Dalam lawatan ke Jawa Barat bagian selatan, tepatnya ke Tasikmalaya, Ciamis, dan Garut, Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa menjabarkan lima fokus kunjungan kerja, yakni kemiskinan, infrastruktur, kebencanaan, Usaha Kecil, Menengah dan Koperasi (UMKM), dan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs).
Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa memimpin Kunjungan Kerja bersama Gugus Tugas Kementerian PPN/Bappenas untuk Mempercepat Pembangunan Jawa Barat Selatan yang dilaksanakan pada 23–28 Oktober 2020 untuk merancang strategi pengentasan kemiskinan, keterisolasian, pencegahan bencana, dan pengembangan ekonomi Kabupaten Tasikmalaya, Kabupaten Ciamis, dan Kabupaten Garut. Dalam Rapat Kerja bersama Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil yang dilaksanakan di Garut, Suharso menegaskan peran Kementerian PPN/Bappenas sebagai clearing house pembangunan.
“Bappenas hadir di sini sebagai clearing house, memastikan konvergensi perencanaan dan penganggaran pembangunan, konvergensi perencanaan nasional antara pusat dan daerah, kemudian kebutuhan nasional dari daerah yang bisa dikonvergensi dalam rangka pendanaannya. Kami memberikan berbagai rekomendasi di semua sektor pembangunan yang kami temukan selama kunjungan lima hari di Garut, Tasikmalaya, Ciamis, dan Pangandaran. Bappenas mengunjungi Jabar bagian selatan karena arahan Presiden terkait kemiskinan dan UMKM. Di Jabar selatan ini juga terdapat pembangunan jalan tol, jalur Kereta Api Bandung-Banjar, penanganan UNESCO Global Geopark Pelabuhan Ratu, penataan pariwisata, pengembangan industri kecil menengah, korporasi berbasis petani digital, hingga inisiasi monogram desa. Jabar bagian selatan juga menjadi piloting nasional untuk korporasi petani dan monogram desa,” urainya dalam rapat yang dilangsungkan di Garut, Selasa (27/10).
Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil menyatakan percepatan penanganan kemiskinan memang diprioritaskan di Jabar bagian selatan. “Program-program itu tadi dibahas, disepakati, mungkin dalam bahasa saya, seperempatnya akan dilakukan di 2021, nanti mayoritasnya tiga perempatnya di 2022, dan sisanya, kalau ada sisanya, di 2023. Mudah-mudahan dalam hitungan tiga tahun, semua usulan yang tadi kita anggap sangat luar biasa itu bisa diselesaikan dengan dukungan pemerintah pusat,” tuturnya. Sejumlah target pembangunan Jawa Barat bagian selatan di antaranya pembangunan jalan dari Sukabumi ke Pangandaran dari jalur tengah disusul jalur utara selatan, pengembangan bandara di Pangandaran, dukungan pembangunan rumah sakit baru, dukungan sanitasi, dukungan untuk pendidikan, termasuk ekonomi pariwisata, pertanian digital, dan juga ekonomi perikanan atau kelautan, hingga akses tol dari Bandung sampai Cilacap.
“Saya bersyukur sekali bahwa banyak hal yang telah dilakukan oleh Provinsi Jawa Barat yang bisa kami akomodasi di tingkat nasional, termasuk usulan-usulan yang tadi disampaikan oleh Pak Gubernur. Semalam sebelum pertemuan dengan Pak Gubernur, telah kami bahas secara internal juga di Bappenas dan kami akan masukkan di dalam program kegiatan Rencana Kerja Pemerintah,” ungkap Menteri Suharso. Jawa Barat adalah provinsi kedelapan yang menjadi tujuan kunjungan kerja Kementerian PPN/Bappenas, setelah Nusa Tenggara Timur, Bali, Gorontalo, Provinsi Kepulauan
Bangka Belitung, Jawa Tengah, dan DI Yogyakarta. Ke depannya, Kementerian PPN/Bappenas akan mengunjungi seluruh 34 provinsi di Indonesia untuk memastikan sinkronisasi perencanaan pembangunan nasional dan daerah.
Rehabilitasi dan rekonstruksi bencana
Dalam diskusi bersama warga yang berlangsung di Mes Pemda Cipatujah, Tasikmalaya, Jumat (23/10), Suharso membahas strategi pencegahan dan penanganan bencana, mengingat Jabar bagian selatan memiliki ancaman bencana hidrometeorologi yang tinggi, khususnya banjir dan tanah longsor. “Langkah yang perlu dilakukan adalah penataan penggunaan lahan sesuai daya dukung lahan, penumbuhan budaya sadar bencana, pengembangan kegiatan ekonomi yang tidak merusak lingkungan, serta pembangunan infrastruktur kebencanaan,” tutur Suharso.
Keterbatasan infrastruktur dan tingkat kerawanan bencana tinggi menyebabkan ketertinggalan, kemiskinan dan kerentanan masyarakat di wilayah tersebut. Dampak bencana banjir dan tanah longsor mengakibatkan infrastruktur jalan dan jembatan rusak dan aktivitas masyarakat lumpuh. Beberapa waktu lalu, tepatnya di Senin (12/10), banjir melanda Kabupaten Tasikmalaya. Sebanyak 31 titik banjir dan longsor tersebar di 13 kecamatan, termasuk Kecamatan Cipatujah yang menaungi 361 Kepala Keluarga. Di area yang paling parah terdampak banjir ini, lebih dari 100 jiwa mengungsi, 361 unit rumah, 2 unit sarana pendidikan, dan 2 unit sarana keagamaan terendam dengan kerusakan ringan hingga berat, serta 1 unit jembatan mengalami rusak parah. Pendanaan rehabilitasi dan rekonstruksi yang dibutuhkan untuk mengatasi kerusakan dan kerugian akibat banjir ditaksir mencapai Rp 52,9 miliar.
Selain Kecamatan Cipatujah, Kecamatan Pameungpeuk yang terletak di Kabupaten Garut juga merupakan daerah terdampak banjir dan longsor terparah dibanding tiga kecamatan lainnya. Banjir yang terjadi di Desa Mancagahar, Desa Mandalakasih, Desa Jatimulya, Desa Pameungpeuk, Desa Sinarbakti, Desa Bojongkidul, Desa Paas, dan Desa Bojong Kaler, serta bencana longsor menyebabkan sekitar 768 kepala keluarga terdampak, lebih dari 600 jiwa mengungsi, 2.542 unit rumah terendam dan ratusan rumah lainnya mengalami rusak ringan hingga berat. Selain itu, banjir dan longsor juga menyebabkan 30 titik jalan rusak berat dan 25 unit jembatan rusak berat, 13 unit sarana pendidikan dan fasilitas kesehatan rusak. Banjir dan longsor yang melanda Kabupaten Garut tidak hanya menyebabkan kerugian dari segi infrastruktur fisik, tetapi juga sawah seluas 3 hektar gagal panen. Total kerusakan dan kerugian bencana tersebut diperkirakan mencapai Rp 66,8 miliar. Perkiraan kebutuhan rehabilitasi dan rekonstruksi sebesar Rp 57,1 miliar.
Deputi Bidang Pengembangan Regional Kementerian PPN/Bappenas Rudy Soeprihadi Prawiradinata menegaskan, penanganan bencana harus dilakukan secara terpadu. “Penguatan sistem ketahanan bencana dengan sejumlah strategi, di antaranya pembangunan satu data bencana terintegrasi, penguatan sistem peringatan dini bencana terpadu, penguatan ketahanan sosial melalui pemberdayaan masyarakat dan perlindungan sosial adaptif, penguatan kelembagaan yang kolaboratif, peningkatan investasi dan pembiayaan yang inovatif, serta penguatan infrastruktur pengendali banjir sangat penting untuk mitigasi bencana ini,” tuturnya.
Peran UMKM untuk percepatan Penanggulangan Kemiskinan
Industri Kecil dan Menengah (IKM) serta pengembangan Usaha Kecil, Menengah dan Koperasi (UMKM) menjadi salah satu fokus kunker. “Bappenas mengapresiasi Kota Tasikmalaya yang memiliki data IKM yang lengkap dan melakukan pemantauan dampak pandemi Covid-19 bagi IKM melalui survei dan analisis. Data tersebut dapat kami gunakan sebagai masukan untuk memastikan apakah kebijakan bantuan dari pemerintah pusat sudah sesuai dengan permasalahan yang dihadapi pelaku UMKM. Data yang konkret di lapangan juga akan sangat membantu untuk perencanaan kebijakan yang sesuai untuk pengembangan Industri Kecil Menengah. Data ini dapat menjadi acuan kami menyusun rekomendasi tindak lanjut prioritas clearing house Sentra IKM Kota Tasikmalaya,” ujar Plt Deputi Bidang Ekonomi Kementerian PPN/Bappenas Amalia Adininggar Widyasanti dalam pertemuan koordinasi bersama Dinas Koperasi, UMKM, Perindustrian dan Perdagangan Kota Tasikmalaya di Sentra Kerajinan IKM Tasikmalaya, Sabtu (24/10).
Usai pertemuan, Kementerian PPN/Bappenas mengunjungi pelaku UMKM untuk membahas strategi pengembangan IKM. Dari sisi persiapan dan perencanaan, perbaikan mekanisme perencanaan dan pengusulan Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik IKM dan penyesuaian Rencana Kegiatan DAK TA 2021 Kota Tasikmalaya perlu difokuskan pada pemenuhan kebutuhan IKM terhadap ruang produksi bersama yang menjadi fasilitas Sentra IKM. Dari sisi pemasaran, penjajakan peluang ekspor produk Sentra IKM, diversifikasi dan standardisasi produk Sentra IKM untuk pasar ekspor, serta partisipasi pada pameran atau event skala nasional dan internasional juga menjadi fokus perbaikan. Langkah ini dapat diperkuat dengan upskilling dan reskilling pengrajin Sentra IKM serta pengenalan konsep produksi berbasis sustainable production. Kementerian PPN/Bappenas juga mengunjungi usaha sosial (social enterprise) di Kabupaten Tasikmalaya yang bermitra dengan pengrajin bambu untuk mengembangkan produk bambu kontemporer dan berkualitas tinggi sehingga bisa masuk pasar ekspor. Pemulihan dampak pandemi Covid-19 terhadap pasar ekspor produk bambu menjadi fokus tindak lanjut dari kunjungan ini.
“Selain mendorong pelaku UMKM untuk mengenal produksi berkelanjutan semakin memanfaatkan marketplace digital, strategi lainnya adalah mereka bisa menjual secara berkelompok agar bisa menentukan harga bersama sehingga mereka bukannya bersaing, tetapi malah bekerja sama. Di situ terjadi transfer knowledge, saling berkomunikasi tidak hanya tentang produk, tetapi juga desainnya. Apa yang bagus atau sedang tren di pasar agar sehingga mereka bisa mengikuti perkembangan atau dinamika dari pasar itu,” ujar Direktur Pengembangan Usaha Kecil, Menengah dan Koperasi Kementerian PPN/Bappenas Ahmad Dading Gunadi di sela kunjungan ke Sentra Bordir Tasikmalaya, Sabtu (24/10).
UMKM Indonesia memiliki potensi besar pada pasar domestik karena empat hal. Pertama, adanya bonus demografi yang membuat Indonesia akan memiliki penduduk usia produktif di atas 60 persen yang berpotensi menjadi creative class pada 2030 mendatang. Kedua, perkembangan gaya hidup digital membuat akses teknologi informasi dan komunikasi sudah menjangkau lebih dari 90 persen populasi Indonesia. Ketiga, peningkatan jumlah kelas menengah hingga mencapai 135 juta penduduk Indonesia yang diperkirakan akan berpenghasilan bersih di atas 3.600 dollar AS sebagai konsumen pada 2030. Keempat, meningkatnya permintaan produk kreatif di pasar global, terutama untuk produk berbasis media dan ICT (content industry).
Mencapai SDGs: Sepertiga Jalan Menuju 2030
Indonesia telah menginjak tahun keenam pelaksanaan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan/Sustainable Development Goals (TPB/SDGs). Sepertiga jalan sudah dilalui untuk melaksanakan pembangunan dengan paradigma baru yang menyeimbangkan aspek ekonomi, sosial dan lingkungan, dengan target capaian pada 2030 mendatang. Dalam rapat bersama Gubernur Jawa Barat, Kementerian PPN/Bappenas menyatakan apresiasi terhadap Provinsi Jabar karena termasuk provinsi yang tercepat dalam menyusun Rencana Aksi Daerah Tujuan Pembangunan Berkelanjutan dan provinsi pertama yang mendirikan SDGs Center Universitas Padjadjaran.
Kementerian PPN/Bappenas telah menyusun Indeks Pembangunan Ekonomi Inklusif di provinsi, kabupaten, dan kota, dengan Jawa Barat tercatat menduduki peringkat ke-14. ”Penyebab Jawa Barat belum berada di posisi atas adalah bukan karena pertumbuhan ekonomi karena pertumbuhan ekonomi Jabar cukup tinggi, masuk ke lima besar di antara 34 provinsi. Jabar perlu untuk mendorong pemerataan pendapatan dan memperluas akses kesehatan agar pertumbuhan ekonomi Jabar semakin inklusif sesuai dengan prinsip TPB/SDGs yaitu no one left behind,” tutur Plt Deputi Bidang Ekonomi Kementerian PPN/Bappenas Amalia Adininggar Widyasanti.
“Kebutuhan masing-masing kabupaten/kota untuk meningkatkan pencapaian SDGs ini ternyata beda-beda. Sebagai contoh, untuk Kabupaten Garut dan Kabupaten Tasikmalaya, yang perlu mendapat perhatian dalam konteks SDGs adalah terutama Tujuan 8 terkait dengan pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja yang layak, sementara untuk kabupaten Pangandaran, yang perlu mendapat perhatian dalam konteks SDGs terutama adalah Tujuan 4 yaitu pendidikan. Pada saat intervensi dilakukan pada salah satu Tujuan SDGs, artinya akan memengaruhi tujuan lain karena antara Tujuan 1–17 ini saling terkait erat dan akan memberikan pengaruh positif terhadap tujuan lain,” ujar Amalia.
TPB/SDGs juga mengamanatkan Tujuan 3: Kesehatan yang Baik dan Kesejahteraan. Dalam kunker kali ini, kualitas infrastruktur penunjang untuk peningkatan layanan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Pameungpeuk juga menjadi salah satu sorotan. Ke depannya, RSUD Pameungpeuk membidik peningkatan tipe, dari predikat saat ini, yakni tipe D ke tipe C. Agar bisa meraih predikat RSU kelas C, RSUD Pameungpeuk harus menyediakan pelayanan empat medik spesialis dasar dan empat spesialis penunjang medik yang mencakup medik umum, gawat darurat, medik spesialis dasar, spesialis penunjang medik, medik spesialis gigi mulut, keperawatan dan kebidanan, serta pelayanan penunjang klinik dan nonklinik.
Peningkatan kualitas infrastruktur wilayah
Selain kemiskinan, kebencanaan, UMKM, dan TPB/SDGs, peninjauan pembangunan infrastruktur, terutama Proyek Strategis Nasional (PSN) atau proyek-proyek infrastruktur amanat Presiden RI Joko Widodo yang strategis untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, pemerataan pembangunan, kesejahteraan masyarakat, dan pembangunan di daerah, juga menjadi fokus kunker. Salah satu adalah peninjauan progres pembangunan Bendungan Leuwikeris, bendungan PSN dengan periode konstruksi 2018–2021. Hingga Oktober 2020, progres fisik bendungan yang dibidik untuk memproduksi energi listrik, menghasilkan irigasi persawahan, dan menyediakan air baku untuk masyarakat tersebut sudah mencapai 70 persen, dengan target pengisian awal bendungan atau impounding pada 2022, serta pemanfaatan pada 2023.
Peninjauan infrastruktur berlanjut ke Tempat Pembangunan Tempat Pengolahan dan Pemrosesan Akhir Sampah (TPPAS) Legok Nangka yang dibangun untuk melayani dan mempercepat penanganan sampah di enam kabupaten/kota, yakni Kota Bandung, Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat, Kabupaten Sumedang, Kota Cimahi, dan Kabupaten Garut. Pembangunan TPPAS Legok Nangka dilatarbelakangi peningkatan angka pertumbuhan penduduk serta industrialisasi dan pariwisata di Provinsi Jawa Barat yang berdampak pada menumpuknya jumlah sampah dan limbah sehingga diperlukan upaya dalam perbaikan dan perluasan fasilitas pengolahan sampah perkotaan.
Proyek infrastruktur prioritas lainnya yang dikunjungi Kementerian PPN/Bappenas adalah peningkatan jalur kereta api Bandung-Banjar dengan nilai investasi dengan target normalisasi drainase dan gorong-gorong serta perbaikan jembatan dan hidrolika sungai antara Cirahayu–Banjar koridor Bandung–Banjar dengan total panjang jalur 52 kilometer. Per Oktober 2020, penggantian rel dan bantalan rel sudah mencapai 62 persen atau setara dengan 36,27 kilometer. Proyek ini akan meningkatkan kecepatan rata-rata dari semula 60 kilometer per jam menjadi 70 kilometer per jam, meningkatkan keamanan dan keselamatan perjalanan kereta api, khususnya pada koridor Bandung–Banjar, dan mendukung program padat karya untuk Pemulihan Ekonomi Nasional.
Dari kunjungan kerja ini, Sekretaris Kementerian PPN/Sekretaris Utama Bappenas Himawan Hariyoga menekankan bahwa Bappenas akan melakukan konsolidasi dengan berbagai Kementerian/Lembaga dan Pemda Jawa Barat. Konsolidasi tersebut sangat krusial untuk memadukan kebijakan, program dan proyek prioritas yang bersifat terobosan. “Bappenas juga ingin memastikan apakah pembangunan dan belanja kementerian/lembaga dan daerah itu sudah efisien. Saya mengapresiasi keinginan tinggi daerah untuk membangun, tetapi kita harus bisa merasionalkan keinginan itu menjadi kebutuhan. Ini yang benar-benar harus dibahas bersama Bappenas. Apakah akan berkelanjutan pembangunannya, apakah ada perkembangan, apakah butuh konvergensi dengan kegiatan lainnya, bagaimana kami bisa menjadi clearing house untuk hal tersebut,” tutup Suharso. [*]