Dalam Climate Action Summit di kantor pusat Perserikatan Bangsa-Bangsa atau PBB, di New York, AS, Oktober lalu, para pemimpin dunia diminta menyampaikan program nyata, bukan sebatas komitmen, dalam menghadapi darurat iklim menyongsong batas waktu awal dimulainya implementasi Kesepakatan Paris tahun 2020.

Kesepakatan yang dite­tapkan pada 2015 itu mewajibkan negara untuk membatasi kenaikan rata-rata suhu global di bawah 2 derajat celsius dari tingkat pre-industrialisasi dan melakukan upaya pembatasan hingga di bawah 1,5 derajat celsius. Pada kesempatan tersebut, delegasi RI yang dipimpin oleh Wakil Presiden RI 2014–2019 Jusuf Kalla menyampaikan, “Kita tidak lagi memiliki keleluasaan maupun pilihan selain meningkatkan ambisi pengendalian perubahan iklim. Dalam menghadapi kenyataan ini, aksi iklim harus konkret dan realistis.”

Komitmen NDC Indonesia

Indonesia menetapkan komit­mennya melalui ratifikasi Kesepakatan Paris dengan UU Nomor 16 Tahun 2016 dan menyampaikan Nationally Determined Contribution (NDC) dengan target penurunan emisi GRK sebesar 29 persen dari BAU 2030 dengan upaya sendiri, dan sampai dengan 41 persen apabila terdapat bantuan internasional serta meningkatkan resiliensi terhadap dampak perubahan iklim melalui upaya-upaya adaptasi.

NDC Indonesia hanya akan tercapai melalui partisipasi dan kerja sama antar-pemangku kepentingan dalam keseluruhan tahap implementasinya, sejak awal perumusan perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi, serta sampai pada pelaporannya untuk menjaga kaidah transparansi sebagaimana dimandatkan dalam Kesepakatan Paris. Partisipasi aktif pemerintah daerah, dunia usaha, lembaga keuangan dan masyarakat yang merupakan bagian dari non party stakeholders (NPS) dalam implementasi Kesepakatan Paris, memegang peranan penting dalam mewujudkan target NDC Indonesia. Komitmen Indonesia di tingkat global, harus diterjemahkan menjadi aksi nyata sampai ke tingkat tapak dengan melibatkan seluruh pihak terkait.

Pada tingkat nasional untuk dapat memberikan gambaran lengkap pencapaian komitmen dan target pencapaian NDC kepada masyarakat nasional dan global, telah dibangun Sistem Registri Nasional Pengendalian Perubahan Iklim (SRN PPI). SRN PPI berfungsi sebagai wadah untuk menghimpun dan mengelola data dan informasi aksi dan sumber daya Adaptasi dan Mitigasi perubahan iklim, baik yang dilakukan oleh kementerian/lembaga, pemerintah daerah, inisiatif swasta, kelompok masyarakat, dan kegiatan mitra internasional yang berlokasi di Indonesia.

Terjadinya peningkatan jumlah aksi yang dicatatkan dalam SRN PPI melalui berbagai skema kegiatan, baik mitigasi, adaptasi, ProKlim dan REDD+, mencerminkan semakin banyak pihak yang telah melaksanakan kegiatan terkait pengendalian pe­rubahan iklim. Diharapkan dengan adanya penambahan jumlah kegiatan diikuti dengan peningkatan kualitas untuk setiap jenis aksi yang dilaksanakan sehingga upaya pengendalian perubahan iklim akan memberikan kontribusi nyata terhadap pencapaian target pembangunan berkelanjutan.

Target penurunan emisi dan peningkatan Resiliensi

Perubahan iklim telah menjadi fokus pertimbangan dalam perumusan tujuan pembangunan yang berkeadilan dan berkelanjutan. Mengingat kerentanan Indonesia akan dampak perubahan iklim, pemerintah mengarusutamakan isu perubahan iklim dalam RPJM 2015–2019 dan selanjutnya mengintegrasikan aksi perubahan iklim di bawah satu entitas kelembagaan melalui pembentukan Dirjen Pengendalian Perubahan Iklim – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim (DJPPI) bertindak sebagai National Focal Point dalam pengendalian perubahan iklim sebagaimana dimandatkan melalui Permen P 18/MENLHK-11/2015. DJPPI bertanggung jawab untuk mengoordinasikan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pengendalian perubahan iklim, termasuk di dalamnya fungsi mitigasi, adaptasi, penurunan emisi gas rumah kaca, penurunan dan penghapusan bahan perusak ozon, mobilisasi sumber daya, inventarisasi gas rumah kaca, monitoring, pelaporan dan verifikasi perubahan iklim serta pengendalian kebakaran hutan dan lahan.

Seiring dengan upaya peng­arusutamaan isu perubahan iklim di tingkat kebijakan pemerintah, aksi pengendalian perubahan iklim telah pula diinisiasi oleh berbagai pihak. Di tingkat tapak, masyarakat baik inisitiatif mandiri maupun melalui pendampingan mitra turut berkontribusi dalam mengurangi dampak perubahan iklim. Melalui SRN inilah, data dan informasi dari aksi maupun sumber daya yang digunakan upaya kolektif tersebut dihimpun. Ini merupakan bentuk pengakuan pemerintah atas kontribusi berbagai dalam upaya pengendalian perubahan iklim di Indonesia.

Sistem Registri Nasional mendorong keterbukaan informasi melalui halaman dashboard yang memungkinkan akses data atau bagi-pakai peta. Hal ini bagian dari fungsi penyampaian informasi terkait aksi pengendalian perubahan iklim pada publik dan pemangku kepentingan.

Pada akhirnya, data dan informasi tentang aksi pengendalian perubahan iklim yang terintegrasi dan berintegritas tinggi secara efektif akan menjadi alat monitoring kerentanan dan perencanaan kegiatan aksi pengendalian perubahan iklim. [*]

Artikel ini terbit di Harian Kompas edisi 26 November 2019.