Tahukah Anda, Indonesia adalah salah satu negara dengan jumlah balita yang mengalami stunting lebih tinggi dibandingkan negara lain di Asia Tenggara. Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan 2013, dari 24,5 juta anak di bawah usia lima tahun (balita) di Indonesia, sekitar 9 juta balita atau 37 persen mengalami stunting.

Prevalensi ini lebih tinggi dari 2010 yang tercatat 35,6 persen. Berdasarkan data ini pula, Indonesia menempati ranking ke-108 dari 134 negara yang disurvei dalam Global Nutrition Report 2016. Prevalensi ini tercatat lebih tinggi dari negara di Asia Tenggara, seperti Myanmar (35 persen), Vietnam (19 persen), dan Thailand (16 persen).

Stunting

Stunting merupakan suatu kondisi kekurangan gizi kronis yang ditandai dengan 3G, yaitu gagal tumbuh, gagal kembang, dan gangguan metabolisme pada anak balita, terutama pada 1.000 hari pertama kehidupan. Balita stunting dapat dialami pada keluarga miskin dan juga pada keluarga mampu.

Stunting bisa terjadi karena adanya infeksi berulang dan kurangnya asupan zat makanan yang berkaitan dengan kurang baiknya perilaku kesehatan dan gizi ibu sebelum dan masa kehamilan.

Apalagi ketika hamil ibu kurang mendapatkan layanan perawatan sebelum maupun sesudah. Belum lagi kurangnya akses ibu untuk mendapatkan makanan bergizi yang memadai. Ibu hamil mengalami masalah seperti kekurangan energi kronik dan mengalami anemia. Hal ini akan berdampak pada pertumbuhan dan perkembangan janin dalam kandungan yang tengah tumbuh perkembangan otak dan organ tubuh lainnya.

Foto : Shutterstock.com

Hal tersebut diperburuk saat bayi lahir, tidak langsung mendapatkan IMD (Inisiasi Menyusui Dini). Berdasarkan data SDKI 2017 sekitar 51,5 persen bayi di Indonesia tidak mendapatkan ASI eksklusif (ASI saja hingga 6 bulan pertama). Padahal, ASI merupakan makanan terbaik bayi dan mengandung zat gizi lengkap. ASI juga merupakan cairan hidup yang memiliki sel darah putih, zat kekebalan tubuh, hormon, enzim, serta protein yang sangat baik bagi bayi. Kekurangan gizi pada bayi bisa terus berlanjut hingga usia 24 bukan karena tidak mendapatkan makanan pengganti ASI yang memadai.

Selain masalah gizi, stunting juga dipe­ngaruhi oleh masalah kebersihan dan sanitasi. Masih banyaknya orang yang buang air besar sembarang di ruang terbuka, akses terhadap air bersih untuk minum masih rendah, serta perilaku cuci tangan dengan sabun masih rendah. Rendahnya masalah kebersihan dan kesehatan ini membuat anak rentan terhadap penyakit berbahaya, seperti diare, kolera, tifus, disentri, kecacingan dan infeksi saluran pencernaan. Penyakit berbahaya ini dapat membuat kesehatan anak terganggu dan terhambat tumbuh kembangnya.

Pencegahan

Untuk mencegah stunting, diperlukan upaya dengan intervensi gizi mulai ibu hamil, masa menyusui, hingga usia anak 2 tahun. Hal yang perlu dilakukan antara lain sebagai berikut.

Pada ibu hamil, dimulai dari pemberian makanan tambahan agar ibu hamil tidak kekurangan energi dan protein. Kemudian, pemberian suplementasi zat besi, asam folat, dan iodium. Selanjutnya, mengatasi masalah kecacingan pada ibu hamil, melindungi dari malaria, melakukan pencegahan dan pengobatan diare.

Sementara itu, pada ibu menyusui dan pada anak hingga usia 2 tahun dapat melakukan inisiasi menyusui dini, memberikan ASI eksklusif hingga bayi usia 6 bulan. Dilanjutkan hingga anak usia 2 tahun disertai dengan pemberian makanan pendamping ASI. Penting juga untuk melakukan pemberian fortifikasi zat besi pada makanan anak dan pemberian obat cacing.

Selain masalah gizi, diupayakan memberikan perlindungan kesehatan kepada anak dengan cara memperhatikan masalah kebersihan dan sanitasi, antara lain perlunya akses untuk air minum yang bersih dan sehat, menggunakan jamban sehat agar dapat mencegah dari kuman penyebab penyakit, membiasakan perilaku cuci tangan pakai sabun, dan memberikan imunisasi secara lengkap untuk melindungi anak dari berbagai penyakit infeksi berbahaya.

Jangan lupa, agar memudahkan pelayanan gizi dan kesehatan, serta tumbuh kembang anak terpantau dengan baik, bawalah anak ke posyandu. Selain itu, ikut sertakan pula anak pada program pendidikan anak usia dini agar mendapatkan pembelajaran dini yang berkualitas. [IKLAN/*/ACH]