Sebuah artikel menarik muncul di media sosial berita tentang kasus yang baru-baru ini diperiksa oleh Mahkamah Agung RI (MA) tentang sengketa arbitrase melibatkan investor asing asal Italia. Hal ini menjadi perhatian kita karena Indonesia menganggap investor asing sebagai pendukung pembangunan ekonomi akan mendapat keuntungan termasuk ekonomi yang stabil dan kepastian hukum.

Di sisi lain, Indonesia percaya bahwa investor asing akan mematuhi hukum dan peraturan, tetapi kasus ini justru berbeda, karena nyatanya ada investor yang berperilaku buruk dan mengabaikan hukum dan peradilan di Indonesia.

Kerugian

Pada 28 Oktober 2021, seluruh negeri dihebohkan dengan peresmian jembatan lengkung terbesar dan terberat yang pernah dibangun di Indonesia yaitu Jembatan Holtekamp (sekarang dikenal sebagai Jembatan Youtefa), karya PT Waagner Biro Indonesia (WBI) yang menjadi kebanggaan Indonesia, rakyat Papua dan Presiden RI.

Semula, subkontraktor jembatan itu yaitu Fagioli Indonesia diberi tugas untuk mengimpor dongkrak untuk mengangkat bentang jembatan sepanjang 120 meter. Namun, karena Fagioli Indonesia terlambat mengimpor dongkrak maka proses pengangkatan pun terlambat hingga sekitar dua bulan.

Dampaknya bentang jembatan menjadi terapung-apung di atas tongkang dan ongkos sewa tongkang membengkak, belum lagi semua tenaga ahli serta peralatan milik WBI harus siaga menganggur sehingga menimbulkan kerugian yang amat besar.

Sengketa hukum

Setelah proyek akhirnya selesai, WBI lantas mengklaim kerugian kepada Fagioli Indonesia, tetapi klaim ditolak dan akhirnya timbul sengketa yang diperiksa dan diputus oleh BADAPSKI (Badan Arbitrase Dan Alternatif Penyelesaian Sengketa Konstruksi Indonesia) sesuai Putusan Arbitrase No 809 Tahun 2019, yang menghukum Fagioli Indonesia untuk membayar ganti rugi kepada WBI.

Tetapi karena Fagioli Indonesia mengajukan keberatan, putusan BADAPSKI tersebut sempat dibatalkan oleh PN Batam dengan putusan No 66 Tahun 2020.

Lantas, kuasa hukum WBI yaitu Andrian Meizar dan Carine Situmorang dari Kantor Advokat Palmer Situmorang & Partners mengajukan kasasi ke MA RI yang akhirnya membatalkan putusan PN Batam sebagaimana putusan MARI No 126 B/Pdt.Sus-Arbt/2021 tanggal 8 Februari 2021 dan mengembalikan putusan BADAPSKI sebagai putusan final dan mengikat.

Pengacara WBI Palmer Situmorang berulang kali menulis surat kepada Fagioli agar melaksanakan putusan arbitrase. Namun, bukannya patuh, Fagioli Indonesia justru mengajukan Peninjauan Kembali (PK). Tetapi oleh MA berkas PK tersebut dikembalikan karena menurut MA tidak ada upaya hukum lagi dalam sengketa arbitrase tersebut.

Gugatan Fagioli di Italia

Pada saat kasus arbitrase sedang berproses di MA RI, Fagioli Indonesia dan kantor pusatnya yaitu Fagioli S.p.A. justru menggugat WBI dan kantor pusat WBI yaitu Waagner Biro Bridge Systems AG di Tribunale Reggio Emilia di Italia.

Upaya Fagioli Indonesia untuk mengalihkan kasus ke Italia itu pun gagal total karena pengadilan Italia justru menghukum Fagioli S.p.A. untuk membayar biaya dan denda, dan walau sudah kalah baik di Indonesia dan di Italia, Fagioli Indonesia tetap tidak mematuhi keputusan BADAPSKI.

Sejatinya, Indonesia menghormati investor asing untuk bekerja di Tanah Air dengan keyakinan mereka akan mematuhi dan menghormati hukum Indonesia. “Fagioli adalah contoh nyata bahwa tidak semua investor asing menghormati hukum Indonesia,” kata Palmer Situmorang dan Andrian Meizar, pengacara WBI.

Uang paksa (dwangsom) menurut putusan

Putusan Arbitrase yang dikuatkan oleh MA RI, menghukum Fagioli Indonesia membayar ganti kerugian materiil sebesar Rp 11,32 miliar dan uang paksa (dwangsom) sebesar Rp 25 juta untuk setiap hari keterlambatan sejak putusan resmi disampaikan kepada Fagioli Indonesia yaitu bulan Februari tahun 2020, dengan kata lain keterlambatan Fagioli Indonesia melaksanakan isi putusan sudah mencapai 680 hari, dan jumlah itu terus akan membengkak.

Eksekusi Pengadilan Negeri Batam

Setelah pengembalian berkas PK oleh MA RI, PT WBI melalui kuasa hukumnya memohon eksekusi ke PN Batam tempat domisili dan aset dan proyek Fagioli Indonesia, sehingga terbitlah Penetapan Eksekusi dan surat teguran pengadilan (aanmaning) No 57 tahun 2021 yang memperingatkan agar Fagioli Indonesia untuk hadir pada tanggal 29 November 2021 guna melaksanakan isi putusan, namun Fagioli Indonesia absen.

Sikap-sikap seperti inilah seharusnya menjadi perhatian pemerintah Indonesia in casu BKPM atau Kemlu dengan menegur investor asing yang tidak taat hukum.

Perlu dicatat, sebelum ada putusan MA, atas permintaan Kedutaan Besar Italia di Jakarta, Kemlu RI justru sempat “mencampuri” urusan peradilan yang sedang berjalan dengan meminta para pihak ikut mencari “penyelesaian” dalam suatu rapat virtual (online) pada bulan Agustus 2020 yang melibatkan pejabat Direktur Eropa I. Namun tidaklah adil setelah kini ada putusan final and binding yang menghukum Fagioli (di Italia dan Indonesia), baik Kedutaan Italia atau Kemlu justru diam saja.

“Sekadar perbandingan, di Italia hukuman kepada Fagioli S.p.A. (Italia) langsung dilaksanakan (eksekusi), sedangkan di Indonesia untuk aanmaning saja, makan waktu berminggu-minggu. Sangat disayangkan, terasa masih kuat mentalitas sisa korban feodalisme pada pejabat negeri ini,” ujar Palmer Situmorang PhD, pengacara PT WBI.

Betul Indonesia perlu investor, tetapi untuk investor asing yang tidak taat hukum harus ditegur dan diberi sanksi, dan sikap diamnya instansi pemerintah sangat disayangkan, tidak sejalan dengan kampanye Presiden Jokowi yang menyebut Indonesia adalah tempat yang aman dan berkepastian hukum dalam berusaha.

Walau lambat, akhirnya pada teguran/aanmaning ke 2 pada tanggal 13 Desember 2021, Ketua Pengadilan Negeri Batam akhirnya memperingatkan agar prinsipal dan kuasa hukum Fagioli Indonesia dengan sukarela melaksanakan putusan. Namun bukannya menjalankan semua putusan secara sukarela, Fagioli Indonesia justru melakukan tawar menawar sebagaimana dilakukannya dalam pertemuan para pihak sebelumnya di Kedutaan Italia di Jakarta.

WBI akan terus menjalankan upaya hukum,  termasuk meminta sita seluruh aset,  peralatan, dan tagihan atas proyek Fagioli Indonesia, untuk dilelang guna memenuhi seluruh amar putusan arbitrase dengan patut, baik dan benar.

Pihak yang bersengketa adalah sama-sama PMA, seharusnya wajah pengadilan dan hukum Indonesia tidak boleh canggung, harusnya pengadilan dan pemerintah berdiri tegak menatap ke depan menegakkan hukum di seluruh yurisdiksi NKRI, sesuai putusan yang final and binding.

Indonesia akan kuat dan disegani jika memperlihatkan komitmennya pada kepastian hukum, bukan sebaliknya, setelah itu baru investor asing akan tenang berusaha di Indonesia karena ada kepastian seperti juga harapan Presiden Jokowi. [*]