/CERITA
Oleh: Widi Mulia
Instagram: : @widimulia
Laju teknologi yang cepat, keterbukaan akses informasi, dan derap modernisasi yang mengikuti perubahan dalam era globalisasi tidak bisa ditepis. Hal ini adalah keuntungan, tapi juga kerap dianggap ancaman. Namun, jika kita hanya menganggapnya ancaman, kita tidak akan bisa “menang” dan menyisakan rasa takut. Saya justru melihatnya, apa yang bisa kita lakukan?
Penting untuk bisa berkompetisi di era globalisasi. Namun, perjalanan anak-anak hingga ke tahapan itu masih panjang. Yang paling utama adalah memenuhi kebutuhan paling dasar dari setiap anak. Yaitu bermain, memiliki hubungan yang dekat dengan orangtuanya, mengisi tabungan kasih sayang, dan mendampingi mereka dalam proses perkembangan emosionalnya.
Stimuli dan koneksi
Setiap anak sejatinya memiliki banyak potensi untuk menyerap apapun di sekelilingnya. Bermain, merupakan aktivitas penting dan hak dasar dalam proses tumbuh kembang anak. Dari sini, proses belajar pun berlangsung. Bermain musik atau berkesenian, misalnya, awalnya pun dari bermain yang kemudian bisa diasah. Selama proses bermain, anak tetap bisa menyerap nilai-nilai penting, seperti halnya bersikap konsisten terhadap peraturan yang sudah disepakati misalnya tidak berantakan dan tidak larut waktu bermain.
Setiap anak boleh jadi membutuhkan cara mendisiplinkan yang berbeda, tetapi yang utama bagi orangtua adalah memperlakukannya secara konsisten pada tiap individu. Jika ternyata peraturan yang diterapkan secara konsisten memberikan hasil baik, kita pun makin terpacu untuk terus bersikap konsisten ketika mendidik anak. Tentunya, tidak ada resep yang baku dan bisa diberlakukan persis sama pada setiap keluarga, tetapi adanya sikap konsisten membuat anak pun mampu menyerapnya dengan benar.
Selama proses tumbuh kembang anak, terlebih pada periode emas, yang paling penting adalah memahami kebutuhan perkembangannya. Kita harus selalu mendukung anak-anak dengan potensinya masing-masing. Caranya, dengan menjalin komunikasi dan menggali apa sih sejatinya yang membuat mereka senang?
Anak-anak pasti terus berkembang dari hari ke hari. Saat ini anak-anak saya terlihat mengikuti jejak ayah dan ibunya di bidang seni, tapi itu bukan berarti satu-satunya potensi mereka. Potensi ini yang harus kita cari terus, bekerja sama dengan gurunya di sekolah. Sekolah memang punya peran penting dalam proses tumbuh kembang anak. Namun, tentu saja, sekolah saja tidak cukup. Jika tidak ada konsistensi antara sistem pendidikan di rumah dan di sekolah, proses pembelajaran pada anak tidak akan berhasil. Saya selalu mencari tahu kisi-kisi pelajaran tahun ini apa saja karena kita kan perlu tahu apakah pas dengan yang kita ajarkan dengan anak di rumah.
Dalam hal ini, setiap orangtua memang dituntut untuk memiliki kepekaan dalam kebutuhan perkembangan anak. Tingkat kepekaan akan terasah bilamana hubungan orangtua dan anak dekat.
Lantas, bagaimana cara menjalin kedekatan hubungan dengan anak-anak? Yang kami terapkan adalah selalu menjalin komunikasi terbuka. Kami hampir tidak pernah berbohong sama anak-anak, untuk urusan apa pun. Semua serbatransparan. Kami berusaha menjadi versi terbaik dari diri kita sendiri dan konsisten akan hal ini. Dengan begitu, anak-anak pun memiliki tingkat kepercayaan tinggi pada orangtuanya. Mereka memahami, orangtuanya adalah pribadi yang jujur, selalu bisa diandalkan, dan selalu membawa integritas di mana pun berada.
Kebetulan, saya dan suami (Dwi Sasono, aktor) memiliki pekerjaan yang fleksibel untuk membawa anak. Jadi, potensi kami untuk berdekatan dengan anak besar sekali. Dengan demikian, secara tidak langsung, segala sesuatu yang kami lakukan atau katakan pun menjadi kaca bagi mereka.
Kedekatan hubungan ini menjadi proses mengisi tabungan kasih sayang dan perhatian pada anak-anak, serta memberi kesempatan anak-anak untuk belajar banyak hal, yang menjadi bagian untuk membangun integritas. Dengan begitu, anak-anak tidak merasa dipaksa menjadi orang yang bukan dirinya, selalu merasa diberi akses untuk memberi tahu perasaannya, akhirnya mereka tahu langkah-langkah apa yang harus dilakukan dalam sebuah situasi dengan tetap menjadi dirinya sendiri. Memiliki integritas inilah yang jadi pondasi menghadapi era globalisasi. Alih-alih menjadi produk atau korban dari segala perubahan yang terjadi di era globalisasi, anak-anak pun belajar bahwa segala kemudahan yang bisa dirasakan saat ini justru menjadi modal untuk berdaya dan bermanfaat bagi orang lain.
/CUTTING EDGE
Tanamkan Komunikasi Dua Arah yang Sehat
Instagram: : @rahneputri
Website: : www.rahneputri.com
Anak adalah harapan orangtua. Namun, bukan berarti orangtua bisa memaksakan kehendak pada sang anak. Biarkan anak tumbuh sesuai dengan keinginan dan potensi dalam dirinya. Anak pun membutuhkan kehadiran orangtua secara penuh. Hal ini yang membuat Rahne Putri—seorang digital & social media consultant—berusaha meluangkan waktu untuk Trah Kandara Biru, putranya yang usianya menjelang 3 tahun.
Meski sama-sama bekerja, Rahne dan sang suami berupaya setidaknya seminggu dua kali untuk benar-benar menyediakan waktu secara fulltime untuk Trah, panggilan akrab si buah hati. Selain itu, komunikasi dua arah juga ditekankan oleh Rahne.
“Sebagai orangtua, upayakan kita membuka komunikasi terhadap anak. Ketika anak bertanya atau sedang bercerita, usahakan selalu meresponsnya. Begitu juga dengan kita sebagai orangtua, bisa membuka pertanyaan juga ke anak, seperti hari ini anak apa saja kegiatannya. Biarkan mereka juga bercerita. Jangan pula membatasi imajinasi anak. Biarkan mereka berkembang dan belajar. Ajarkan anak berdiskusi sejak dini, bagus untuk melatih dirinya berkomunikasi dua arah,” tutup Rahne yang gemar mengajak anaknya bermain di ruang terbuka ini. [*/ACH]
/LITERASI
Bebaskan Anak Eksplorasi Minat dan Bakat
Melihat anak yang sedang lucu-lucunya, setiap orang tua tentu mengharapkan semua yang terbaik untuk si buah hati. Tidak terkecuali dengan Tanya Larasati. Social media influencer yang juga entrepreneur ini punya kiat tersendiri untuk mengasah minat dan bakat kedua buah hatinya, Sadajiwa (3,5 tahun) dan Svarasenja (11 bulan).
Dengan dua anak yang masih kecil-kecil, mau tak mau Tanya menjadi full time mother karena setiap hari mesti mengurus Sada dan Senja. Namun, ia masih bisa membagi waktu untuk mengurus bisnis yang dirintis sejak 2012 lalu.
Bisnis yang digeluti terkait bidang kreatif dan seni. Meski demikian, Tanya mengaku tidak mengharuskan kedua anaknya untuk mengikuti jejak orangtua. “Saya membebaskan saja,” ujar Tanya. Namun, memang, sejak sangat dini ia telah memperkenalkan si kecil dengan banyak hal. Saat masih dalam kandungan, ia rajin memperdengarkan musik atau membacakan buku. Setelah lahir, mereka juga suka menggambar bersama.
Setelah si sulung semakin besar dan mulai sekolah, Tanya hendak memasukkanya ke dalam klub, antara lain sepak bola, renang, dan musik. Meski demikian, bukan berarti ingin diarahkan menjadi olahragawan. Sekarang yang sifatnya umum saja, ujar Tanya. Si kecil coba diikutkan pada berbagai aktivitas. Baru nanti akan dilihat, dia lebih suka ke mana.
Dari pengalaman Tanya, pada usia Sada, minatnya masih berubah-ubah. Misalnya, meski sudah diperkenalkan musik sejak dalam kandungan, Sada baru tertarik menyanyi pada usia memasuki tiga tahun. Saat ini, Sada juga sedang menggemari olahraga dan kegiatan luar rumah.
Pengalaman juga yang membuat Tanya dan suami merasa perlu membekali si kecil dengan sejumlah keterampilan. Yang penting antara lain kemampuan bersosialisasi. Selain itu, kemampuan berbahasa juga harus diasah, terutama bahasa asing.
Tanya bercerita, suaminya pernah bersekolah di Malaysia sehingga paham betul betapa pentingnya kemampuan berbahasa asing. Berbeda dengan bahasa Indonesia yang merupakan bahasa ibu dan digunakan sehari-hari, menurut Tanya bahasa asing, terutama bahasa Inggris, perlu dipelajari sejak dini. [ACA]
Tanya Larasati dan keluarga.
Instagram: @tanyalarasati & @popyourheart
Website: www.tanyalarasati.com
/KOLEKTIF
Berkelana di Museum
Museum ibarat membuka pintu menjelajah ruang dan waktu tanpa harus beranjak ke berbagai tempat. Seperti halnya Museum Nasional yang mengajak setiap pengunjungnya mengeksplorasi Indonesia tanpa harus bepergian ke banyak tempat. Di sini, anak-anak dapat memperdalam wawasannya tentang Indonesia tanpa merasa dipaksa belajar.
Kekayaan khasanah budaya dan sejarah Indonesia tersimpan di dalamnya dengan lebih dari 160 ribu benda-benda bernilai sejarah yang mencakup koleksi prasejarah, arkeologi masa klasik atau Hindu-Buddha, numismatik dan heraldik, keramik, etnografi, geografi, dan sejarah.
Meski setiap pengunjung bisa bebas mengeksplorasi setiap ruangan dan benda-benda koleksinya setiap hari, tak ada salahnya jika sesekali menggunakan pemandu yang dapat memberi tahu informasi lebih mendalam. Komunitas Indonesia Heritage Society pun mengadakan program Explorers Tour di Museum Nasional, pada 30 Januari 2019. Tak hanya menyimak penjelasan mendalam dari pemandu, ikuti pula penjelasan mengenai lempeng tektonik dan gunung api oleh Janneke Koster. [ADT]