Melanjutkan bisnis keluarga yang telah mempunyai nama besar bukan perkara mudah. Sepak terjang orangtua yang ternama juga sering kali membayangi sang penerus. Namun, jika sudah memiliki passion dan tekad kuat dalam melanjutkan bisnis keluarga, ini dapat melunturkan berbagai tantangan.

Faizal Admodirdjo (41) adalah generasi kedua yang melanjutkan usaha sang ibu, Lily Admodirdjo, dalam menjalankan Pakis Culinary Group. Ini adalah grup bisnis kuliner ternama di Indonesia yang menaungi Waroeng Kita, Mera Delima, Kembang Goela, Bunga Rampai, Suasana, dan Serasi. Faizal mengisahkan perjalanannya dalam melanjutkan bisnis keluarga yang telah berlangsung hampir
20 tahun ini.

Sama seperti sang ibu yang tidak memiliki latar belakang pendidikan bisnis kuliner secara formal tak menyurutkan langkah Faizal dalam membantu sang ibu untuk meneruskan usaha kuliner yang telah established ini. Bergabung ke dalam manajemen Pakis Culinary Group sebagai direktur sejak 2011, Faizal tak langsung merasa posisinya ini membuatnya mudah dalam melangkah. Malah, posisi ini membuat dirinya harus benar-benar mengetahui kondisi Pakis Culinary Group dari hulu hingga ke hilir.

“Urusan dapur, misalnya, seperti bahan-bahan apa saja yang digunakan untuk membuat sebuah menu saya harus tahu. Kemudian, cita rasa menu di masing-masing restoran itu juga ada karakter tersendiri. Ini saya juga harus tahu dan paham sehingga ketika ada komplain dari tamu, atau bahkan ketika dimakan sendiri berbeda rasanya, kami dapat langsung bertindak,” terang Faizal yang pernah mengenyam pengalaman bekerja sebagai waiter pada 1997 di restoran India di Seattle, AS.

Sebenarnya passion di dunia kuliner telah dimiliki Faizal sejak lama, tetapi dirinya sempat dilarang untuk pindah jurusan kuliah ketika sudah menempuh pendidikan desain grafis di Academy of Art Collage, San Fransisco, AS, pada 1995 hingga 1997. Meski demikian, Faizal tak surut semangat. Dirinya tetap menjalankan kuliah di jurusan desain grafis dengan baik bahkan melanjutkan pendidikannya di Art Institute of Seattle (1997–2000) dan Illinois Institute of Art Chicago (2000–2003).

Selama kuliah di AS, Faizal ternyata tetap bisa menjalankan passion-nya di dunia kuliner. Berawal dari keisengannya membuat martabak, akhirnya pada akhir pekan ia menyempatkan dirinya jualan martabak.

”Mulai dari membuat adonan hingga jualan saya lakukan sendiri langsung. Ini dilakukan karena saya perlu menyalurkan passion saya ini. Jadi, sembari kuliah kenapa tidak dibarengi dengan passion saya di kuliner? Ternyata bisa dan sangat menyenangkan,” papar Faizal.

Setelah selesai kuliah dan pulang ke Indonesia, Faizal tak langsung bergabung ke Pakis Culinary Group. Dirinya sempat melanglang buana di dunia advertising pada 2003–2007. Latar belakang pendidikan desain grafik yang dimiliki Faizal ini ternyata juga mampu melengkapi perkembangan Pakis Culinary Group.

“Untuk urusan promosi atau branding bisnis ini yang terkait desain grafis dan fotografi misalnya tak perlu repot-repot meng-hire pihak ketiga. Atau, setidaknya jadi ada yang paham secara detail terhadap angle yang dibutuhkan untuk promosi dan branding,” ujar Faizal.

Menjalankan nasihat orangtua

Pakis Culinary Group Tantangan terbesar Faizal ketika bergabung ke dalam bisnis keluarga yang namanya telah besar salah satunya adalah mengubah hal-hal yang lama ke hal-hal baru, yang lebih mengikuti perkembangan zaman. Kemudian, membuka cara pikir karyawan yang banyak di antaranya sudah lebih lama dibanding Faizal bergabung ke dalam Pakis Culinary Group juga tidak mudah.

“Oleh karena itu, pesan ibu saya adalah harus selalu dapat terjun langsung dalam setiap aktivitas Pakis Culinary Group. Bangun dan bina hubungan yang baik dengan setiap karyawan. Jika ingin melakukan inovasi atau hal-hal baru, misalnya mengubah tampilan presentasi sebuah menu agar lebih cocok dengan market saat ini, silakan saja. Tentu semua harus melalui proses perembukan bersama. Tapi, urusan rasa, jika tak mengerti, bisa langsung tanya ke ibu,” ungkap Faizal.

Faizal juga menyampaikan bahwa hingga saat ini sang ibu bahkan masih sering terjun langsung untuk melatih karyawannya. Ini menjadi kunci penting Pakis Culinary Group dalam menjaga pelayanan yang utama.

“Jika makanannya enak, tetapi pelayanannya buruk, orang akan malas datang lagi. Tetapi, misalnya makanannya sebenarnya standar tetapi pelayanannya luar biasa. Orang akan datang kembali. Apalagi ketika perpaduan makanan enak dan pelayanan optimal akan lebih baik lagi yang dapat dipersembahkan bagi para customer,” tegas Faizal.

Di tangan kepemimpinan Faizal yang menjabat sebagai direktur, Pakis Culinary Group semakin melebarkan sayap, tidak hanya di Nusantara, tetapi juga mancanegara. Telah lima tahun berturut-turut, Pakis Culinary Group berperan aktif dalam mengenalkan aneka kuliner Nusantara ke dunia internasional melalui World Economic Forum untuk mengisi acara Indonesia’s Night di Davos, Swiss, mulai 2015, 2016, 2017, 2018, dan awal 2019 nanti.

Selain itu, bisnis restoran tematik ini menjadi katering khusus yang menyajikan reguler menu makan siang setiap hari Kepresidenan Republik Indonesia dan untuk berbagai acara kenegaraan.

Rendah hati dan menjalankan kerja sama tim yang baik menjadi kunci utama pesan orangtua kepada dirinya. Faizal menegaskan bahwa kerja sama sangat penting. Ketika di Davos, misalnya, anggota tim yang ikut paling hanya 8–10 orang. Sementara itu, sajian yang harus dihadirkan bisa untuk 200–300 orang. Belum lagi, jika menu yang dihadirkan benar-benar butuh printilan dalam prosesnya. Maka, semua harus ikut bekerja. Termasuk dirinya.

Terpenting, prinsip hidup agar jangan pernah menjadi anak sombong. Rendah hati, sikap bijaksana, dan terutama segala sesuatu harus diiringi dengan doa menjadi nasihat sang ibu yang memberikan Faizal kekuatan setiap hari untuk dapat terus mengembangkan usaha ini hingga ke generasi yang akan datang. [ACH]

Artikel ini sudah terbit di Harian Kompas, 22 Desember 2018.