Tak dapat dimungkiri, perkembangan dunia digital telah menyasar ke segala sisi kehidupan. Saat ini, rasanya hampir tidak ada sisi kehidupan manusia yang tidak terpengaruh proses digitalisasi.
Namun, masih banyak pengguna internet yang hanya mampu menerima informasi tanpa kemampuan memahami dan mengolah informasi tersebut secara baik, sehingga masih banyak masyarakat terpapar oleh informasi yang tidak benar.
Menyikapi hal itu, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menggelar seri webinar literasi digital #MakinCakapDigital dengan tema “Kenali dan Pahami: Rekam Jejak di Ruang Digital”. Webinar yang digelar pada Jumat, 5 November 2021 di Kabupaten Tangerang, diikuti oleh puluhan peserta secara daring.
Webinar ini mengundang narasumber dari berbagai bidang keahlian dan profesi, yakni Bevaola Kusumasari (Dosen/Pengajar Fisipol UGM, IAPA), Rudiyantai (Dekan FISIP Universitas Budi Luhur), Dwiyanto Indiahono (Dosen Kebijakan Publik Universitas Jenderal Soedirman), dan Aidil Wicaksono (CEO Pena Enterprise).
Bevaola Kusumasari membuka webinar dengan mengatakan, dunia digital saat ini memberikan masyarakat tempat dan teknologi yang memudahkan kita dalam beraktivitas. “Dalam aktivitas sehari-hari, setiap dari kita secara sadar atau tidak sadar telah meninggalkan banyak jejak di dunia maya. Penggunaan teknologi yang melekat dengan kehidupan, meningkatkan kejahatan di dunia maya, dan memberikan akses pada pihak lain untuk mengetahui kebiasaan kita sehari-hari.”
Teknologi yang semakin canggih dapat membaca dan memetakan kebiasaan kita hanya dengan membaca jejak yang kita tinggalkan. Mulai dari hal sederhana seperti penggunaan peta digital, seperti Waze dan Google Maps.
Jejak-jejak inilah yang disebut dengan jejak digital (digital footprints). Salah satu ancaman terbesar bagi kaum muda di situs media sosial adalah jejak digital dan reputasi masa depan.
Tidak hanya perangkat digital, tapi termasuk pula situs web yang kita kunjungi, email yang kita kirim, komentar yang kita tinggalkan pada media sosial, foto yang kita unggah, transaksi kita pada situs, atau platform belanja daring.
Rudiyanta menambahkan, semua orang yang menggunakan internet tentu akan mempunyai jejak digital, jadi ini bukanlah sebuah hal yang seharusnya dikhawatirkan. Hal yang harus dikhawatirkan adalah data atau informasi apa yang kita tinggalkan di dunia maya.
“Karena suatu saat data tersebut bisa disalahgunakan oleh orang atau pihak lain. Semakin lama Anda akses internet, maka jejak digital anda akan semakin banyak. Hal sepele seperti me-like sebuah halaman di Facebook, IG, dan lain-lain akan tercatat sebagai sebuah jejak digital, karena data tersebut akan tersimpan di server,” ujarnya.
Jejak digital yang berisi informasi data pribadi, sangat rawan disalahgunakan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab dan dapat berakibat pada berbagai aspek yang akhirnya berimplikasi pada hubungan personal hingga ke ranah hukum.
Dwiyanto Indiahono turut menjelaskan, budaya digital adalah suatu cara hidup yang baik, dilestarikan dan diwariskan pada konteks pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi.
“Penting sekali untuk membangun citra positif, bangun citra diri positif yang bermanfaat, menginspirasi, motivasi, memberi solusi, menjalin silaturahmi, membuat jejaring dengan cara yang santun,” pesannya.
Sebagai pembicara terakhir, Aidil Wicaksono mengatakan, masyarakat perlu mengembangkan dan mempersiapkan diri dari dampak perkembangan digital. Menanamkan kesadaran diri pada masyarakat luas untuk adaptif dan menerima bahwa transformasi digital merupakan sesuatu yang memang sedang terjadi dan keberadaannya sangat penting.
“Penting sekali untuk tetap aman dan nyaman di ruang digital. caranya, jangan berbagi informasi positif, persulit cara login ke akun, gunakan aplikasi dengan fitur end to end encryption, selalu cek akses yang diminta, gunakan frasa sandi untuk memperkuat password,” jelasnya.
Dalam sesi KOL, Tyra Lundy mengatakan, mengenai dampak positif dan negatif di media sosial, dampak positifnya adalah mudah berkomunikasi, dan mudah dalam bertransaksi.
Zaman sekarang semakin banyaknya media sosial kita bisa membuat konten sebagai personal branding. “Untuk negatifnya adanya kasus penipuan, berita hoaks, dan konten-konten yang tidak senonoh. Maka, anak-anak yang bermain media sosial harus didampingi orang tua,” tuturnya.
Salah satu peserta bernama Hendra Wankodir menanyakan, bagaimana agar adanya perubahan budaya digital ini bisa benar-benar kita terapkan dan bisa sesuai nilai Pancasila?
“Kolaborasi itu dalam terminologi dari bangsa kita itu kita gotong royong, membuat video itu punya keterampilan yang banyak ada yang penulis skrip, menjadi talenta, menjadi talentanya dan lain-lain itu adalah wujud riil bahwa kita bisa mengkontekstualisasikan nilai bangsa kita gotong royong dalam dunia digital,” jawab Dwiyanto.
Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kabupaten Tangerang. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui akun Instagram @siberkreasi.dkibanten dan @siberkreasi.
Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, mengingat program literasi digital ini hanya akan sukses mencapai target 12,5 juta partisipan jika turut didukung oleh semua pihak yang terlibat. [*]