Tak dapat dimungkiri, perkembangan dunia digital telah menyasar ke segala sisi kehidupan. Saat ini, rasanya hampir tidak ada sisi kehidupan manusia yang tidak terpengaruh proses digitalisasi.

Namun, masih banyak pengguna internet yang hanya mampu menerima informasi tanpa kemampuan memahami dan mengolah informasi tersebut secara baik, sehingga masih banyak masyarakat terpapar oleh informasi yang tidak benar.

Menyikapi hal itu, maka baru-baru ini Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menggelar seri webinar literasi digital #MakinCakapDigital dengan tema “Literasi Digital: Bangun Masyarakat Digital Berbudaya Indonesia”. Webinar yang digelar pada Senin, 8 November 2021 di Jakarta Utara, diikuti oleh puluhan peserta secara daring.

Webinar ini mengundang narasumber dari berbagai bidang keahlian dan profesi, yakni Diana Balienda – Founder DND Culinery, Dr Bambang Pujiyono, MM MSi – dosen FISIP Universitas Budi Luhur Jakarta, Alviko Ibnugroho, SE, MM – Financologist, Motivator Keuangan & Kejiwaan Keluarga, IAPA dan Muhammad Bima Januri, ST, MKom – Co-Founder Localin.

Tema yang dibahas oleh masing-masing narasumber meliputi digital skills, digital ethics, digital culture, dan digital safety. Diana Balienda membuka webinar dengan mengatakan, Indonesia itu merupakan negara yang beragam dari Barat sampai ke Timur, memiliki banyak bahasa, kuliner dan lain sebagainya.

Kita semua tahu bahwa munculnya teknologi sebetulnya didasarkan pada niat baik yang bertujuan untuk mempermudah kehidupan manusia, baik itu dalam beraktivitas sehari-hari maupun aktivitas lainnya.

“Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa kemajuan yang ada justru juga memiliki dampak negatif, yang menjadi sebuah tantangan baru yang dihadapi oleh kita semua sebagai masyarakat digital,” tuturnya.

Menurutnya, kita harus fokus terhadap budaya Indonesia, lalu buat konten-konten tentang budaya Indonesia. Tidak perlu anti dengan budaya luar, justru itu bisa dijadikan referensi juga untuk kita dalam membuat konten.

Kita gunakan teknologi untuk membuat diri kita lebih mudah dan mengenal negara kita ini, serta lebih mengenal budaya kita, sehingga bisa membuat kita lebih cinta dengan negara kita. Jangan sampai sebagai warga negara Indonesia kita justru lebih cinta dengan negara luar.

Dr Bambang Pujiyono menambahkan, meski kita sudah memiliki keahlian dan keterampilan menggunakan teknologi, dengan membuat konten-konten apapun yang nantinya akan di distribusikan ke ruang digital, harus tetap hati-hati.

“Bagaimana caranya kita bisa memanfaatkan teknologi dan ruang digital secara bertanggung jawab. Tanggung jawab yang tidak terlepas dari etika,” ujarnya. Seperti yang kita ketahui kalau Indonesia itu kaya akan budayanya, dari Sabang sampai Merauke.

Adapun tantangan budaya yang terjadi yaitu kemampuan belajar adaptasi dengan budaya baru, ketahanan budaya kita menghadapi gempuran budaya baru, ancaman budaya di internet seperti penyebaran hoaks dan konten-konten negatif. Oleh sebab itu penting untuk belajar tentang Literasi Digital.

Alviko Ibnugroho turut menjelaskan, masyarakat Indonesia saat ini berada pada era digital, aspek kehidupan tidak terlepas dari penggunaan dan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi.

Masyarakat Indonesia akan semakin mudah dalam mengakses informasi melalui berbagai platform teknologi digital yang menawarkan inovasi fitur dari media komunikasi yang kian interaktif.

“Adanya perkembangan teknologi yang semakin masif, membawa transformasi di era digital di beberapa bidang misalkan pendidikan yang biasanya menggunakan Manual Based menjadi Electronic Based. Sosial yang biasanya interaksi sosial yang bertemu secara langsung saat ini bisa hanya dengan menggunakan aplikasi chatting,” katanya.

Sebagai pembicara terakhir, Muhammad Bima mengatakan, untuk bisa membangun masyarakat digital yang berbudaya Indonesia, tentunya kita harus berpikir kritis. Konten yang baik belum tentu benar.

“Tidak semua konten yang benar pantas disebar, konten yang pantas belum tentu bermanfaat, saring sebelum sharing dan sebagai masyarakat digital kita juga harus tahu tentang Perlindungan data,” katanya.

Dalam sesi KOL, Cinthia Karani mengatakan, dampak positif dari dunia digital ini pasti kita semua sudah merasakan seperti hari ini ada webinar melalui Zoom yang tidak pernah disangka-sangka, lalu ada Sosial Media dengan berbagai macam fiturnya sebagai tempat hiburan, berbagi informasi.

“Namun disamping itu semua ada dampak negatifnya seperti cyberbullying, cyber crime, pelecehan seksual di dunia digital, apalagi kita sebagai warga Indonesia tidak menyertakan budaya kita, budaya yang baik sebagai warga negara Indonesia dalam berdigital. Mari kita berbudaya digital yang baik,” jelasnya.

Dalam webinar ini, para partisipan yang hadir juga dipersilahkan untuk mengutarakan pertanyaan dan tanggapan. Salah satu peserta bernama Besti menanyakan, bagaimana caranya untuk membentuk perilaku sopan santun pada netizen Indonesia agar bisa menggunakan sosial media dengan semestinya, kecakapan apa yang harus dimiliki?

“Pertama kita juga harus belajar ilmu komunikasi, bagaimana kita berkomunikasi dengan orang lain, agar tidak menyebabkan orang tersebut merasa tersinggung dan marah dan mau untuk mendengarkan nasehat kita. Lalu dimulai dari diri kita sendiri, jika mau berkomentar, membuat status dan sharing apapun itu harus dipikirkan dulu kira-kira kita sudah menggunakan bahasa yang baik atau belum dan apakah bisa menyinggung perasaan orang lain atau tidak,” jawab Diana.

Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Jakarta Utara. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui Instagram @siberkreasi.dkibanten dan @siberkreasi.

Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, terutama kepada Kominfo. Mengingat program literasi digital ini hanya akan berjalan dengan baik dan mencapai target 12,5 juta partisipan, jika turut didukung oleh semua pihak.