Indonesia terus mengupayakan kemajuan di bidang ekonomi dan keuangan syariah sebagai salah satu pendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Untuk mendukung tujuan itu, tahun ini, melanjutkan kick off yang digelar pada 7 Agustus, Indonesia Syariah Economic Festival (ISEF) ke-7 tahun 2020 dihelat secara virtual pada 27–31 Oktober 2020.

Presiden Joko Widodo menekankan, amat penting bagi Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk Muslim terbesar di dunia untuk menangkap peluang besar dari pengembangan ekonomi dan keuangan syariah. Akselerasi dan pengembangan ekonomi syariah nasional menjadi bagian vital dari transformasi menuju Indonesia Maju dan upaya menjadikan Indonesia sebagai pusat rujukan ekonomi dan keuangan syariah global. Hal itu disampaikan Jokowi saat meresmikan dibukanya Indonesia Syariah Economic Festival (ISEF) ke-7 tahun 2020, Rabu (28/10/2020).

“Penyelenggaraan ISEF ini dapat menjadi momentum untuk membuat peta jalan yang jelas dan detail, menentukan langkah-langkah konkret yang segera harus dilakukan dalam pengembangan ekonomi dan industri keuangan syariah. Industri keuangan syariah adalah raksasa yang sedang tidur. Saat ini, pemerintah memiliki perhatian besar untuk membangkitkan raksasa ini,” tutur Jokowi.

Pemerintah telah memiliki Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) untuk mengakselerasi pertumbuhan ekonomi dan keuangan syariah dengan strategi besar melakukan penguatan rantai nilai halal (halal value chain) serta penguatan UMKM dan ekonomi digital. Saat ini, pemerintah juga sedang membangun bank syariah terbesar di Indonesia dengan menyatukan aset bank-bank syariah milik negara, yaitu BRI Syariah, Bank Syariah Mandiri, dan BNI Syariah.

Pada kesempatan yang sama, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menyampaikan, penyelenggaraan ISEF merupakan wujud nyata komitmen Bank Indonesia dalam tiga pilar pengembangan ekonomi dan keuangan syariah.

Gubernur BI menyampaikan paparan pada pembukaan ISEF 2020

Pilar pertama, pemberdayaan ekonomi syariah diarahkan untuk membangun mata rantai ekonomi halal, terutama di sektor-sektor unggulan pertanian, fashion, wisata ramah Muslim, dan energi terbarukan.

Pilar kedua, memperkuat keuangan syariah, baik komersial yaitu perbankan, pasar keuangan, dan lembaga keuangan lainnya, maupun keuangan sosial, yaitu zakat, infak, sedekah, dan wakaf.

Pilar ketiga, edukasi dan sosialisasi melalui pengembangan kurikulum ekonomi keuangan syariah dan kewirausahaan. Strategi pada pilar terakhir ini juga mencakup adanya setiap satu tahun penyelenggaraan Festival Ekonomi dan Keuangan Syariah (Fesyar) di tingkat wilayah 3 kali serta 1 kali ISEF di tingkat nasional dan internasional.

Sejak pelaksanaan kick-off ISEF ke-7 Agustus lalu, telah dilaksanakan 3 kali Fesyar tingkat wilayah, yaitu wilayah Sumatera dipusatkan di Sumatera Barat, wilayah timur Indonesia di NTB, dan wilayah Jawa dipusatkan di Jawa Timur. Rangkaian kegiatan tersebut mencakup tidak kurang dari 23 webinar bertaraf nasional dan internasional, 12 business coaching dan matching, 22 workshop, 10 showcase internasional, dengan lebih dari 600 peserta ekshibisi.

Bahkan, Fesyar di Jawa Timur telah diikuti oleh lebih dari 75 ribu peserta dan sukses menghasilkan kesepakatan bisnis sebesar Rp 3,49 triliun.

Vitalnya industri halal

Menyadari potensi kontribusi ekonomi dan keuangan syariah yang besar terhadap perekonomian nasional serta signifikannya nilai industri halal, ISEF 2020 mengangkat tema “Pemberdayaan Bersama dalam Mempercepat Pertumbuhan Ekonomi Syariah Melalui Mata Rantai Industri dan Ekonomi Halal untuk Kesejahteraan Umat Dunia”.

Disampaikan Direktur Departemen Ekonomi dan Keuangan Syariah Bank Indonesia Anwar Bashori, ISEF bertujuan memfasilitasi koordinasi strategis antar-berbagai pemangku kepentingan untuk mendiskusikan dan memformulasikan rekomendasi kebijakan ekonomi dan keuangan syariah di lingkup nasional maupun internasional.

ISEF 2020 juga menghadirkan beragam acara, antara lain International Summit & High Level Forum, konferensi internasional, dan forum investasi. Selain itu, ada pula forum bisnis, pelatihan bisnis, business matching, pameran produk halal, unjuk bincang (talkshow), lokakarya, dan pertunjukan budaya.

Seperti diangkat dalam tema ISEF 2020, industri halal memang pengungkit potensial untuk mengakselerasi pertumbuhan ekonomi dan keuangan syariah di Indonesia dan level global. Ketua Indonesia Halal Lifestyle Center (IHLC) Sapta Nirwandar mengatakan, pada 2017 konsumen Indonesia menghabiskan 218,8 miliar dollar AS di seluruh sektor industri halal.

Angka itu diperkirakan melonjak hingga 330,5 miliar dollar AS pada 2025. Di lingkup global, dari 2,1 triliun dollar AS nilai ekonomi industri halal, Indonesia mewakili sekitar 10 persen konsumsi. Meski begitu, kita baru mengekspor 3,8 persen bagian pada industri ini.

Untuk menggenjot terus daya saing kita, Gubernur BI pada kick off ISEF 7 Agustus lalu mengatakan, bidang ekonomi dan keuangan syariah harus memaksimalkan peran teknologi dan digital di setiap ekosistem dari hulu ke hilir melalui pengembangan rantai nilai halal.

Di tengah situasi pandemi seperti yang kita hadapi sekarang, hal itu juga akan memperkuat sinergi ekonomi dan keuangan syariah serta memperluas jangkauan pasarnya. Upaya-upaya ini pada saat yang bersamaan juga akan mempercepat pemulihan ekonomi nasional.

Fatwa progresif

Pemerintah telah menetapkan empat prioritas agenda dalam pengembangan ekonomi dan keuangan syariah, yaitu industri halal, keuangan syariah, keuangan sosial syariah, serta bisnis syariah. Hal tersebut disampaikan Wakil Presiden Ma’ruf Amin dalam pembukaan forum internasional “Contemporary Fiqh Issues in Islamic and Economic Finance”, Selasa (27/10/2020).

Wapres RI dalam forum internasional “Contemporary Fiqh Issues in Islamic and Economic Finance”

Pengembangan ekonomi dan keuangan syariah tersebut tentunya perlu memperhatikan fatwa dari para ulama agar sesuai dengan ketentuan aspek syariah, selain tentu saja memperhatikan aspek bisnis.

Gubernur BI, dalam kesempatan yang sama, menyampaikan bahwa inovasi produk keuangan syariah yang dirancang untuk memenuhi kebutuhan usaha syariah membutuhkan dukungan fatwa yang progresif demi peningkatan kemaslahatan bagi umat. Hal ini dilakukan dengan tetap menjunjung tinggi kepatuhan terhadap prinsip syariah dalam pencapaian maqasid al shariah atau tujuan penetapan aturan syariah.

Lebih dari itu, perkembangan sosial ekonomi masyarakat yang semakin dinamis, khususnya pada era digital, menuntut perkembangan fikih kontemporer yang dapat mengimbangi kebutuhan usaha syariah dan berbagai inovasi produknya.

Salah satu topik fikih kontemporer yang dibahas adalah terkait fatwa wakaf produktif dan peranannya dalam perekonomian. Area terkait wakaf merupakan bidang yang berpotensi dapat lebih dikembangkan di berbagai negara Muslim di dunia, karena cakupan dan kegunaannya yang luas dalam pemberdayaan ekonomi.

Berkenaan dengan hal ini, Indonesia telah meluncurkan inovasi berupa integrasi instrumen keuangan komersial dan sosial yang melibatkan wakaf, yakni Cash Waqf Linked Sukuk (CWLS). Instrumen ini telah mendapatkan opini/fatwa sesuai dengan prinsip syariah dari otoritas fatwa di Indonesia.

CWLS dapat menjadi instrumen alternatif untuk mendukung bergeraknya aktivitas ekonomi sekaligus pendalaman pasar keuangan untuk membantu mempercepat pemulihan ekonomi nasional.

Sampai dengan akhir Oktober 2020, beragam agenda ISEF 2020 diarahkan untuk secara konstruktif mengembangkan ekonomi dan keuangan syariah. “Seluruh rangkaian kegiatan ISEF ke-7 sejak 7 Agustus hingga pekan ini diharapkan dapat semakin memajukan pengembangan ekonomi dan keuangan syariah, baik di Indonesia maupun global,” tutup Perry. [NOV]