Tak dapat dipungkiri, perkembangan dunia digital telah menyasar ke segala sisi kehidupan. Saat ini, rasanya hampir tidak ada sisi kehidupan manusia yang tidak terpengaruh proses digitalisasi. Namun, masih banyak pengguna internet yang hanya mampu menerima informasi tanpa kemampuan memahami dan mengolah informasi tersebut secara baik, sehingga masih banyak masyarakat terpapar oleh informasi yang tidak benar.

Menyikapi hal itu, maka baru-baru ini Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menggelar seri webinar literasi digital #MakinCakapDigital dengan tema “Posting Konten? Hargai Hak Atas Kekayaan Intelektual (HaKI)”. Webinar yang digelar pada Jumat, 20 Agustus 2021 di Kabupaten Serang, diikuti oleh puluhan peserta secara daring.

Webinar ini mengundang narasumber dari berbagai bidang keahlian dan profesi, yakni Panji Gentura – Project Manager PT WestmooreTech Indonesia, Fajar Nursahid – Direktur Eksekutif LP3ES Jakarta, Dr Rahmawati, MM CPS – Trainer Making Indonesia 4.0 LEMHANNAS RI dan Ismita Putri – Kaizen Room.

Tema yang dibahas oleh masing-masing narasumber meliputi digital skills, digital ethics, digital culture, dan digital safety. Panji Gentura membuka webinar dengan mengatakan, kekayaan intelektual (Intellectual Property) adalah hak yang timbul dari hasil olah pikir, yang menghasilkan suatu produk atau proses yang berguna untuk manusia.

“Tipe intellectual property yaitu kreasi pikiran, produk dari pemikiran yang asli, patents, copyrights, dan trademarks,” katanya. Saat ini, di media sosial juga telah memperhatikan masalah hak cipta.

Persyaratan layanan facebook menyatakan bahwa anda memiliki hak kekayaan intelektual atas konten yang anda buat dan bagikan di facebook dan produk facebook lainnya. Jika posting anda adalah konten asli dan kreatif, kemungkinan besar dilindungi oleh undang-undang hak cipta secara otomatis.

Fajar Nursahid menambahkan, ciri dan keunggulan media komunikasi baru dibandingkan media konvensional adalah bebas, terbuka, dan memiliki keunggulan fitur seperti pelipatgandaan pesan (retweet, mention, tagar).

Media sosial membuat masyarakat merasakan potensi polarisasi lebih besar dibandingkan yang sebenarnya. Media sosial mudah memicu konflik, karena tingkat literasi yang rendah hal ini berkaitan dengan irasional dan emosional ketika berhadapan dengan pandangan yang berbeda sehingga public merespon dengan serius karena literasi yang rendah,” tuturnya.

Menurutnya, ruang lingkup etika terdiri dari kesadaran dalam memegang gawai harus dengan tujuan, bukan iseng dan instan. Integritas merupakan kejujuran bukan real bukan fake. Kebajikan adanya kandungan manfaat, bukan mudharat, serta tanggung jawab atas dampak atau akibat yang ditimbulkan.

“Hak cipta adalah hak khusus (hak eksklusif) pencipta untuk mengumumkan dan memperbanyak hasil ciptaannya. Highlight terkait isu HaKI yang relevan adalah perilaku online sama dengan perilaku offline. Pikir dulu sebelum posting, timbang kompetensi pengetahuan, keilmuan,” ujarnya.

Dr. Rahmawati turut menjelaskan, literasi digital adalah kemampuan menggunakan teknologi dan informasi dari piranti digital secara efektif dan efisien dalam berbagai konteks seperti akademik, karir dan kehidupan sehari-hari.

Literasi digital sangat penting saat ini, baik di dunia pendidikan maupun di dunia profesional. Kecakapan akan digital literasi sangat penting, di masa depan anda/kita diwajibkan berinteraksi pada lingkungan digital, menggunakan informasi dengan tepat, menciptakan ide-ide baru dan berkolaborasi.

“Fungsi HaKI adalah sebagai perlindungan hukum terhadap pencipta, yang dipunyai perorangan ataupun kelompok, atas jerih payahnya dalam pembuatan hasil cipta karya, dengan nilai ekonomis yang terkandung di dalamnya,” ungkapnya.

Sebagai pembicara terakhir, Ismita Putri mengataka, karakteristik masyarakat digital (Digital Society) yakni cenderung tidak menyukai aturan yang mengikat atau tidak suka diatur-atur, senang mengekspresikan diri, tidak ragu untuk men-download dan upload, dan berinteraksi di media sosial.

“Makan, lakukan lah hal-hal baik di ruang digital, seperti hanya berbagi berita positif, hormati orang lain, cantumkan sumber, dan meminta perizinan penggunaan konten. Perhatikan tingkatkan kewaspadaan saat bermain di ruang digital, tingkatkan pengetahuan terkait data apa yang perlu dilindungi, kembangkan cara berpikir kritis,” katanya.

Dalam sesi KOL, Jonathan Jorenzo menjelaskan bahwa  pada era digital ini kita sangat dimudahkan untuk mencari informasi yang serba ada. Positifnya kita lebih mudah berkomunikasi tanpa batasan, transaksi bisnis juga mudah.

“Namun disayangkan masih adanya dampak negatif dari internet ini kalau kita tidak bijak menggunakannya. Menurut aku cara mengatasinya itu dengan kesadaran kita masing-masing tentunya untuk selalu menggunakan sosial media dengan bijak karena untuk kebaikan kita,” tuturnya.

Dalam webinar ini, para partisipan yang hadir juga dipersilahkan untuk mengutarakan pertanyaan dan tanggapan. Salah satu peserta bernama Diana Avrilya menanyakan, apa saja hal-hal yang perlu kita perhatikan dalam pengunggahan konten agar terhindar dari pelanggaran hak cipta?

“Bila meng-upload konten orang lain silahkan cantumkan creditnya dari siapa, dan siapa pembuatnya, serta kontennya diambil dari mana, minimal credit-nya dari siapa itu yang paling penting. Sedangkan untuk mendaftarkan haknya atau hak patennya bisa langsung pada Dirjen Hak Kekayaan Intelektual, agar tidak diambil orang lain,” jawab Ismita.

Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kabupaten Serang. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui Instagram @siberkreasi.dkibanten dan @siberkreasi.

Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, terutama kepada Kominfo. Mengingat program literasi digital ini hanya akan berjalan dengan baik dan mencapai target 12,5 juta partisipan, jika turut didukung oleh semua pihak.