Tak dapat dimungkiri, perkembangan dunia digital telah menyasar ke segala sisi kehidupan. Saat ini, rasanya hampir tidak ada sisi kehidupan manusia yang tidak terpengaruh proses digitalisasi.
Namun, masih banyak pengguna internet yang hanya mampu menerima informasi tanpa kemampuan memahami dan mengolah informasi tersebut secara baik, sehingga masih banyak masyarakat terpapar oleh informasi yang tidak benar.
Menyikapi hal itu, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menggelar seri webinar literasi digital #MakinCakapDigital dengan tema “Cerdas dan Bijak Berinternet Pilah Pilih sebelum Sebar”. Webinar yang digelar pada Senin (4/10/2021) di Kabupaten Serang, diikuti oleh puluhan peserta secara daring.
Webinar ini mengundang narasumber dari berbagai bidang keahlian dan profesi, yakni Yolanda Presiana Desi, S.I.P., M.A – Dosen Sekolah Tinggi Multi Media MMTC Yogyakarta, Imam Baihaqi, MH – Konsultan Pemberdayaan Desa, Mikhail Gorbachev – Peneliti di Institut Humor Indonesia Kini dan Anggun Puspitasari S.IP., M.Si – Dosen Hub. Internasional Univ. Budi Luhur Jakarta.
Penyebaran konten negatif
Tema yang dibahas oleh masing-masing narasumber meliputi digital skills, digital ethics, digital culture, dan digital safety. Yolanda Presiana membuka webinar dengan mengatakan, saluran penyebaran hoaks paling banyak terjadi dari sosial media, kemudian aplikasi chatting, dan disusul aplikasi media lain seperti website.
“Kebenaran menjadi memudar karena ada empat tren. Pertama meningkatnya ketidaksetujuan atas fakta dan interpretasi analisis terhadap fakta dan data. Kaburnya garis antara fakta dan opini. Meningkatnya volume dan pengaruh yang dihasilkan dari opini atas fakta, serta menurunnya kepercayaan pada sumber informasi faktual yang sebelumnya cukup diandalkan,” paparnya.
Menurutnya, bentuk hoaks berkembang dari bentuk sederhana menjadi lebih beragam. Hoaks berbentuk tulisan tetap yang terbanyak. Macam-macam distorsi informasi yakni mis-informasi adalah hubungan yang salah, konten yang menyesatkan
“Lalu disinformasi adalah konteks yang salah, konten tiruan, konten yang dimanipulasi, konten rekaan. Lalu mal-informasi adalah (sepenggal) bocoran, (sepenggal) pelecehan, dan (sepenggal) ujaran kebencian,” katanya.
Imam Baihaqi mengatakan, disrupsi digital adalah era terjadinya inovasi dan perubahan besar- besaran secara fundamental karena hadirnya teknologi digital, mengubah sistem dan tatanan hidup manusia secara global.
“Post truth diartikan sebagai kondisi dimana fakta tidak lagi berpengaruh dalam membentuk opini publik, melainkan emosi dan keyakinan personal yang akan menentukan. Hoaks, fake news dan false news merajalela di ruang medsos. Simpelnya, post truth adalah era di mana kebohongan dapat menyamar menjadi kebenaran,” ujarnya.
Etika media sosial
Adapun etika bersosial media yang ideal secara umum yakni ada 5 hal. Pertama, gunakan bahasa yang sederhana, mudah difahami dan tidak menimbulkan kesalahpahaman. Lalu menghargai orang lain bukan hanya tidak menghina atau mencela, tapi berkomunikasi hangat dan informatif.
“Tak lupa untuk kontrol pada konten, lebih terkendali dalam memposting data pribadi. Tidak mengumbar berlebihan yang memancing orang melakukan cyberbullying. Tidak terlalu sering memposting hal yang sama berkali-kali. Memiliki karakter tersendiri dalam membuat postingan, tidak memplagiasi milik orang lain,” katanya.
Pilah dan pilih berita di Internet, ada beberapa langkah sederhana yang bisa membantu dalam mengidentifikasi mana berita hoaks dan mana berita asli. Pertama hati-hati dengan judul provokatif. Berita hoaks seringkali menggunakan judul sensasional yang provokatif, misalnya dengan langsung menudingkan jari ke pihak tertentu.
Isinya kadang diambil dari berita media resmi, tapi diubah-ubah agar menimbulkan persepsi sesuai kehendak sang pembuat hoaks. Jika menemukan hal tersebut, cari referensi beritanya yang resmi, lalu bandingkan isinya.
Cermati alamat situs, apabila berasal dari situs yang belum terverifikasi sebagai institusi pers resmi, maka informasinya meragukan. Lalu periksa fakta, perhatikan dari mana berita berasal dan siapa sumbernya. Sebaiknya jangan cepat percaya jika informasi sumbernya tidak jelas.
Mikhail Gorbachev turut menambahkan, saat ini masyarakat kita memiliki tingkat literasi yang rendah tetapi memiliki tingkat emosi yang tinggi. Di Indonesia, semakin lama menggunakan internet, semakin rentan sebar hoaks daripada pengaruh usia, jenis kelamin bahkan tingkat pendidikan.
“Perlu dipahami, konten yang baik belum tentu benar, tidak semua konten yang benar pantas disebar, dan konten yang benar belum tentu bermanfaat,” paparnya.
Sebagai pembicara terakhir, Anggun Puspitasari mengatakan, berdasarkan data yang sudah dikumpulkan, netizen Indonesia memang menyukai konten yang mengarah pada negatif dibandingkan dengan hal positif.
“Oleh karena itu, terkait dengan sebar menyebar kita harus berhati-hati untuk memilih milih sehingga kita tidak menyebarkan yang negatif. Kita harus sharing yang penting-penting saja bukan yang penting sharing, ini yang harus selalu kita kampanyekan,” pesannya.
Dalam sesi KOL, Sheila Siregar mengatakan, dampak positif ruang digital, yakni sekarang bahwa kita dapat mengakses internet dengan cepat informasi yang kita dapat, dan proses komunikasi juga lebih mudah, walaupun terpisah jarak tetapi kita bisa tetap berkomunikasi secara realtime.
“Hal negatifnya adalah dengan derasnya arus komunikasi menjadikan maraknya informasi palsu yang lebih banyak, dan penipuan secara online serta pencurian data. Maka penting sekali belajar kecakapan digital dan keamanan digital, dan lebih melengkapi skill kita di era digital masa kini,” katanya.
Dalam webinar ini, para partisipan yang hadir juga dipersilahkan untuk mengutarakan pertanyaan dan tanggapan. Salah satu peserta bernama Farel Herlambang menanyakan, bagaimana menerapkan/mengedukasi masyarakat digital agar bisa saling menghargai toleransi budaya kita yang beragam ini?
“Sebenarnya ada penelitiannya hoaks terjadi karena apa, dan adanya niat buruk melalui misinformasi atau kealpaan kita, tetapi lain hal dengan disinformasi bisa saja adanya kesengajaan untuk kepentingan pribadi atau adanya factor duit, kita bisa cek informasinya apakah benar atau tidak, kita beritahu juga keluarga kita jangan asal termakan hoaks,” jawab Mikhail.
Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kabupaten Serang. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui Instagram @siberkreasi.dkibanten dan @siberkreasi.
Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, terutama kepada Kominfo. Mengingat program literasi digital ini hanya akan berjalan dengan baik dan mencapai target 12,5 juta partisipan, jika turut didukung oleh semua pihak.