Tak dapat dimungkiri, perkembangan dunia digital telah menyasar ke segala sisi kehidupan. Saat ini, rasanya hampir tidak ada sisi kehidupan manusia yang tidak terpengaruh proses digitalisasi.Â
Namun, masih banyak pengguna internet yang hanya mampu menerima informasi tanpa kemampuan memahami dan mengolah informasi tersebut secara baik, sehingga masih banyak masyarakat terpapar oleh informasi yang tidak benar.
Menyikapi hal itu, maka baru-baru ini Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menggelar seri webinar literasi digital #MakinCakapDigital dengan tema “Bijak Berkomentar di Ruang Digital”. Webinar yang digelar pada Kamis, 18 November 2021 di Kabupaten Tangerang, diikuti oleh puluhan peserta secara daring.Â
Webinar ini mengundang narasumber dari berbagai bidang keahlian dan profesi, yakni Dewi Rahmawati, M.Kom – Product Manager at Localin, Diana Balienda – Founder DND Culinary, Dr. Aminah Swarnawati – Dosen Prodi Magister Ilmu Komunikasi Fisip Univ. Muhammadiyah Jakarta dan Dr. Rahmawati MM.CPS – Trainer Making Indonesa 4.0 LEMHANNAS RI & Dosen Univ. Mulawarman.
Kecakapan digital
Tema yang dibahas oleh masing-masing narasumber meliputi digital skills, digital ethics, digital culture, dan digital safety. Dewi Rahmawati membuka webinar dengan mengatakan, dalam menggunakan media digital, diperlukan kecakapan atau skills.
“Digital skills adalah kemampuan individu dalam mengetahui, memahami, dan menggunakan perangkat keras dan peranti lunak TIK serta sistem operasi digital. Pengetahuan dasar mengenai lanskap digital (HW&W), pengolahan sumber informasi, platform media sosial dan transaksi digital,” tuturnya.
Cara berkomentar yang baik yakni sesuai konteks, gunakan bahasa yang sopan, tidak untuk menghina, hindari menyerang pribadi, hargai pendapat orang lain, pikirkan kembali sebelum komen.
Diana Balienda mengatakan, teknologi hadir untuk memudahkan kehidupan kita. Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa kemajuan-kemajuan teknologi yang ada menciptakan tantangan baru bagi masyarakat digital.Â
Maka diperlukan etika digital (digital ethics), yang merupakan kemampuan individu dalam menyadari, mencontohkan, menyesuaikan diri, merasionalkan, mempertimbangkan dan mengembangkan tata kelola etika digital (netiket) dalam kehidupan sehari-hari.Â
“Bahwa menggunakan media digital mestinya diarahkan pada suatu niat, sikap, dan perilaku yang etis demi kebaikan bersama. Demi meningkatkan kualitas kemanusiaan,” ujarnya.Â
Menurutnya, hidup di media sosial menuntut netizen untuk menggunakan identitas asli, menerapkan toleransi, bebas berpendapat namun harus mengikuti aturan yang berlaku, tidak menimbulkan konflik/perpecahan/ancaman, sampaikan dengan bahasa yang baik, sopan dan santun, isi dengan konten-konten positif.
Dr. Aminah Swarnawati turut menjelaskan, menjaga ruang digital bisa dilakukan dengan berpikir kritis. Waspadai sampah informasi digital, bukan sekadar paham, tetapi berpikir kritis dan tanggap dalam menghadapi hoaks, berita bohong, cybercrime, cyberbullying, pornografi, radikalisme, hate speech, dan SARA.
Lalu tidak ikut posting atau menyebarluaskan konten foto, gambar, atau video yang termasuk sampah informasi digital di media apa saja. Budaya digital telah menjadi tatanan kehidupan baru dan memengaruhi gaya interaksi di ruang digital.Â
“Perlu bijak dalam berkomunikasi/berinteraksi supaya tidak menimbulkan masalah. Gunakan dengan bijak kebebasan berekspresi, dengan berkomentar positif dan tidak merugikan orang lain. Tidak perlu buru-buru dalam berkomentar atau share (saring sebelum sharing),” paparnya.
Digital safety
Sebagai pembicara terakhir, Dr. Rahmawati mengatakan, digital safety merupakan kemampuan individu dalam mengenali, memolakan, menerapkan, menganalisis, dan meningkatkan kesadaran keamanan digital dalam kehidupan sehari-hari.
Efek berbahaya ujaran kebencian yakni memiliki efek menular yang mengarah pada ujaran kebencian yang terus berlebih. Berkontribusi pada pengucilan sosial dan peningkatan polarisasi yang memecah kohesi sosial.Â
“Selain itu, ujaran kebencian juga dapat merampas martabat individu/kelompok. Memiliki efek jera terhadap partisipan dalam sistem demokrasi karena takut direndahkan akibat stigma yang terlanjur negatif,” katanya.
Dalam sesi KOL, Gloria Vincentia mengatakan, mengenai dampak positif di ruang digital atau berinternet, yakni bisa digunakan untuk pendidikan dan memudahkan kerja, tetapi selain itu artinya ada sisi negatif seperti contohnya konten penipuan atau konten informasi hoaks.
“Namun semua itu bagaimana kita bisa mengontrol diri kita agar semakin bijak dalam berkomentar. Tips agar bijak berkomentar di ruang digital, kita harus filter dulu apa yang kita cerna setiap hari, kita harus filter apa yang kita lihat di ruang digital dan informasinya haruslah bersumber dari yang tepercaya,” ujarnya.
Dalam webinar ini, para partisipan yang hadir juga dipersilakan untuk mengutarakan pertanyaan dan tanggapan. Salah satu peserta bernama Senteria menanyakan, bagaimana agar generasi muda sadar dan tidak terjerumus oleh berita-berita hoaks?
“Kita harus mencari banyak sumber informasi, jangan hanya terpaku pada satu sumber, dan kita harus banyak-banyak baca dalam literasi digital, dan bisa kita olah lagi perspektif lain agar tidak kita telan mentah-mentah. Jadi sebisa mungkin ketika kita mendapatkan informasi jangan langsung percaya, bisa juga sharing dengan teman dekat kita dan diskusikan apakah itu benar atau tidak. Jadi temen-temen haruslah tingkatkan kembali literasi digital,” jawab Dewi.
Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kabupaten Tangerang. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui Instagram @siberkreasi.dkibanten dan @siberkreasi.
Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, terutama kepada Kominfo. Mengingat program literasi digital ini hanya akan berjalan dengan baik dan mencapai target 12,5 juta partisipan, jika turut didukung oleh semua pihak.