Oleh Lionov PhD (Dosen Informatika Unpar)
Kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) telah mengambil alih skill manusia di berbagai sektor pekerjaan. Hal ini diungkapkan Pj Gubernur Jawa Barat Bey Triadi Machmudin SE MT dalam kesempatannya pada Orasi Dies ke-69 Universitas Katolik Parahyangan (Unpar) beberapa pekan yang lalu. Lebih lanjut dikatakan bahwa AI mengubah segalanya. Laju dan kompleksitas perkembangan teknologi telah melampaui batas kemampuan adaptasi manusia. Di samping itu, AI memberikan tantangan baru dalam cara belajar, bekerja, dan berinteraksi.
Dalam satu dekade terakhir, kapabilitas AI telah mengalami pertumbuhan secara eksponensial. Salah satu jenis AI yang berkembang pesat dan sangat populer saat ini adalah model Generative AI (GAI). GAI memiliki kemampuan untuk menghasilkan media (teks, suara, gambar, dsb) sebagai respons atas prompt—perintah atau petunjuk berupa pernyataan dan/atau pertanyaan dalam bahasa manusia—yang diberikan oleh pengguna. Contoh pemanfaatan GAI adalah untuk mengotomatisasi proses penyulihan suara (dubbing) pada suatu film, sesuatu yang sebelumnya membutuhkan skill manusia untuk menerjemahkan dialog ke dalam bahasa yang berbeda dan membutuhkan manusia untuk mengucapkannya.
Selain mendukung kemajuan peradaban manusia, penggunaan AI juga menimbulkan banyak permasalahan baru yang dapat mengancam nilai-nilai kemanusiaan. Oleh karena itu, timbul kekhawatiran mengenai bagaimana relasi AI dan manusia (sebagai pembuatnya) pada masa yang akan datang, “apakah manusia akan selalu dapat mengendalikan AI?”
Upaya untuk mengendalikan AI juga dilakukan di berbagai tingkatan yang berbeda. Di tingkat internasional, UNESCO telah merilis “Recommendation on the Ethics of Artificial Intelligence” pada tahun 2021. Sedangkan di tingkat nasional, saat ini pemerintah Republik Indonesia sedang menyusun regulasi terkait AI. Regulasi tersebut mengadopsi rekomendasi dari UNESCO dengan penyesuaian agar selaras dengan konteks bangsa dan negara Indonesia.
Bagaimana di tingkat individual/perorangan? Upaya pengendalian AI menjadi sangat esensial karena pengguna individulah yang harus beradaptasi dan berhadapan langsung dengan AI dalam kehidupan sehari-hari.
Program peminatan AI di bawah naungan Program Studi Informatika Unpar mencoba memberi jawaban atas permasalahan AI tersebut. Dalam pembelajaran AI, mahasiswa diajak untuk memahami literasi AI secara komprehensif yang meliputi kompetensi untuk memahami, berinteraksi, dan berkolaborasi dengan AI. Mahasiswa diperkenalkan dengan konsep-konsep penting pada AI dan aplikasinya, seperti machine learning dan deep learning serta dampaknya pada kehidupan manusia.
Pemahaman literasi AI menyangkut beberapa aspek, di antaranya sebagai berikut.
- Pemahaman terhadap konsep dan cara kerja AI agar mampu mengidentifikasi dan memprediksi risiko yang potensial terjadi akibat penggunaan AI
- Penggunaan aplikasi AI secara bertanggung jawab.
- Selalu bersikap kritis terhadap AI agar tidak terlena oleh “kehebatan” AI yang pada akhirnya berpotensi untuk mengikis kemampuan dasar dan nilai-nilai kemanusiaan secara umum.
Kesadaran akan pentingnya literasi AI adalah awal bagi umat manusia untuk mulai bergerak melangkah maju pada era AI ini sambil berharap agar manusia selalu berada satu langkah di depan AI.
Universitas Katolik Parahyangan adalah salah satu universitas swasta pertama di Indonesia berdiri sejak 1955 berkomitmen untuk menjadi komunitas akademik yang humanum untuk dibaktikan kepada masyarakat. Situs web www.unpar.ac.id.