Kaya rasa, kaya rempah, dan kaya cerita. Ibarat kotak pandora, dunia gastronomi Indonesia terdiri atas lapisan demi lapisan yang selalu memberi kejutan. Sensasi ini pun mengantarkan banyak orang melangkahkan kaki hingga ribuan kilometer. Berkelana dari tempat ke tempat lain demi mencicipi rasa otentik.

Setiap wilayah di Indonesia menampilkan karakteristik berbeda. Masakan khas Jawa Tengah, misalnya, yang identik dengan rasa manis. Sementara itu, masakan khas Sumatera Barat terkenal pedas dengan paduan santan yang bisa ditemui di berbagai menu. Namun, punya rasa pedas berbeda dengan hidangan khas dari Sulawesi Utara, yang juga tak segan-segan menggunakan cabai dalam jumlah banyak di setiap racikannya. Dan seterusnya. Karena sejatinya setiap masakan merefleksikan perjalanan hidup masyarakat yang mendiami sebuah wilayah, yang mengandung nilai sejarah dan budaya.

Seiring gaya hidup modern, makanan Indonesia pun ikut berevolusi. “Menurut saya, makanan Indonesia sekarang sudah semakin maju dan malah banyak yang menciptakan makanan Indonesia bercampur Barat, baik dari penggunaan nama makanannya maupun dari segi rasa. Tidak ada salahnya sih, berinovasi memang selalu ada yang seperti ini. Asal makanan tradisional Indonesia jangan sampai punah,” tambah Maxy Lindy, yang sehari-hari berprofesi sebagai model, investor, dan realtor di Jakarta ini. “Kita harus tetap melestarikan makanan tradisional Indonesia. Seorang Indonesia, walaupun sudah melanglang buana ke mancanegara, tetep aja kangen dengan makanan tradisional Indonesia.”

Tentu, setiap orang punya selera tersendiri. Jika Maxy senang mengeksplorasi rasa kuliner Eropa dan Indonesia saat wisata kuliner, teman-teman dalam perkumpulannya seperti Amita Puspa Ardani dan Ghania Harsono lebih menyukai mengulik ragam kudapan yang manis. Lain pula halnya dengan Dona Siregar yang selalu mencari makanan pedas seperti khas Manado.

Agenda wajib

Wisata kuliner pun kini menjadi agenda wajib tiap menyambangi tempat baru. “Kalau sedang pergi ke suatu daerah atau kunjungan ke negara-negara lain, pastinya nomor satu adalah wisata kuliner. Icip-icip makanan atau minuman khas tempat tersebut. Yang utama menuju tempat yang populer untuk makanan atau minuman itu,” tutur Amita. Penyuka hidangan penutup yang manis ini tak luput menyempatkan diri mencicipi kopi dari setiap daerah. “Karena kopi di setiap tempat punya rasa berbeda dan mempunyai ciri khas tersendiri.”

Makanan khas dari setiap daerah itu pun berkelana menuju daerah-daerah lain demi menjawab kerinduan penggemarnya, tanpa harus bepergian jauh-jauh dari kediamannya. Beruntung, Jakarta, sebagai ibu kota, menjadi tempat peleburan suku budaya masyarakat Indonesia. Mereka datang ke Ibu Kota dengan membawa karakter budaya masing-masing, termasuk kekayaan kuliner yang menyertainya. Ragam makanan khas itu bisa ditemui dengan mudah. Salah satunya di pusat perbelanjaan.

Konsultan kecantikan Priscilla Yong termasuk yang menjadikan mal sebagai salah satu tempat berwisata kuliner, terlepas dari saat berlibur. Siang itu, Rabu (9/8), Priscilla bersama Amita, Ghania Maxy, Dona, dan Mandaika, yang tak lain teman-teman arisan dalam perkumpulan sosialita Jakarta, sengaja datang ke Mal Ciputra, Jakarta Barat, demi melepas rindu pada beragam menu legendaris khas Nusantara.

Ada lebih dari 90 stan makanan dan 19 jenis soto khas Nusantara yang hadir dalam gelaran acara Kampoeng Legenda. Bukan hanya menjajal menu makanan khas dari berbagai wilayah Indonesia, Kampoeng Legenda juga menjadi ajang bernostalgia dengan menu-menu andalan dari rumah makan atau kedai yang sudah eksis selama puluhan tahun.

Tidak sedikit di antaranya, makanan-makanan khas Nusantara yang mulai jarang ditemui, terlebih di kota besar. “Iya, sekarang masakan khas daerah semakin jarang ditemukan bahkan ada yang belum mengenalnya. Banyak faktor penyebabnya, salah satunya bahan bumbunya yang sulit ditemukan dan promosi kuliner yang belum maksimal. Jika terus dibiarkan, (bukan tidak mungkin) lambat laun kuliner tradisional bisa punah,” Dona mengungkapkan kegelisahannya.

Senada dengan Dona, Ghania menekankan pentingnya melestarikan kuliner tradisional sebagai bagian dari kebudayaan Indonesia. “Indonesia dikenal dengan rempah-rempahnya yang sangat berkualitas hingga menjadi rebutan dari berbagai negara. Jangan sampai keunggulan ini disia-siakan atau bahkan ditinggalkan.” [ADT]

Kampoeng Legenda di Mal Ciputra Jakarta

Lebih dari 90 stan makanan dengan 19 jenis soto khas Nusantara hadir dalam Kampoeng Legenda, yang dihelat Mal Ciputra Jakarta pada 9–20 Agustus 2017. Menjadi bagian dari kegiatan menyambut peringatan ke-72 hari kemerdekaan Indonesia, Kampoeng Legenda menjadi etalase kekayaan kuliner Nusantara yang legendaris.

Terletak di area Center Court, lower ground timur dan utara Mal Ciputra Jakarta, ajang yang menampilkan ragam jajanan dan santapan khas Nusantara ini menjadi salah satu cara melestarikan budaya Indonesia. Mal Ciputra Jakarta rutin menggelarnya untuk juga memperkenalkannya pada generasi muda.

“Kampoeng Legenda kami hadirkan guna memenuhi kerinduan para pencinta kuliner legendaris Nusantara sekaligus menjaga dan melestarikannya di tengah gempuran makanan asing yang semakin berkembang. Selama dua pekan, para pengunjung tidak perlu ke tempat asalnya untuk mendapatkan makanan-makanan legendaris impian, cukup ajak keluarga berkunjung ke Mal Ciputra Jakarta untuk bernostalgia sekaligus menikmati lebih dari 90 stan makanan legendaris serta 19 jenis soto khas Nusantara,” ujar Direktur Mal Ciputra Jakarta Rusly Agus Aryanto.

Pencinta masakan Betawi bisa mencicipi menu gabus pucung, kerak telor, nasi uduk, soto betawi, dan asinan betawi. Ada pula menu nasi padang, nasi kapau, martabak kubang, rendang, dan bubur kampiun yang khas dari Sumatera Barat. Selain rasa masakan khas dari setiap wilayah Indonesia, hadir ragam makanan yang disajikan dengan cara unik.

Salah satunya, Nasi Uduk Haji Yoyo yang berdiri sejak 1970. Nasi uduknya dimasak dengan menggunakan kayu bakar dengan tekstur nasi uduk yang tidak berlemak dan ditemani sambal kacang buatannya yang termasyhur. Ada pula Bebek Sinjay dari Madura, menyajikan bebek yang diolah dengan kaya rempah dan ditemani sambal irisan mangga muda dan cabai merah super pedas. Uniknya lagi, Bebek Sinjay hanya menggunakan bebek yang berasal dari daerah Bangkalan, Madura.

Lain lagi dengan rumah makan Heng Mien Tinoor Manado, yang terletak di puncak pegunungan Tomohon, Manado, dan masyhur sejak 1950. Menu andalannya antara lain sate ayam, sate ragey, ayam rica, tinorangsak, sayur pahit, sayur acar, bia renga, dan ayam kari.

Kuliner legendaris lain yang bisa ditemui, antara lain Toko Oen Semarang, mangut ikan manyung Bu Fat Semarang, itik lado mudo Ngarai Binuang, sambal Bu Rudy Surabaya, gabus pucung Syamsudin Combo, ayam goreng Warung Doyong, kupat tahu gempol Bandung, nasi kapau Bukit Tinggi Kramat Soka, soto AHRI Bandung, es kopi Tak Kie, nasi jamblang Mang Dul Cirebon, dan tengkleng klewer Bu Edi. [*]

Foto-foto Iklan Kompas/ E. Siagian.

Artikel ini terbit di Harian Kompas edisi 10 Agustus 2017