Tak dapat dimungkiri, perkembangan dunia digital telah menyasar ke segala sisi kehidupan. Saat ini, rasanya hampir tidak ada sisi kehidupan manusia yang tidak terpengaruh proses digitalisasi. 

Namun, masih banyak pengguna internet yang hanya mampu menerima informasi tanpa kemampuan memahami dan mengolah informasi tersebut secara baik, sehingga masih banyak masyarakat terpapar oleh informasi yang tidak benar.

Menyikapi hal itu, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menggelar seri webinar literasi digital #MakinCakapDigital dengan tema “Paham Batasan di Dunia Tanpa Batas: Kebebasan Berekspresi di Ruang Digital”. Webinar yang digelar pada Senin (18/10/2021) di Kota Tangerang, diikuti oleh puluhan peserta secara daring. 

Webinar ini mengundang narasumber dari berbagai bidang keahlian dan profesi, yakni Dr. Nia Sarinastiti, M.A – Accenture Devt Partnerships Lead Indonesia, Dosen Senior Ilmu Komunikasi UNIKA Atmajaya, Dr. Frida Kusumastuti – Dosen Univ. Muhammadiyah Malang, Rapin Mundiardja Kawiradji, SH. ACCS.S.Kom.CIP.CPL dan Yuli Setiyowati – Kaizen Room.

Kebebasan berekspresi

Tema yang dibahas oleh masing-masing narasumber meliputi digital skills, digital ethics, digital culture, dan digital safety. Dr. Nia Sarinastiti membuka webinar dengan mengatakan, kebebasan berekspresi adalah cara untuk pencarian kebenaran. 

“Kebebasan berekspresi ditempatkan sebagai kebebasan untuk mencari, menyebarluaskan dan menerima informasi serta kemudian memperbincangkannya, apakah mendukung atau mengkritiknya, sebagai sebuah proses untuk menghapus miskonsepsi kita atas fakta dan nilai,” tuturnya.

Menurutnya, kebebasan berekspresi merupakan salah satu syarat penting yang memungkinkan berlangsungnya demokrasi dan partisipasi publik dalam pembuatan keputusan-keputusan. 

“Kebebasan berekspresi juga merupakan prasyarat bagi perwujudan prinsip transparansi dan akuntabilitas yang pada akhirnya sangat esensial bagi kemajuan dan perlindungan hak asasi manusia. Kebebasan berekspresi juga menjadi pintu bagi dinikmatinya kebebasan berkumpul, berserikat, dan pelaksanaan hak untuk memilih,” katanya.

Rapin Mundiardja mengatakan, kenyataan sekarang kita tidak bisa terlepas dari teknologi. Terjadi perubahan kebiasaan kita dalam keseharian, dan interaksi menjadi lebih terbatas.

“Kebebasan berekspresi tanggung jawab manusia beradab. Kebebasan berekspresi di internet adalah ketika kita bisa bebas menyampaikan perasaan,opini, kritik, tanpa rasa takut dibully, diperkarakan, namun tetap menghargai hak dan kebebasan orang lain,” ujarnya.

Adapun literasi digital, membuat kita mampu berpikir kritis, kreatif, dan inovatif. Memecahkan masalah, berkomunikasi dengan lebih lancar, berkolaborasi dengan lebih banyak orang.

Global citizenship

Yuli Setiyowati turut menjelaskan, internet mendukung global citizenship di mana masyarakat di seluruh dunia dapat diatur menurut prinsip dan norma yang sama. Masyarakat Indonesia adalah bagian dari Asia yang lebih menganut sistem komunal dari pada prinsip individualistis negara barat.

“Meskipun negara dan komunitas internasional menjamin kebebasan berekspresi, penggunaan kebebasan berekspresi harus disikapi dengan bijaksana. Pengguna yang belum cermat dalam mengidentifikasi data pribadi yang dapat diunggah, sehingga timbul modus kejahatan yang memanfaatkannya,” katanya.

Dalam sesi KOL, Sony Ismail mengatakan, ruang digital itukan sangat membantu dan memudahkan sekali untuk membuat karya tanpa batasan. “Bahkan bisa ke koneksi ke seluruh dunia tapi, memang ada hal negatif seperti plagiarisme, hate speech, cyberbullying,” pesannya.

Menurutnya, ruang digital sama dunia asli itu sama jadi kita harus menghargai satu sama lain juga. Menjaga ekosistem ruang digital mulai dari hal kecil dari diri kita sendiri, kita ingin dikenal seperti apa kita harus memberikan contoh yang positif.

Dalam webinar ini, para partisipan yang hadir juga dipersilakan untuk mengutarakan pertanyaan dan tanggapan. Salah satu peserta bernama Tamy Fahira menanyakan, bagaimana jika kebebasan berekspresi seseorang dapat merugikan orang lain secara sepihak?

“Biasanya netizen sekarang itu cepat ya dapat informasi. Jadi sekalinya bohong saja pun netizen sudah menyerbu seperti itu jadi seperti sanksi sosial. Untuk menyikapinya ya kita abaikan saja karena informasi yang benar belum tentu bermanfaat untuk kita,” jawab Nia.

Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kota Tangerang. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui Instagram @siberkreasi.dkibanten dan @siberkreasi.

Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, terutama kepada Kominfo. Mengingat program literasi digital ini hanya akan berjalan dengan baik dan mencapai target 12,5 juta partisipan, jika turut didukung oleh semua pihak.