risiko tinggi. Sementara itu, skala usaha terbagi menjadi usaha mikro, kecil, menengah dan besar.

Penilaian ini sudah sesuai dengan Pasal 6 UUCK dan Pasal 7 Ayat 1 dan 7 UUCK. Keduanya berbicara soal perizinan berusaha berbasis risiko. Dari situ, syarat untuk pengajuan izinnya akan berbeda-beda. Bila sebelumnya, izin diberlakukan bagi semua kegiatan usaha tanpa melihat tingkat risiko, maka sekarang izin hanya diperlukan bagi kegiatan usaha dengan risiko tinggi. Kegiatan usaha rendah dan menengah (rendah dan tinggi) cukup memerlukan Nomor Induk Berusaha (NIB) dan Sertifikat Standar. Ini tentu memudahkan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang mayoritas tingkat risikonya termasuk kategori risiko rendah dan menengah.

Sistem OSS Berbasis Risiko ini juga akan menyederhanakan dan mengintegrasikan sejumlah UU yang sebelumnya terpisah di berbagai kementerian. OSS akan terintegrasi di antaranya dengan AMDALNET di KLHK (2 UU, 36 pasal), SIMBG di PUPR (2 UU, 48 pasal), dan GISTARU di ATR/BPN serta SIHANDAL di KKP (4 UU, 51 pasal).

Perizinan berusaha di daerah

OSS Berbasis Risiko ini wajib digunakan oleh pelaku usaha, Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah, Administrator Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), dan Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas Pelabuhan Bebas (KPBPB). Jadi, sistem ini tidak hanya untuk pengajuan izin berusaha di pusat, tetapi juga di daerah. Oleh karena itu, pemerintah daerah wajib menggunakan OSS ini dalam pelayanan perizinan berusaha.

Dari sini, pemerintah daerah dapat mengembangkan sistem internal sebagai pendukung dalam melakukan verifikasi perizinan berusaha. Misalnya, pemenuhan persyaratan atau pembayaran retribusi daerah sesuai standar yang sudah ditetapkan pemerintah pusat.

Dalam pelayanan perizinan berusaha, gubernur atau bupati/wali kota mendelegasikan kewenangan penyelenggaraan perizinan berusaha kepada Kepala DPMPTSP provinsi atau kabupaten kota. Jadi, kepala DPMPTSP provinsi sebagai koordinator pengawasan terintegrasi untuk kewenangan provinsi. Sementara itu, kepala DPMPTSP kabupaten/kota untuk kewenangan kabupaten/kota.

Melalui PP Nomor 7 Tahun 2021, pemerintah juga telah mengubah kriteria UMKM berdasarkan modal. Hal ini berguna untuk memperluas basis pembinaan dan pemberdayaan UMKM.

Kementerian Investasi/BKPM juga fokus meningkatkan daya saing UMKM salah satunya dengan perizinan berusaha selain memberikan insentif kepada K-UMKM. Selain itu, Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 49 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Perpres Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal telah mengatur kewajiban kemitraan dengan UMKM bagi usaha besar.

Agar UMKM bisa terus tumbuh dan berdaya saing, pemerintah pusat dan daerah telah memberikan juga kemudahan dan dukungan. UMKM akan mendapatkan kemudahan legalitas seperti NIB sebagai perizinan tunggal dan pembinaan pemenuhan standar produk dan sertifikat halal.

UMKM juga akan difasilitasi dengan kemudahan produksi dan pembiayaan. Pemerintah telah membebaskan biaya perizinan bagi UMK, kemudahan pembiayaan dan permodalan, serta kemudahan penyediaan bahan baku dan proses produksi.

Lalu yang terakhir, kemudahan pemasaran dan pasca produksi. Pemerintah telah mengatur agar selalu ada alokasi 30 persen dari lahan komersial, tempat perbelanjaan maupun infrastruktur publik untuk UMK. Selain itu, minimal 40 persen pengadaan barang/jasa pemerintah berasal dari produk UMK.

 

Artikel ini terbit di Harian Kompas edisi 16 Agustus 2021.