Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) bersama Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (Badan Bahasa) meluncurkan program Merdeka Belajar episode ke-23 bertajuk “Buku Bacaan Bermutu untuk Literasi Indonesia”, Senin (27/3/2023). Program tersebut berfokus pada pengiriman buku bacaan bermutu untuk jenjang pendidikan anak usia dini (PAUD) dan sekolah dasar (SD) yang disertai dengan pelatihan bagi guru.
Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Anwar Makarim mengatakan, terobosan Merdeka Belajar Episode ke-23 diluncurkan untuk menjawab tantangan minimnya kemampuan literasi anak-anak Indonesia akibat rendahnya kebiasaan membaca sejak dini.
“Penyebab rendahnya kebiasaan membaca adalah masih kurang atau belum tersedianya buku bacaan yang menarik minat peserta didik,” kata Mendikbudristek di Jakarta.
Nadiem menjelaskan, program pengiriman buku ke sekolah bukan kebijakan yang baru dilakukan Kemendikbudristek. Kali ini, Kemendikbudristek menghadirkan terobosan untuk sejumlah hal, mulai dari jumlah eksemplar, jumlah judul buku, jenis buku yang dikirimkan, pendekatan yang dilakukan dalam mendistribusikan buku, sampai pemilihan sekolah yang menjadi penerima buku.
Pada 2022, Kemendikbudristek menyediakan lebih dari 15 juta eksemplar buku bacaan bermutu disertai pelatihan dan pendampingan untuk lebih dari 20 ribu PAUD dan SD yang paling membutuhkan di Indonesia.
“Ini adalah program pengiriman buku dengan jumlah buku dan jumlah penerima yang terbesar sepanjang sejarah Kemendikbudristek. Dan, yang paling penting adalah bagaimana kami saat ini menyediakan pelatihan dan pendampingan untuk membantu sekolah memanfaatkan buku-buku yang diterima,” ujar Nadiem.
Kemendikbudristek menghadirkan Buku Bacaan Bermutu untuk meningkatkan minat baca dan kemampuan peserta didik agar mencapai sumber daya manusia yang unggul pada masa depan. Dengan pelatihan yang diberikan, Nadiem berharap guru-guru dan pustakawan sekolah bisa benar-benar memahami kegunaan dan kebermanfaatan buku yang diterima sehingga tidak akan ada buku yang menumpuk di perpustakaan karena tidak dimanfaatkan.
Nadiem mengungkapkan, terobosan dalam program pengiriman buku ini dirancang berdasarkan situasi di lapangan yang harus segera ditangani. Berdasarkan hasil Asesmen Nasional (AN) tahun 2021, Indonesia saat ini sedang mengalami darurat literasi, yakni satu dari dua peserta didik jenjang SD sampai SMA belum mencapai kompetensi minimum literasi.
“Hasil tersebut konsisten dengan hasil Programme for International Student Assessment (PISA) selama 20 tahun terakhir yang menunjukkan bahwa skor literasi anak-anak Indonesia masih rendah dan belum meningkat secara signifikan. Kemampuan literasi peserta didik Indonesia masih berada di bawah rata-rata kemampuan literasi peserta didik di negara-negara Organization for Economic Cooperation and Development (OECD),” imbuh Mendikbudristek.
Selain itu, fakta lain yang ditunjukkan dari hasil AN adalah terdapat kesenjangan pada kompetensi literasi. Diungkapkan Mendikbudristek, masih cukup banyak sekolah, terutama yang berada di kawasan 3T dengan peringkat literasi dan numerasi berada pada level satu atau sangat rendah.
“Sekolah-sekolah yang berada di level satu dan di daerah terluar, tertinggal, dan terdepan (3T) ini membutuhkan intervensi khusus sehingga kami menjadikannya sebagai satuan pendidikan penerima buku bacaan bermutu pada program pengiriman buku ini,” terang Mendikbudristek.
Menurut penelitian yang dilakukan dengan responden siswa kelas 1-3 SD, pelatihan yang menyertai pengiriman buku bacaan meningkatkan nilai literasi siswa sebanyak 8 persen pada kemampuan membaca dan 9 persen pada kemampuan mendengar. Lebih dari itu, salah satu fokus utama dalam meningkatkan literasi adalah pemilahan buku yang tepat.
“Buku bacaan yang kami kirimkan ke sekolah melalui program ini terdiri atas buku-buku yang berperan sebagai jendela, pintu geser, dan cermin bagi pembaca anak,” ungkap Nadiem.
Ia memaparkan, pada peran sebagai jendela, buku membantu pembaca melihat pengalaman baru yang berbeda dari kehidupannya melalui kejadian yang dialami oleh tokoh cerita. Sementara itu, dalam perannya sebagai pintu geser, buku membawa pembaca untuk berimajinasi mengeksplorasi dunia baru melalui ilustrasi dan cerita fantasi.
Kemudian, buku berperan sebagai cermin, yaitu buku memberikan kesempatan untuk merefleksikan pengalaman hidupnya sendiri melalui cerita dalam buku. melihat konteks yang sudah dikenal anak di dalam buku. Hal ini mendukung peningkatan daya pikir kritis anak dengan melakukan refleksi atas hal-hal yang ada di sekitarnya.
Terobosan Merdeka Belajar episode ke-23 diluncurkan untuk melengkapi tiga terobosan Merdeka Belajar yang telah hadir sebelumnya dan berfokus pada peningkatan literasi peserta didik. Pertama, program Kampus Mengajar yang menjadi bagian dari Kampus Merdeka sebagai Merdeka Belajar episode ke-2.
Mahasiswa yang menjadi peserta program Kampus Mengajar dikirim ke sekolah-sekolah di daerah untuk membantu peningkatan kemampuan literasi dan numerasi peserta didik. Sejak diluncurkan pada 2020, saat ini sudah ada lebih dari 90 ribu mahasiswa peserta program Kampus Mengajar yang membantu lebih dari 20 ribu sekolah.
Kedua, Organisasi Penggerak yang diluncurkan sebagai Merdeka Belajar episode ke-4. Melalui program ini, 156 lembaga dan organisasi yang bergerak di bidang pendidikan telah mendampingi sekolah untuk mengembangkan penguatan literasi.
Ketiga, Kurikulum Merdeka sebagai Merdeka Belajar episode ke-15 yang memberikan keleluasaan yang jauh lebih besar bagi guru untuk memanfaatkan buku-buku bacaan sehingga pembelajaran menjadi lebih menyenangkan.
Seperti terobosan Merdeka Belajar lainnya, program Buku Bacaan Bermutu untuk Literasi Indonesia adalah hasil kolaborasi berbagai unit utama di Kemendikbudristek, antara lain Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa; Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP); Direktorat Jenderal PAUD, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah (Ditjen PAUD Dikdasmen); dan Direktorat Guru dan Tenaga Kependidikan (Ditjen GTK).
Merdeka Belajar Episode ke-23 mendapat apresiasi dari pimpinan pemerintahan. Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mendukung penyediaan buku bacaan bermutu yang dilakukan Kemendikbudristek.
“Ini merupakan bagian penting dalam upaya menumbuhkan budi pekerti, saya mendukung program Merdeka Belajar Episode ke-23,” ujar Tito.
Selain itu, Kepala Perpustakaan Nasional Muhammad Syarif Bando juga mendukung kebijakan Merdeka Belajar Episode ke-23. “Program ini sangat mulia dan bagus karena akan melibatkan perpustakaan-perpustakaan di sekolah guna mempercepat terwujudnya kualitas sumber daya manusia (SDM) sesuai dalam RPJM.”
Membaca adalah kebutuhan
Nadiem juga berpendapat, budaya membaca tumbuh dari kemerdekaan anak-anak dalam memilih buku yang menyenangkan dan sesuai minatnya. Oleh karena itu, membaca buku bukanlah sebuah kewajiban, melainkan kebutuhan. Literasi, kata Nadiem, tidak sekadar membaca, tetapi juga kemampuan memahami dan menalar.
Mendikbudristek juga mengungkapkan tiga pilar utama yang menjadi acuan dalam implementasi kebijakan Merdeka Belajar episode ke-23. Pertama, pemilihan dan perjenjangan. Kedua, cetak dan distribusi. Ketiga, pelatihan dan pendampingan.
Pada pilar pemilihan dan perjenjangan, Kemendikbudristek memilih buku berdasarkan kriteria buku bacaan bermutu, yaitu buku yang sesuai dengan minat dan kemampuan baca anak. Kemudian, terpilihlah 716 judul buku dari pelatihan penulis/ilustrator lokal, terjemahan bahasa daerah ke bahasa Indonesia dan bahasa asing ke bahasa Indonesia, serta modul literasi numerasi siswa kelas 1-6 SD.
Sedangkan pada pilar cetak dan distribusi, Kemendikbudristek menyediakan dan mendistribusikan sebanyak 716 judul buku bacaan bermutu dengan total 15.356.486 eksemplar ke daerah 3T yang terdiri atas 5.963 PAUD dan 14.595 SD, serta daerah lainnya yang memiliki nilai kompetensi literasi/numerasi tergolong rendah.
Adapun pada pilar pelatihan dan pendampingan, Nadiem mengatakan, kunci keberhasilan penggunaan buku bacaan terletak pada kemampuan kepala sekolah, guru, dan pustakawan dalam mengelola buku bacaan dan memanfaatkan buku bacaan untuk meningkatkan minat baca dan kemampuan literasi siswa.
“Pelatihan dilakukan secara berjenjang mulai dari pelatihan tingkat nasional, regional, dan kabupaten pada 2022 dan tingkat sekolah pada 2023. Materi-materi pelatihan dapat diakses secara mandiri oleh kepala sekolah dan guru melalui Platform Merdeka Mengajar (PMM),” imbuhnya.
Wujud nyata dari praktik pemanfaatan buku bacaan bermutu di sekolah terlihat dari SD Tefila Rote-Ndao, NTT, yang memanfaatkan buku untuk kegiatan membaca mandiri, SDN 7 Kesiman Denpasar yang mengoptimalkan proyektor dan platform digital untuk menggantikan big book, dan SDK Kalam Kudus, Merauke, dengan memaksimalkan rak-rak yang ada untuk memajang buku sesuai jenjangnya.
Selain sekolah, Dharma Wanita Persatuan juga turut berpartisipasi melalui Kampanye Gerakan Keluarga Cerdas Membaca, Kampanye Gemar Membaca, dan Penyediaan/Pemanfaatan Taman Baca dalam mendukung gerakan literasi dan penyediaan buku bacaan.
Program pengiriman buku bacaan bermutu ini tentunya diprioritaskan untuk sekolah-sekolah yang sangat membutuhkan, terutama di daerah dengan tingakt literasi masih rendah. Untuk itu, daerah dengan tingkat literasi kategori tinggi, dibutuhkan peran kepala daerah untuk mengalokasikan dana guna menyediakan buku-buku bacaan berkualitas ini.
Bagi sekolah non-penerima buku bacaan juga dapat mengakses modul pelatihan literasi pada platform Merdeka Mengajar (PMM), memanfaatkan platform digital untuk mengakses buku bacaan bermutu, mengembangkan koleksi buku dengan menggunakan dana BOS, dan mulai membiasakan membaca buku setiap hari.
“Dana BOS, saya tegaskan boleh untuk membeli buku bacaan di luar buku-buku kurikulum,” tegas Nadiem.
Via Watna Legimakani, guru UPTS SDN 35 Iyameli Kabupaten Alor, NTT, menggambarkan antusiasme para guru dan murid di sekolahnya saat kedatangan buku bacaan bermutu ini. “Ada 540 judul buku dan 1.600 lebih eksemplar yang dari gambarnya saja langsung menarik perhatian para guru dan murid. Khususnya siswa kelas rendah yang mendapat pemahaman dari gambar-gambar menarik, padahal itu tentang berhitung sederhana.”
Senada, Maulana H Saifudin, guru SDN 35 Krui, Pesisir Barat, Lampung, mengatakan, dulu pernah mendapat bantuan buku, tetapi kurang relevan untuk anak-anak karena hanya berisi tulisan saja. “Sekarang (melalui Buku Bacaan Bermutu dari Kemendikbudristek), buku-buku langsung ditata di perpustakaan dan banyak dipinjam anak-anak. Juga ada pelatihan pada Oktober lalu sehingga kami tahu cara mengelola buku.”
Begitu pun dengan situasi di SDN Lirung, Kabupaten Talaud, Sulawesi Utara, yang dikisahkan oleh Pelma Petonengan. “Setelah menerima buku, rombongan guru dan siswa langsung ke kantor untuk melihat buku-buku. Ada dua jenis buku, yang diberi level dan tidak memiliki level sehingga kami (para guru) langsung memisahkannya. Respons dari anak-anak langsung ingin meminjam dan mengatakan bahwa bukunya bagus-bagus.”
Pada kesempatan ini, Bupati Lombok Utara, NTB, Najmul Akhyar, mengaku, bantuan buku lebih dari 134 ribu eksemplar dari Kemendikbudristek untuk 80 SD di Lombok Utara bisa dimanfaatkan untuk mendukung pembangunan SDM di Lombok Utara.
Sementara, Bupati Kepulauan Anambas, Provinsi Kepulauan Riau, Abdul Haris, mengatakan, “Anak-anak harus dibiasakan membaca buku. Kami mengajak orangtua dan tenaga pendidik untuk membiasakan anak-anak membaca dan menikmati membaca, baik di sekolah maupun di rumah.”
Ke depan, program ini diharapkan bisa terus direspons dengan baik oleh sekolah-sekolah penerima buku agar lahir lingkungan gembira membaca bagi siswa dan guru di sekolah. Termasuk mendorong keterlibatan orangtua dalam mendukung literasi kepada anaknya. [*/SITI ZAHWA HUMAIRA]