Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berkomitmen menghadirkan kenyamanan dan keselamatan bagi seluruh pejalan kaki (pedestrian) di Jakarta dengan pembangunan dan revitalisasi jalur pedestrian.

Pembangunan jalur pedestrian mengedepankan kesetaraan, mulai dari anak-anak, ibu hamil, lansia, hingga para penyandang disabilitas. Hal itu tecermin dari tersedianya ramp (bidang miring), guiding block (paving kuning di trotoar), hingga pemuatan instalasi dan aktualisasi karya seni di ruang-ruang terbuka yang bisa dinikmati setiap warga dengan bebas.

Sejak 2017 hingga 2019, revitalisasi trotoar dilakukan sepanjang 134 kilometer dan ditargetkan terus meningkat pada 2020. Pada 2019, revitalisasi trotoar diperluas ke lima wilayah kota administrasi DKI Jakarta.

Sementara itu, revitalisasi trotoar Cikini sepanjang 10 kilometer mendapat perhatian mengingat kawasan Cikini merupakan koridor seni, kreasi, budaya, dan tempat berkumpulnya para komunitas di Jakarta. Penataan trotoar Cikini dirancang menghadirkan kembali Jakarta sebagai kota seni.

Sedangkan untuk revitalisasi trotoar di Kemang, Pemprov DKI Jakarta bekerja sama dengan para pemilik gedung hotel maupun restoran yang terdampak. Hasil dari kolaborasi ini melahirkan kesepakatan bahwa revitalisasi trotoar di Kemang menerapkan Teknik Pengaturan Zonasi (TPZ). Kolaborasi tersebut menjadikan satu lajur di kawasan Jalan Kemang Raya dipotong untuk dibangun fasilitas publik berupa trotoar.

Pejalan kaki, arus utama

Salah satu transformasi gagasan mengenai revitalisasi trotoar di Jakarta adalah menjadikan pejalan kaki sebagai arus utama (mainstream). Gubernur Provinsi DKI Jakarta Anies Baswedan menyebut kaki adalah alat transportasi yang dimiliki hampir semua warga Jakarta.

“Setelah pejalan kaki, kendaraan bebas emisi (sepeda dan kendaraan listrik), diikuti kendaraan umum serta kendaraan pribadi,” tutur Gubernur Anies. Perubahan paradigma ini tecermin dari revitalisasi trotoar yang terhubung dengan koridor bisnis, komersial, pariwisata, hingga transportasi publik dalam kerangka transit oriented development (TOD).

Wajah baru trotoar Jakarta dimulai dari Jalan Sudirman–MH Thamrin, dengan lebar 8–12 meter pada 2017–2018. Dengan menghadirkan pejalan kaki sebagai gagasan utama, trotoar ini sangat nyaman untuk dilintasi. Revitalisasi trotoar dimulai dari penataan saluran drainase, penyeberangan sebidang, halte, penerangan jalan umum (PJU), street furniture, hingga vegetasi. Trotoar pun terintegrasi dengan moda transportasi, sehingga memberikan kenyamanan sekaligus mendorong warga untuk beralih dari kendaraan pribadi ke kendaraan umum. Transportasi publik yang terintegrasi dengan revitalisasi trotoar adalah Bus Transjakarta (BRT), bus reguler, KRL, dan MRT.

Pedestrian (Foto-foto: Pemprov DKI)

Pembangunan jalur pedestrian ini tidak terbatas pada revitalisasi trotoar, tetapi juga menghadirkan interaksi ruang ketiga (ruang setelah rumah dan tempat belajar/bekerja). Setiap JPO dibangun dengan desain yang artistik dan cahaya lampu warna-warni, yang sangat digemari warga sebagi lokasi berswafoto pada malam hari. Desain JPO dibuat dengan bidang miring (ramp), sehingga pengguna tidak perlu menaiki tangga. Untuk para ibu hamil, lansia, serta penyandang disabilitas, telah disiapkan fasilitas lift di kedua belah sisi JPO.

Hal yang tak kalah menarik adalah terbangunnya ekosistem seni dan budaya di jalur pedestrian. Sejak tahun 2018, para pejalan kaki dimanjakan dengan adanya penampilan seni dan budaya di empat lokasi, yaitu di Spot Budaya Taman Dukuh Atas, Stasiun MRT Senayan Pintu 1, Stasiun MRT Dukuh Atas, dan Spot Budaya Bundaran Senayan, yang dapat dinikmati setiap hari Jumat sore mulai pukul 16.00 hingga 20.00. Tahun 2019, hadir pula seni mural di terowongan Jalan Kendal hasil karya mahasiswa dan seniman.

Dengan beragam pembangunan, revitalisasi, hingga perluasan jalur pedestrian di Jakarta ini, diharapkan warga Jakarta dapat lebih membudayakan kembali aktivitas berjalan kaki dan menggunakan transportasi publik.

Untuk informasi lebih lanjut silahkan klik di sini[*]