Selama diterapkannya work from home akibat pandemi, pelecehan seksual terjadi pada lintas platform komunikasi. Sebanyak 78 persen korban pernah mengalami pelecehan di 2 hingga 7 macam media teknologi komunikasi sekaligus. Frekuensi terbanyak terjadi di aplikasi messaging seperti WhatsApp dan Line (90 persen) dan aplikasi video conference seperti Zoom, Meet, Skype (75 persen). 

Media sosial pun, yang merupakan platform pribadi, tak kebal dari pelecehan seksual. Kita sebagai pengguna media digital yang aktif menggunakan media sosial harus ketahui cara untuk hindari cara menjadi korban maupun pelaku dari pelecehan seksual online

Menyikapi hal itu, Kominfo bekerja sama dengan Jaringan Pegiat Literasi Digital (Japelidi) dan Siberkreasi Gerakan Nasional Literasi Digital menggelar webinar dengan tajuk “Cegah dan Tangkal Bahaya Pornografi dan Pelecehan Seksual di Internet”. Webinar yang digelar pada Rabu, 17 November 2021, diikuti oleh sejumlah peserta secara daring. 

Dalam forum tersebut hadir Nia Sarinastiti (Accenture Development Partnerships Lead Indonesia dan Dosen Senior Ilmu Komunikasi Unika Atmajaya), Arfian (Dosen dan Konsultan SDM), Septa Dinata (Peneliti Paramadina Public Policy Institute), Delly Maulana (Dosen Universitas Serang Raya, IAPA), dan Shafinaz Nachiar (News Anchor RCTI) selaku narasumber. 

Dalam pemaparannya, Nia Sarinastiti menyampaikan bahwa mengenai cegah dan tangkal bahaya pornografi dan pelecehan seksual di internet, terkait kekerasan seksual online di Indonesia, dari mana munculnya kekerasan atau pelecehan sosial itu? Mayoritas pelecehan online terjadi di media sosial, mengingat berapa banyak waktu yang dihabiskan sebagian besar pengguna di platform-platform tersebut. 

Jaringan sosial yang luas sering dikombinasikan dengan anonimitas, mengarah pada kenyataan di mana segala sesuatu yang kamu posting, tweet, atau bagikan, membuat kamu berpotensi untuk menjadi sasaran penyalahgunaannya. Dampak yang terjadi setelah mengalami pelecehan seksual, korban pasti diselimuti perasaan negatif, seperti marah dan merasa tidak nyaman, malu dan menjadi tidak percaya diri, gelisah, stres hingga depresi, dan bahkan terpikir untuk bunuh diri. 

“Perusahaan dan tempat kerja pun perlu menciptakan rasa aman dari pelecehan seksual online seperti kebijakan dan sanksi tegas untuk pelaku, menerapkan mekanisme pelaporan khusus pelecehan seksual yang imparsial, aman dan konfidensial, membangun tim khusus yang terlatih dan pro terhadap kebutuhan korban, dan edukasi risiko dan bentuk pelecehan seksual,” terangnya.

Shafinaz Nachiar selaku narasumber Key Opinion Leader juga menyampaikan bahwa di bidang pekerjaannya, perkembangan teknologi sangat membantu. Apalagi untuk bidang berita yang terkadang menggunakan media-media yang sudah viral untuk bisa dikonfirmasi dalam pemberitaan. Hanya saja menurutnya memang negatifnya adalah sudah jarang orang yang update berita lewat koran atau lewat TV. Hal ini menyebabkan mereka akhirnya menelan mentah-mentah berita-berita yang ada di media sosial. 

Dengan adanya literasi digital, diharapkan kita bisa turut berkembang bersama dengan teknologi dan tetap menjadi pribadi yang cerdas dan tidak terlalu konsumtif dengan apapun yang diterima di media sosial, karena belum tentu benar. Terkadang dalam berita di TV atau koran saja bisa salah, apalagi melalui media sosial di mana orang yang menyebarkannya belum tentu kredibel dan belum mengerti tata caranya.

Salah satu peserta bernama Mega Syafitri menyampaikan, “Bagaimanakah agar anak laki-laki kita bijak menggunakan media sosial dan tidak mudah terbawa pergaulan yang kurang baik sehingga berpotensi menjadi pelaku kejahatan terhadap kaum perempuan?”

Pertanyaan tersebut dijawab Arfian. Sebagai yang lebih dewasa dan memiliki pengetahuan yang lebih, ajarkan bahwa menanggapi suatu hal di dunia digital itu yang pasti harus secara bijak dan rasional sebelum kita mempercayainya dan bahkan menyebarkannya kembali. Harus dilihat kembali hal-hal yang baiknya saja. 

“Cara mengedukasi seorang anak agar tidak terpengaruh konten pornografi adalah ajarkan secara mendalam bahaya dari konten-konten tersebut. Khususnya jika dia anak perempuan, berikan pemahaman tentang pelajaran agama, bahwa jika terpengaruh konten pornografi akan berdosa, dan bisa memberikan kesibukan lain untuk anak dari orangtua seperti berolahraga, ikuti kursus-kursus, dan lain sebagainya,” jawabnya.

Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kota Jakarta Utara. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui akun Instagram @siberkreasi.dkibanten dan @siberkreasi.

Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, mengingat program literasi digital ini hanya akan sukses mencapai target 12,5 juta partisipan jika turut didukung oleh semua pihak yang terlibat. [*]