Bank Indonesia (BI), Bank Negara Malaysia (BNM), dan Bank of Thailand (BOT) meluncurkan Local Currency Settlement (LCS) Framework untuk mendorong penggunaan mata uang lokal masing-masing negara dalam transaksi perdagangan bilateral di Jakarta, Senin (11/12). Kerja sama ini secara langsung menegaskan keinginan Indonesia, Malaysia, dan Thailand untuk mengurangi ketergantungan pada mata uang  internasional utama (dollar AS, euro, dan lain-lain).

Peluncuran ini dilakukan oleh Gubernur BI Agus DW Martowardojo, Gubernur BNM Muhammad bin Ibrahim, dan Gubernur BOT Veerathai Santiprabhob. Dalam sambutannya, Agus mengatakan, ketiga negara ini berkomitmen penuh untuk mendukung implementasi framework tersebut.

“Inisiatif ini menjadi sebuah bentuk kerja sama dari ketiga negara, ruang untuk berbagi inspirasi, dan tentu saja meningkatkan perekonomian di antara ketiga negara,” ujar Agus. Muhammad pun mengamini pernyataan Agus. Dalam sambutannya, Muhammad mengatakan, kerja sama ini akan memberikan keuntungan bagi seluruh pihak, terutama dalam upaya mengontrol volatilitas mata uang lokal. “Kerja sama ini diharapkan dapat mendorong penggunaan local currency in cross border dan mengurangi efek dari volatilitas nilai tukar,” ujarnya.

Sementara itu, kerja sama untuk mendorong  penggunaan mata uang lokal ini, menurut Veerathai, sebenarnya akan memberikan keuntungan bagi tiga negara, khususnya dalam dunia usaha. Kerja sama seperti ini pun sudah dirasakan hasilnya oleh Thailand dan Malaysia yang sudah menandatangani nota kesepahaman serupa pada tahun 2015. Sejak implementasi kerja sama tersebut pada tahun lalu, Veerathai mengatakan, telah terjadi kenaikan volume perdagangan antara kedua negara dengan menggunakan baht dan ringgit sekitar dua kali lipat.

“Kerja sama ini bisa menjawab ketidakpastian di pasar keuangan dunia yang dapat memberikan dampak negatif bagi negara di kawasan ASEAN. Semoga dengan kerja sama ini, ekonomi di kawasan ASEAN bisa lebih baik lagi,” ujar Veerathai.

Operasionalisasi LCS Framework merupakan tindak lanjut dari penandatanganan nota kesepahaman bilateral yang sudah ditandatangani oleh BI, BNM dan BOT pada Desember tahun lalu. Adapun nota kesepahaman itu berisi kesepakatan untuk membentuk kerangka kerja sama guna mendorong penyelesaian perdagangan bilateral dan investasi langsung dalam mata uang lokal.

Mendorong nilai ekspor impor

LCS Framework sangat berkaitan dengan transaksi perdagangan. Importir Indonesia yang mengimpor dari Malaysia atau Thailand dapat membayar menggunakan mata uang ringgit atau baht melalui bank ACCD yang ditunjuk. Jadi tidak perlu lagi menggunakan dollar AS. Proses ini juga berlaku sama untuk kegiatan ekspor di antara tiga negara.

“Dengan LCS Framework, biaya bisa lebih efisien dan transaksi perdagangan akan lebih mudah karena bisa langsung dikonversikan ke nilai tukar kedua negara. Jadi, tidak perlu lagi dikonversikan ke mata uang negara ketiga (seperti dollar AS). Kerja sama ini juga akan mendorong diversifikasi penggunaan mata uang dalam transaksi perdagangan dari dan ke masing-masing negara. Efeknya, selain nilai perdagangan meningkat, stabilitas keuangan juga akan terjaga dengan baik,” ujar Agus.

Selama ini, ketergantungan Indonesia pada dolar AS masih sangat besar. Dalam kegiatan ekspor, 94 persen masih menggunakan dolar AS. Sementara itu, impor masih 78 persen porsi dolar AS.

BI mencatat, total nilai perdagangan Indonesia dan Malaysia dalam kurun waktu 2010–2016 sebesar 19,5 miliar dolar AS, dengan porsi ekspor sebesar 9,3 miliar dolar AS dan impor sebesar 10,2 miliar dolar AS. Sementara itu, total nilai perdagangan Indonesia dengan Thailand mencapai 15 miliar dolar AS, dengan porsi ekspor 5,5 miliar dolar AS dan impor mencapai 9,5 miliar dolar AS.

Untuk operasionalisasi LCS Framework ini, ketiga negara telah menunjuk beberapa bank yang telah memenuhi kriteria utama untuk memfasilitasi transaksi bilateral. Bank ini disebut bank Appointed Cross Currency Dealer (ACCD). Kriteria penunjukan bank ACCD tersebut antara lain berdaya tahan dan sehat di setiap negara, memiliki pengalaman dalam memfasilitasi perdagangan antara kedua negara, memiliki hubungan bisnis dengan bank di kedua negara, dan memiliki basis konsumen dan kantor cabang yang luas di negara asal.

BI dan BNM menunjuk enam bank Indonesia untuk melakukan operasionalisasi LCS rupiah-ringgit, yaitu PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI), PT Bank Mandiri (Persero) Tbk, PT Bank Central Asia Tbk (BCA), PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk, PT Bank CIMB Niaga Tbk, dan PT Bank Maybank Indonesia Tbk. Sedangkan untuk bank di Malaysia, BI dan BNM menunjuk CIMB Bank Berhad, Hong Leong Bank Berhad, Malayan Banking Berrhad, Public Bank Berhad, dan RHB Bank Berhad.

Lalu, untuk operasionalisasi LCS Framework rupiah-bath, BI dan BoT menunjuk bank-bank antara lain 5 bank di Indonesia, yaitu PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI), PT Bank Mandiri (Persero) Tbk, PT Bank Central Asia Tbk (BCA), PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk, dan Bangkok Bank PCL. Sementara itu, untuk bank di Thailand, operasionalisasi akan dijalankan oleh Bangkok Bank PCL, Bank of Ayudhya PCL, Kasikornbank PCL, Krung Thai Bank PCL, dan Siam Commercial Bank PCL. Kerja sama antara ketiga negara ini mulai beroperasi secara efektif pada 2 Januari 2018. [VTO]

 Artikel ini terbit di Harian Kompas edisi 12 Desember 2017