Saat ini hampir tidak mungkin untuk menghilangkan sepenuhnya ancaman dan risiko negatif dari internet, sehingga kita sebagai pengguna media digital harus mempersiapkan dan membentengi diri. Besarnya risiko tersebut sejalan dengan tumbuh berkembangnya pengguna aktif internet di Indonesia yang memiliki jumlah pengguna internet ketiga terbesar di Asia dengan 202,6 juta pengguna internet aktif dan rata-rata penggunaan hampir mencapai 9 jam per hari.
Untuk memiliki kesadaran untuk melindungi dan membentengi diri, salah satu caranya dengan memahami hak digital, yaitu hak untuk mengakses, hak untuk berekspresi, dan hak untuk merasa aman, yang dimiliki oleh tiap orang. Hak tersebut harus dihargai disertai dengan tanggung jawab untuk menjaga dan menghargai hak orang lain, menjaga keamanan nasional, ketertiban masyarakat, kesehatan, moral public, dan tidak melanggar peraturan yang berlaku.
Menyikapi hal itu, Kominfo bekerja sama dengan Jaringan Pegiat Literasi Digital (Japelidi) dan Siberkreasi Gerakan Nasional Literasi Digital menggelar webinar dengan tajuk “Keamanan Berinternet: Mencegah Penipuan di Ranah Daring”. Webinar yang digelar pada Kamis, 25 November 2021, diikuti oleh sejumlah peserta secara daring.
Dalam forum tersebut hadir Septyanto Galan Prakoso (Dosen HI UNS dan IAPA), Ariyo Bimmo (Penyami and Kuswardhani Law Office), Reza Sukma Nugraha (Pengajar Universitas Sebelas Maret), Mikhail Gorbachev Dom (Peneliti Institut Humor Indonesia Kini), dan Michelle Wanda (Aktris) selaku narasumber.
Dalam pemaparannya, Mikhail Gorbachev Dom menyampaikan bahwa kondisi internet Indonesia yang sudah mencapai hampir lebih dari 2/3 total populasi, dengan pengguna media sosial yang aktif dapat dijadikan sebagai potensi ekonomi yang besar, yaitu melalui strategi marketing untuk keperluan e–commerce, fintech, dan kreasi konten.
Sebesar 90 persen masyarakat Indonesia pun sudah pernah belanja online. Transaksi uang elektronik selama lima tahun terakhir mengalami kenaikan yang yang mencapai 3021 triliun rupiah pada Agustus 2020, berdasarkan pernyataan dari Bank Indonesia. Untuk menjual melalui internet, gunakan fitur dompet digital seluas mungkin. Faktor pertimbangan memilih layanan pembayaran digital paling utama adalah mengenai keamanan, diikuti dengan kemudahan penggunaan, kenyamanan, kepraktisan, reputasi, jaringan/merchant tersedia, dan banyaknya penawaran seperti diskon atau promo.
Faktor keamanan sangat krusial karena selain menyimpan uang pengguna, dibutuhkan data pribadi pengguna untuk menggunakan fitur dompet digital yang lebih lengkap. E–money dan dompet digital akan paling banyak digunakan ketika dirasa lebih praktis dibandingkan dengan cara pembayaran lain. Selama bertransaksi daring, terdapat etika yang perlu diikuti, seperti mendaftarkan diri sesuai ketentuan yang berlaku, kenali dengan baik seluruh fitur yang tersedia seperti kebijakan penjualan dan proses pembayaran, pastikan perangkat yang digunakan sudah aman, dan digunakan layanan bantuan yang sudah disediakan platform e-commerce.
“Pastikan pula menggunakan password yang unik dan diganti secara berkala, pastikan logout setelah bertransaksi digital, gunakan antivirus, gunakan email dengan baik, amati metode pembayaran telah disepakati, dan pelajari metode konfirmasi dan klaim,” terangnya.
Michelle Wanda selaku narasumber Key Opinion Leader juga menyampaikan bahwa sebelum populernya media sosial, aksi penipuan sudah dilakukan dengan berbagai cara, seperti yang dialami temannya yang dihipnotis untuk meminta dikirimkan uang ke orang-orang terdekatnya. Sebagai korban dan target penipuan digital melalui banyak cara, jangan pernah sharing informasi pribadi seperti selfie di depan sekolah atau dari stiker belakang mobil yang berisi nama-nama anggota keluarga.
Ia ingatkan untuk jangan terlena untuk tidak ikut-ikutan atas segala tren baru karena dapat menjadi peluang untuk dieksploitasi oleh para pelaku. Melalui literasi digital kita dapat teredukasi. Penipuan di ruang digital akan terus berekembang, sehingga kita jangan kalah langkah dari para pelaku. Kita harus memiliki niat dan belajar untuk mengetahui hal-hal terbaru sehingga tidak dapat mengalami kejahatan digital.
Salah satu peserta bernama Priawan Grahana menyampaikan, saat ini sangat banyak jasa hacker. Bahkan banyak juga orang yang menggunakan jasa ini guna mengetahui suatu data tertentu atau bahkan sekadar mengambil alih akun media sosial.
“Lalu apakah yang bisa kita lakukan terhadap hal ini? Karena saat ini jasa hacker ini seperti bebas dan belum ada juga hukuman yang terlihat secara umum bagi para hacker ini. Bukankah ini meresahkan, tapi justru banyak juga keuntungan dengan adanya jasa hacker ini, misalnya media sosial kita yang di-hack bisa diambil alih kembali oleh hacker lainnya? Bagaimana pandangannya mengenai hal ini?” tanyanya.
Pertanyaan tersebut dijawab Mikhail Gorbachev Dom. “Memang ada digital forensik segala macam itu. Secara hukum sudah ada seharusnya ada instrumen hukumnya. Hanya saja hal yang menjadi masalah adalah terciptanya semacam premanisme. Kalau misalnya kita memang sudah ada satu akun yang diretas secara pribadi, baiknya direlakan saja dan buatlah pengumuman melalui media sosial yang lain bahwa akunnya diretas.”
Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kota Jakarta Timur. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui akun Instagram @siberkreasi.dkibanten dan @siberkreasi.
Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, mengingat program literasi digital ini hanya akan sukses mencapai target 12,5 juta partisipan jika turut didukung oleh semua pihak yang terlibat. [*]