Tingkat kepadatan DKI Jakarta sangat tinggi. Kota ini memiliki luas wilayah daratan 662 kilometer persegi, dengan total penduduk 11.350.328 jiwa per Juni 2023. Jika dibagi rata, kepadatannya mencapai lebih dari 17.000 jiwa per kilometer persegi.
Kondisi itu tentu merupakan tantangan besar bagi Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta untuk mengelola Sumber Daya Manusia (SDM) dan mengentaskan kemiskinan. Data per Maret 2022, tingkat kemiskinan DKI Jakarta mencapai 4,69 persen atau 502.040 jiwa. Pada masa pemerintahan Penjabat (Pj) Gubernur Heru Budi Hartono, dilakukan berbagai langkah taktis untuk melakukan intervensi, dengan target kemiskinan ekstrem 0 persen pada 2024.
Hal utama yang dilakukan yaitu langsung turun ke lapangan untuk mendapatkan data by name by address secara akurat. Dari data ini, Pemprov DKI dapat menyalurkan program-program secara tepat sasaran. Beberapa di antaranya Kartu Jakarta Pintar (KJP) Plus, Kartu Jakarta Mahasiswa Unggul (KJMU), Bantuan Pendidikan Masuk Sekolah (BPMS), dan Kartu Anak Jakarta (KAJ).
Di samping itu, Pemprov DKI juga menggenjot terus upaya untuk meningkatkan pendapatan penduduk, dengan usia produktif yang jumlahnya mencapai 71,17 persen (8.078.058 jiwa). Berbagai program dirancang, seperti Pengembangan Kewirausahaan Terpadu (Jakpreneur). Fokusnya memberikan fasilitas, pembinaan, dan pelatihan terhadap pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) pemula. Selain itu, bekerja sama dengan perusahaan-perusahaan mengadakan bursa-bursa kerja untuk menyerap Sumber Daya Manusia (SDM) potensial.
Menurut Kepala Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan dan Pertanian Provinsi DKI Jakarta Suharini Eliawati, hingga Maret 2023, tingkat kemiskinan berhasil turun 0,25 persen menjadi 4,44 persen atau 477.830 jiwa. Hal tersebut tidak lepas dari usaha Pemprov DKI dalam upaya peningkatan ekonomi secara keseluruhan.
“Pada Agustus 2023 (year on year/yoy), laju inflasi DKI Jakarta berada di angka 2,93 persen. Atas raihan tersebut, Pemprov DKI Jakarta mendapatkan penghargaan Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) Terbaik kategori Jawa dan Bali yang diberikan oleh Kemenkeu dan Kemendagri,” katanya.
Prestasi tersebut mengganjar Pemprov DKI dengan insentif fiskal lebih dari Rp 10 miliar yang dialokasikan untuk subsidi pangan murah, dengan fokus untuk penduduk miskin. Khususnya yang memiliki anak dengan kondisi gizi buruk, bahkan mengalami tengkes (stunting).
Penanganan tengkes
Tengkes juga menjadi fokus Pemprov DKI Jakarta di bawah kepemimpinan Pj Gubernur Heru. Berbagai langkah konkret dilakukan untuk mengintervensi isu ini dengan menginisiasi berbagai inovasi penanganan tengkes, seperti Rembuk Stunting, Program Bagimu, Program Bapak Asuh Anak Stunting (BAAS), Go Tuntas JS, Balita Binaan Kodim, Taman Safari, Centing Nasi, Klenting Puspa, dan situs web Jakarta Beraksi.
Terkait terobosan di bidang kesehatan, pengamat kebijakan publik Lisman Manurung berpendapat, saat ini pemerintah sudah lebih berfokus pada kewajiban pelayanan publik. “Hal ini membuat sistem pelayanan publik di lembaga-lembaga pemerintahan ditata dengan baik, termasuk puskesmas. Masyarakat berbondong-bondong datang, lalu bisa dipetakan kondisi riilnya, untuk kemudian dilakukan penanganan. Jadi, kita melihat progres dalam program ini,” jelasnya.
Lisman menambahkan, tantangan untuk mengatasi persoalan kesehatan dan kemiskinan di Jakarta sebenarnya tidak memerlukan formula baru. Menurutnya, jika program-program pelayanan publik belum bisa mencapai targetnya, hal ini akan membayangi pengentasan kemiskinan di kota Jakarta.
“Pada masa lalu kita bisa mengambil contoh lamban dan rendahnya kapabilitas dokter dan tenaga kesehatan pendukungnya yang berakibat pada maraknya praktik dokter partikelir serta di rumah sakit swasta. Itu yang kemudian terselesaikan perlahan-lahan pada era Gubernur Jokowi dan Basuki Tjahaja Purnama. Strateginya ringkas dan mudah dipahami. Caranya, dengan menata proses pelayanan serta menjembatani Askes sebagai penanggung jaminan,” tutur Lisman.
Hal itu, lanjutnya, menimbulkan sistem yang dikendalikan oleh permintaan, yaitu pasien beralih dari praktik dokter mandiri menjadi pasien layanan ratusan puskesmas di Jakarta. Layanan puskesmas ini menjadi sangat diminati. Termasuk perluasan akses pada pelayanan publik strategis, seperti kesehatan dan transportasi umum.
“Akibat ada peralihan dari pelayan komersial menjadi Public Service Obligation (PSO),” ucap Lisman.
Susi, warga Pademangan, Jakarta Utara, yang memiliki anak dengan status tengkes, merasa sangat terbantu dengan program dari puskesmas setempat. “Kami diberi PMT (Pemberian Makanan Tambahan), telur, dan susu. Kami juga diajak bergabung di grup WhatsApp. Semuanya dicek, dipantau. Jadi, puskesmas ikuti perkembangan anak sampai akhirnya dinyatakan kondisi anak saya jauh lebih baik,” ujar Susi.
Berdasarkan data Agustus 2023, sebanyak 9.459 balita bisa dientaskan dari status tengkes. Pj Gubernur Heru berjanji akan menyelesaikan masalah tengkes di Jakarta. “Pemprov DKI Jakarta terus mencari anak-anak yang terkena tengkes. Kita akan segera menyelesaikannya,” pungkasnya. [*]