Setiap permasalahan, pasti butuh penyelesaian. Seperti yang dikatakan oleh Albert Einstein, “We cannot solve our problems with the same level of thinking that created them (Kita tidak bisa menyelesaikan masalah dengan tingkat pemikiran yang sama dengan masalah tersebut)”. Hal ini berarti kita harus mulai memikirkan bagaimana caranya berpikir setingkat lebih hebat dari masalah tersebut untuk menyediakan solusi permasalahan atau bisa disebut dengan out of the box solution.
Kita harus berpikir lebih kreatif, jangan terpaku dengan satu cara, tetapi carilah berbagai macam alternatif solusi. Kemudian setelahnya kita harus bisa mengukur sebesar apa konsekuensi yang dihasilkan oleh setiap pilihan solusi sehingga kita bisa memilih yang paling efisien untuk kita.
Sulit dilakukan? Ya, memang sulit, apalagi jika kita memutuskan semuanya tanpa tahu apa yang sebenarnya terjadi di lapangan, tanpa adanya data konkret yang menjelaskan inti dari permasalahan. Data akhirnya dipakai sebagai salah satu hal yang wajib ada ketika kita menyelesaikan masalah.
Data dianggap sangat penting sebagai pengukuran dalam dunia nyata. Di mana kita bisa mendapatkannya? Pada era digital ini, data sudah tersedia di mana-mana, tetapi yang paling penting berikutnya adalah siapa yang bisa menerjemahkan data tersebut menjadi sebuah informasi yang ingin kita ketahui. Ketika sebuah data tidak bisa diterjemahkan menjadi informasi, data hanyalah angka yang tidak berarti atau tidak bisa digunakan untuk membantu kita menyelesaikan masalah.
Dari pernyataan di atas, seseorang yang bisa menerjemahkan data tersebut menjadi sebuah informasi adalah kuncinya. Merekalah yang bisa membuat data menjadi sebuah informasi berharga atau insight, seorang data scientist. Seorang data scientist sejatinya adalah seseorang yang menguasai ilmu data, teknologi informasi (TI), dan proses bisnis yang sebuah perusahaan/lembaga jalani. Dua-duanya merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan karena hal ini merupakan inti dari seorang data scientist.
Namun, sangat disayangkan, mencari sumber daya manusia (SDM) yang seperti ini bagai mencari jarum di antara jerami, sangat sulit ditemukan. Mereka harus menguasai proses bisnis yang butuh pengalaman yang cukup lama untuk mendapatkan sense tersebut, dan untuk belajar TI dan ilmu data sekarang juga bukan hal yang mudah karena mereka harus menguasai campuran ilmu statistika, matematika, dan TI.
Kalau melihat spesifikasi tersebut, tidak mungkin SDM data scientist akan tersedia secara “instan” dan jika ingin merekrut orang seperti ini, tidak sedikit uang yang harus diinvestasikan. Dilansir dari Glassdoor, di AS saja, rata-rata gaji tahunan data scientist adalah Rp 1,5 miliar. Hal ini wajar karena dibutuhkan waktu yang lama untuk membuat seseorang menjadi seorang data scientist yang matang.
Walaupun mahal, permintaan data scientist ini tidak urung menurun. Survei yang diadakan IBM memberikan hasil bahwa pada 2020 terdapat peningkatan kebutuhan data scientist dari sekitar 364.000 menjadi 2,72 juta dengan tren yang terus meningkat. Hal ini menunjukkan bahwa keberadaan mereka bisa membuat investasi yang sudah dikeluarkan oleh perusahaan untuk mereka dapat kembali dengan untung yang berlipat alias balik modal.
Permasalahan pada masa pandemi ini tentunya adalah permasalahan yang baru. Jadi, tentunya data memainkan peranan yang sangat penting dalam pemetaan masalah. Bayangkan, jika si “penerjemah” data menjadi insight tidak ada, bagaimana mau menyelesaikan masalah besar, datanya saja tidak bisa diterjemahkan menjadi informasi.
“A problem well stated is a problem half solved”, perkataan dari John Dewey ini menyadarkan kita apabila masalah itu dirumuskan dengan baik, setengah dari permasalahan kita sudah terselesaikan. Artinya, dengan adanya pemetaan masalah yang baik, pencarian solusi tinggal setengah jalan lagi. Pemetaan masalah yang akurat harus sesuai dengan data, sehingga pemetaan lebih terukur sehingga akan menghasilkan solusi yang tepat sasaran.
Indonesia butuh banyak bibit calon data scientist untuk jadi satria data. Kita percaya di antara 175 juta jiwa masyarakat Indonesia yang berusia produktif, pasti ada calon yang berpotensi untuk mengisi “bolongnya” SDM data scientist untuk membantu menyelesaikan permasalahan Indonesia agar menjadi lebih sejahtera. Anak muda yang tertarik untuk belajar ilmu data lebih dalam bisa memilih jurusan yang sesuai dengan pekerjaan tersebut, yaitu statistika, matematika ataupun ilmu komputer. Mereka inilah yang nantinya berpotensi untuk bisa menjadi satria data dan membantu menyelesaikan permasalahan Indonesia. (Marizsa Herlina SStat MSc, Dosen Program Studi Statistika Universitas Islam Bandung)
Unisba Menjadi Perguruan Tinggi Islam yang Mandiri, Maju, dan Terkemuka di Asia Pada Tahun 2025. situs web: https://www.unisba.ac.id.