Tak dapat dimungkiri, perkembangan dunia digital telah menyasar ke segala sisi kehidupan. Saat ini, rasanya hampir tidak ada sisi kehidupan manusia yang tidak terpengaruh proses digitalisasi.

Namun, masih banyak pengguna internet yang hanya mampu menerima informasi tanpa kemampuan memahami dan mengolah informasi tersebut secara baik, sehingga masih banyak masyarakat terpapar oleh informasi yang tidak benar.

Menyikapi hal itu, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menggelar seri webinar literasi digital #MakinCakapDigital dengan tema “Bersama Kita Cegah Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak”. Webinar yang digelar pada Rabu, 6 Oktober 2021 di Tangerang Selatan, diikuti oleh puluhan peserta secara daring.

Webinar ini mengundang narasumber dari berbagai bidang keahlian dan profesi, yakni Dewi Rahmawati MKom (Peneliti dan Pengasuh tarbiyahislamiyah.id), Samsudin (Pengawas Sekolah Dasar Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Tangerang Selatan), Ade Virga Dwisaputro NS (Sekretaris Puspaga Ceria Kota Tangerang Selatan), dan Mustaghfiroh Rahayu PhD (Dosen Sosiologi Universitas Gadjah Mada).

Dewi Rahmawati membuka webinar dengan mengatakan, digital skill adalah kemampuan individu dalam mengetahui, memahami, dan menggunakan perangkat keras dan piranti lunak TIK serta sistem operasi digital.

“Mengenai kekerasan berbasis gender online (KGBO), tindakan ini dilakukan oleh oknum yang punya niat atau motif tertentu, untuk melecehkan dan merugikan korban berdasarkan gender atau seksual, baik secara fisik maupun psikis,” jelasnya.

Menurutnya, KBGO bisa terjadi pada siapa saja, dan dilakukan oleh siapa saja, termasuk orang-orang terdekat seperti teman dan pacar. Jenis kekerasan seksual terbanyak di ranah ini adalah ancaman penyebaran foto/video porno atau revenge porn.

Ade Virga menambahkan, grooming adalah upaya untuk membangun hubungan, kepercayaan, dan ikatan emosional sehingga mereka dapat memanipulasi atau mengeksploitasi, bahkan melecehkan korban (karena korban merasa berhutang budi dan terikat).

“Upaya untuk mencegah misalnya dengan memberi pemahaman sejak dini bahwa perempuan dan anak punya hak atas tubuhnya, dan orang lain—bahkan orangtua sekalipun—tidak bisa menyentuh apalagi meraba badan mereka tanpa izin. Siapapun boleh menolak hal-hal yang membuatnya tidak nyaman,” jelasnya.

Menurut Ade, perempuan dan anak-anak rentan terkena kejahatan grooming oleh orang dewasa dengan dalih pacaran atau ungkapan kasih sayang. Maka, penting untuk menjadi perhatian orangtua tentang budaya digital.

Jadilah orangtua yang cerdas, yang tidak mudah terpengaruh dengan budaya luar dan tren masa kini, yang tidak sesuai dengan nilai-nilai agama dan Pancasila. Perbanyak ilmu agama agar dapat mendidik anak dengan baik sesuai dengan tuntunan agama sehingga tidak mudah terpengaruh dari budaya yang buruk. Selamatkan dampak buruk perubahan budaya di masyarakat dengan melakukan berbagai kegiatan positif bersama perempuan dan anak.

Sebagai pembicara terakhir, Mustaghfiroh Rahayu mengatakan, berbeda dengan identitas di dunia maya, identitas digital bukanlah suatu kesatuan karakteristik, akan tetapi gabungan beragam identitas parsial.

“Jadi, seseorang bisa membuat identitas yang berbeda di platform digital, bahkan meramu identitas digitalnya. Data pribadi adalah data atau informasi perseorangan yang disimpan, dikelola, dan dilindungi kerahasiaannya karena bersifat privat,” jelasnya.

Dalam sesi KOL, Ken Fahriza mengatakan, semakin mudahnya akses internet kita harus bisa memanfaatkan perkembangan itu untuk keuntungan diri kita. Jadi kita bisa dapat banyak ilmu dari sana, bisa mendapatkan income dari dunia digital.

“Jadi kita harus memanfaatkan perkembangan digital yang lebih baik lagi. Kita harus memilih informasi yang kita terima, kita harus membentengi diri kita dari kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak. Apalagi sekarang bukan hanya di dunia nyata, tetapi sudah merambah digital,” tuturnya.

Salah satu peserta bernama Ken Ayu menanyakan, bagaimana cara agar korban mau berterus terang atas yang mereka rasa dan alami? Bagaimana menghilangkan rasa trauma akibat kekerasan atau pelecehan?

“Caranya yaitu orangtua harus memberikan ungkapan rasa sayang dan optimistis kepada anak bahwa rasa sayang orangtua tidak akan berubah. Masalah apapun yang dialami anak selalu orangtua wajib untuk melindungi dan mengarahkan ke arah positif. Cara untuk menghilangkan trauma adalah dengan tidak menghakimi diri sendiri,” jawab Ade.

Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Tangerang Selatan. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui akun Instagram @siberkreasi.dkibanten.

Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, mengingat program literasi digital ini hanya akan sukses mencapai target 12,5 juta partisipan jika turut didukung oleh semua pihak yang terlibat. [*]