PT Freeport Indonesia (PTFI) menegaskan kembali komitmennya untuk mendukung upaya penurunan emisi karbon dalam operasional perusahaan hingga 30 persen pada tahun 2030. Target pengurangan emisi tersebut sedang dalam kajian untuk dapat ditingkatkan hingga 60 persen.
Hal itu disampaikan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Tony Wenas saat berbicara di forum Konferensi Para Pihak tentang Perubahan Iklim atau COP27 di Sharm el Sheikh, Mesir, Minggu (6/11/2022).
Di COP27, setiap negara diharap menetapkan target yang lebih ambisius dalam mencapai emisi nol karbon. Pemerintah Indonesia telah menetapkan penguatan target kontribusi nasional yang ditetapkan (nationally determined contribution/NDC). Target penurunan emisi gas rumah kaca naik dari 29 persen menjadi 31,9 persen dengan usaha sendiri dan 41 persen menjadi 43,2 persen dengan dukungan internasional.
Pencapaian target tersebut seyogianya diikuti strategi dan langkah nyata, serta kolaborasi semua unsur menentukan. Wakil Presiden Ma’ruf Amin mengingatkan tentang perlunya kolaborasi ini dalam pidatonya pada sesi pertemuan tingkat tinggi COP27.
Lebih jauh, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya menjelaskan, penguatan NDC Indonesia akan dikerjakan bersama oleh lima sektor. Pertama, sektor kehutanan yang mempunyai porsi terbesar, yaitu 17,2 persen, sektor energi 11 persen, sektor pertanian 0,32 persen, sektor industri 0,10 persen, dan sektor limbah 0,38 persen (Kompas, 9/11).
Keniscayaan
Dari sektor industri, PTFI termasuk yang menyampaikan komitmen dalam COP27. Menurut Tony Wenas, pengurangan emisi adalah keniscayaan dan hal baik untuk dilakukan. Karenanya, desain kegiatan perusahaan harus lebih memperhatikan hal ini.
”Kami (PTFI) komit untuk menurunkan emisi karbon 30 persen pada 2030 karena izin kami sampai 2041. Kami terus berupaya menurunkan emisi dan sedang studi untuk bisa menurunkan emisi sampai 60 persen,” kata Tony.
Sejumlah hal yang dilakukan antara lain transisi menuju penggunaan kereta listrik pada tambang bawah tanah. Tony memaparkan, semula di tambang terbuka pihaknya mengoperasikan truk-truk besar berbahan bakar fosil. Saat beralih ke tambang bawah tanah Grasberg block cave, untuk mengangkut 110.000 ton bijih dibutuhkan antara 75-90 truk yang beroperasi selama 24 jam.
“Sekarang kami menggunakan kereta tanpa awak yang menggunakan listrik sehingga terjadi penghematan yang besar sekali dalam emisi karbon,” ujar Tony.
Upaya lain adalah mengganti PLTU yang menggunakan batubara sebagai bahan bakar menjadi LNG. Menurut Tony, pihaknya akan menggantikan pembangkit listrik yang digunakan saat ini sebesar 195 megawatt dengan combined cycle gas turbine yang menggunakan LNG pada 2027.
PTFI juga membangun VPA (Vertical Plate Airblow) untuk mengeringkan konsentrat di pabrik pengeringan di pelabuhan Amamapare, Mimika. Dari yang sebelumnya menggunakan bahan bakar minyak, sistem yang baru menggunakan tenaga listrik dengan sistem kompresi. “Ini juga akan mengurangi energi karbon yang amat signifikan,” cetus Tony. Emisi gas rumah kaca (GHG) yang bisa dikurangi mencapai setara 16 ribu metrik ton CO2.
Tony menambahkan, dewasa ini teknologi-teknologi ramah lingkungan yang tersedia sudah lebih banyak dan tidak semahal sebelumnya sehingga banyak inovasi yang bisa dilakukan pihaknya untuk menurunkan emisi karbon.
Menurut Tony, upaya pengurangan emisi karbon amat penting untuk menjaga kenaikan suhu tidak lebih dari 1,5 persen di seluruh dunia. Target tersebut didasarkan studi, sehingga bukan hanya perlu, tetapi harus dilakukan.
Menguntungkan
Tentu saja, dalam pelaksanaannya, langkah-langkah yang dilakukan sudah diperhitungkan dari berbagai aspek, mulai dari operasional, teknis, administrasi, dan sebagainya. “Ini sangat mungkin dicapai, sehingga pada COP27 ini kami (PTFI) membuka kemungkinan untuk menambah komitmen 30 persen itu menjadi hampir 60 persen dengan melakukan kajian-kajian tambahan,” tuturnya.
Niat tersebut dilakukan tentunya dengan pertimbangan akan lebih menguntungkan. Selanjutnya juga diterjemahkan ke dalam rencana aksi yang jelas, konkret, dan memiliki jangka waktu (timely), yaitu pada 2030.
“Dengan berbagai upaya tersebut, di samping kita memberikan kontribusi terhadap pengurangan emisi karbon, tentu saja dari sisi operasional ini menjadi lebih hemat, lebih efisien, lebih produktif dan juga lebih aman,” ujar Tony.
Di samping melakukan berbagai transformasi di bidang bisnisnya, PT Freeport Indonesia juga melakukan upaya pemulihan lingkungan dengan melakukan rehabilitasi lahan, penanaman kembali di 1.000 hektare lahan daan 100 hektare hutan mangrove.
“Ini bukan komitmen biasa, tapi keniscayaan yang harus dijalankan. Bukan hanya oleh PTFI, tetapi juga oleh perusahaan-perusahaan lain. Bukan hanya di Indonesia, tetapi di negara-negara lain,” tegas Tony. Singkatnya, ia menekankan, bagaimana hal tersebut dapat dilakukan secara bersama-sama dan sebagai upaya bersama.
Apa yang dipaparkan PTFI dengan komitmennya mendapat respons positif. ”Kami juga tidak sendirian, ada banyak perusahaan-perusahaan lain yang ikut dalam kegiatan COP,” ujarnya. Tony menekankan, degnan lebih banyak perusahaan yang memberikan komitmennya, tentu akan lebih cepat tercapai apa yang menjadi komitmen perusahaan. [*]