Laboratorium Klinik Cito terus berinovasi memberikan pelayanan terbaiknya di bidang kesehatan. Kali ini, laboratorium yang berdiri sejak 10 April 1967 dan telah memiliki 21 cabang di Indonesia ini, bakal memperkenalkan layanan terbaru untuk pemeriksaan farmakogenomik.

CEO Laboratorium Klinik CITO dr Haryadi Ibnu Junaedi SpB mengatakan, farmakogenomik menjadi contoh penting dalam bidang precision medicine, yakni bentuk pengobatan menggunakan informasi gen atau protein untuk mencegah, mendiagnosis, atau mengobati penyakit. Farmakogenomik bertujuan untuk menyesuaikan tata laksana medis untuk setiap orang atau sekelompok orang, dan melihat bagaimana DNA memengaruhi cara merespons obat.

“Dalam beberapa kasus, DNA dapat memengaruhi apakah memiliki reaksi buruk terhadap obat atau apakah obat itu membantu atau tidak,” katanya.

Haryadi menambahkan, jika pemeriksaan farmakogenomik bermanfaat untuk mengetahui obat yang tepat dan aman untuk dikonsumsi. Pemeriksaan ini juga membantu dokter dalam menemukan obat yang paling cocok untuk Anda.

“Berdasarkan sifat fisiknya, secara antropologis, manusia digolongkan dalam berbagai suku dan ras. Penggolongan ini didasarkan atas perbedaan parameter morfologis yang antara lain terdiri atas warna kulit, warna dan tekstur rambut, tinggi badan, dan sebagainya. Secara genomik, perbedaan-perbedaan morfologis tersebut disebabkan adanya beberapa gen yang bertanggung jawab terhadap perbedaan fenotipe dari masing-masing etnik tersebut,” jelasnya.

Ia memaparkan, varian DNA baru yang saat ini lebih banyak dipakai sebagai penanda (marker) adalah yang disebut sebagai single nucleotide polymorphisms (SNPs). SNP terjadi bila satu jenis nukleotida dalam posisi tertentu tersubstitusi dengan jenis nukleotida lainnya pada individu lain.

“Sebagian besar perbedaan manusia dipengaruhi oleh adanya perbedaan SNPs yang terjadi pada genomnya, dan berhubungan dengan jenis penyakit tertentu ataupun respons tubuhnya terhadap penggunaan obat,” terang Haryadi.

Beberapa SNPs yang berada pada lokasi non-coding regions, lanjutnya, ternyata juga dapat memengaruhi stabilitas mRNA dan kecepatan transkripsinya. Perbedaan sekecil apapun dapat memengaruhi fungsinya.

“Oleh sebab itu, dapat diduga bahwa perubahan dalam struktur dan fungsi protein yang menjadi target kerja obat akan memengaruhi respons obat dalam tubuh,” ujarnya.

Menurutnya, beberapa gen yang bertanggungjawab sandi ekspresi dari enzim-enzim metabolisme obat, yaitu CYP2C19, CYP2D6, CYP2C9, dan SLCO1B1. Variasi struktur dan fungsi dari enzim-enzim tersebut dapat menyebabkan meningkatnya efek samping dari berbagai jenis obat.

“Hingga 70 persen dari reaksi obat yang merugikan ini memiliki hubungan genetik yang tinggi, yang berarti bahwa bahaya tersebut dapat dengan mudah dihindari dengan pengujian genetik,” ungkap Haryadi yang didampingi oleh dr Dyah Anggraeni MKes SpPK, dr Lonah SpFK, dan Ahmad Rusdan Handoyo Utomo PhD.

CitoGen Pharmaco-Gx

Berdasarkan latar belakang tersebut, Laboratorium Klinik CITO memperkenalkan produk terbaru farmakogenomik yang tujuannya untuk memilih obat yang tepat terhadap individu (personalized medicine) berdasarkan profil genetik, sehingga tidak ditemukan kembali adanya ADR.

“Produk tersebut kami beri nama CitoGen Pharmaco-Gx. Produk ini juga dianalisis menggunakan perangkat lunak (software) berbasis genetik yang menggunakan bioinfomatika ras Asia. Software ini berfungsi mengumpulkan dan menganalisis data yang dihasilkan dari staf laboratorium kami. Hasil dari pemeriksaan produk ini juga terdapat rekomendasi-rekomendasi yang akan membantu dokter untuk memberikan obat yang sesuai untuk pasiennya,” terangnya.

Laboratorium Klinik CITO menyediakan 10 panel pemeriksaan. Panel yang paling lengkap mencakup 160 lebih jenis obat. Hasil pemeriksaan ini akan membantu dokter untuk memberikan obat yang cocok untuk pasiennya dengan menganalisis empat gen yang paling sering menyebabkan reaksi obat yang merugikan.

Setelah menerima hasil, pasien dapat berkonsultasi kepada dokter keluarga atau dokter yang menangani penyakitnya selama ini. Atau bila pasien mengikuti medical check-up di Lab Cito, dapat berkonsultasi ke dokter spesialis farmakologi klinik secara virtual atau dokter medical check-up Cito secara luring.

Untuk melakukan pemeriksaan farmakogenomik, biayanya mulai dari Rp 1,7 juta hingga Rp 2 juta untuk kategori per penyakit, misalnya diabetes mellitus (DM), hipertensi, antikolesterol, terapi antitrombosit, beta blocker, tamoxifen, PPI (obat yang menghambat asam lambung), serta NSID (anti-inflamasi non-steroid/kelompok obat yang digunakan untuk mengurangi peradangan, meredakan nyeri, dan menurunkan demam). Sedangkan bila ingin mendapatkan data base untuk 160 lebih jenis obat (termasuk obat-obatan seperti di atas), dapat mengikuti pemeriksaan Ready Rx dengan biaya Rp 2,5 juta saja.

Adapun yang bisa melakukan pemeriksaan tersebut, yaitu pasien peserta medical check-up dapat mengikuti Ready Rx yang cukup lengkap, sehingga pasien memiliki data base respons terhadap terapi berdasarkan genetik masing-masing.

“Selain itu, untuk pasien yang menderita penyakit kronis, seperti terapi hipertensi, DM, penyakit jantung, gastritis, dan lain-lain juga perlu mengikuti pemeriksaan ini karena akan menggunakan obat-obatan dalam jangka panjang,” tutup Haryadi. [*]