Dunia hari ini adalah dunia di mana informasi tersedia secara berlimpah. Adanya mesin pencari cerdas seperti Google membuat kita bisa mendapatkan hampir semua informasi yang kita butuhkan. Adanya media sosial, yang digunakan untuk berbagi, berpartisipasi, dan berkolaborasi dalam dunia maya membuat kita juga dapat menjadi sumber informasi itu sendiri.
Internet adalah tempat informasi berlimpah itu tersedia, secara interaktif dan berjejaring. Namun, internet adalah dunia di mana siapapun dapat menjadi kontributor informasi. Media online di internet tidak memiliki dewan redaksi seperti media mainstream yang bertanggung jawab terhadap kualitas informasi dan tidak terikat pada kode etik jurnalistik. Artinya, adanya banjir informasi dengan kualitas informasi tidak terjamin (disebut sebagai high-quality junk).
Menyikapi hal itu, Kominfo bekerja sama dengan Jaringan Pegiat Literasi Digital (Japelidi) dan Siberkreasi Gerakan Nasional Literasi Digital menggelar webinar dengan tajuk “Literasi Digital Untuk membangun Karakter Bangsa”. Webinar yang digelar pada Jumat, 5 November 2021, diikuti oleh sejumlah peserta secara daring.
Dalam forum tersebut hadir Annisa Choiriya (Kaizen Room), Mikhail Gorbachev Dom (Peneliti Institut humor Indonesia Kini), Ariyo Bimmo (Penyami and Kuswardhani Law Office), Jota Eko Hapsoro (Founder dan CEO Jogjania.com), dan Riska Yuvista (Miss Halal Tourism Indonesia 2018) selaku narasumber.
Dalam pemaparannya, Ariyo Bimmo menyampaikan bahwa akibat dari adanya bajir informasi yang tidak berkualitas di internet, masyarakat yang minim literasi, gugup dan gagap dengan adanya banjir informasi ini tidak memiliki daya untuk agregasi informasi, sehingga informasi berkualitas junk pun dikonsumsi.
Oleh sebab itu, Indonesia perlu penguatan karakter individu dalam digitalisasi. Salah satunya memahami budaya digital yang produktif dengan memproduksi, mendistribusikan, serta berpartisipasi dan berkolaborasi di ruang digital. Selain itu, perlu juga mendorong perilaku mencintai produk dalam negeri dan kegiatan produktif lainnya, serta mengurangi kesenjangan digital mengingat dunia daring bukanlah yang terpisah dari dunia nyata.
Hukum yang berlaku di dunia luring juga berlaku di dunia daring. Penting untuk menjadi warga digital yang pancasilais, dengan cara memanfaatkan platform digital untuk kembangkan kemampuan belajar-mengajar, stop hoaks, dan cegah penipuan online dengan sebarkan konten positif, inspiratif, edukatif, informatif, produktif, dan menghibur.
“Gunakan kuota internet seperlunya, mengingat saudara-saudara kita yang masih perlu belajar atau bekerja dari rumah, dan yang pastinya menggunakan gawai, sosmed, dan internet untuk mencoba dan mengembangkan usaha sendiri atau mendukung UMKM, berbagi kisah sukses atau pengetahuan memproduksi sesuatu yang akan bermanfaat,” jelasnya.
Riska Yuvista selaku narasumber Key Opinion Leader juga menyampaikan bahwa perkembangan transformasi digital ini memang sangat pesat. Dari media cetak, media elektronik, hingga sekarang semua serba internet. Kapanpun, di manapun, mulai dari anak kecil, orang dewasa, sampai orang tua semua bisa dibilang ketergantungan internet.
Jadi, kita sudah sulit membedakan yang namanya kecanduan, kebutuhan, dan ketergantungan internet. Hal positifnya adalah kita semakin terbuka dengan informasi, lebih mudah mengakses apapun, bisa tetap terkoneksi walaupun berjarak, dan bisa tahu apa yang terjadi di dunia hari ini dengan mengakses internet. Itulah salah satu manfaat dari kecanggihan internet saat ini.
Namun, menurutnya, dampak negatifnya saat ini membuat banyak orang menjadi anti-sosial karena mereka berpikir punya dunianya sendiri di media sosial dan mereka merasa tidak butuh teman lagi untuk sharing. Terkait itu, mereka juga mungkin merasa sudah punya teknologi atau media-media yang bisa dijadikan platform untuk mengeksplorasi diri dan merasa berada di zona nyamannya. Di situlah yang harus dibatasi. Jangan sampai adanya kemudahan berinternet, negatifnya jadi menyulitkan kita untuk berinteraksi sosial.
Salah satu peserta bernama Renata menyampaikan, “Bagaimana mengedukasi anak agar terliterasi sehingga terbentuk karakter yang toleransi, sopan, cerdas , kreatif, dan inovatif sehingga skill yang mereka miliki bisa dimanfaatkan dengan baik di media sosial dan terbentuk generasi muda yang berkarakter bangsa yang menghargai, bijak, dan kritis? Lalu bagaimana sebaiknya pembelajaran karakter dan skill digital dalam pembelajaran di sekolah?”
Pertanyaan tersebut dijawab Annisa Choiriya. Caranya adalah dengan memahami bahwa komunikasi antara orangtua dan anak sangat penting. Mendalami digital parenting juga bisa sekali. Saran lainnya adalah diarahkan. Jadi, sebagai orangtua juga tidak bisa menjauhkan anak-anak dari teknologi karena memang harus beradaptasi sesuai perkembangan zaman agar tidak tertinggal.
“Misalnya saat di depan kamera dan si anak terlihat senang, mungkin nantinya bisa menjadi seorang content creator. Tentu saja perlu diarahkan oleh orangtuanya secara positif, misalnya bisa dengan mengikuti kompetisi untuk mengasah potensinya,” jawabnya.
Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kota Jakarta Utara. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui akun Instagram @siberkreasi.dkibanten.
Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, mengingat program literasi digital ini hanya akan sukses mencapai target 12,5 juta partisipan jika turut didukung oleh semua pihak yang terlibat. [*]