Tak dapat dipungkiri, perkembangan dunia digital telah menyasar ke segala sisi kehidupan. Saat ini, rasanya hampir tidak ada sisi kehidupan manusia yang tidak terpengaruh proses digitalisasi. Namun, masih banyak pengguna internet yang hanya mampu menerima informasi tanpa kemampuan memahami dan mengolah informasi tersebut secara baik, sehingga masih banyak masyarakat terpapar oleh informasi yang tidak benar.

Menyikapi hal itu, maka baru-baru ini Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menggelar seri webinar literasi digital #MakinCakapDigital dengan tema “Menjadi Generasi Cerdas dan Cakap Digital”. Webinar yang digelar pada Senin, 23 Agustus 2021 di Kota Tangerang, diikuti oleh puluhan peserta secara daring.

Webinar ini mengundang narasumber dari berbagai bidang keahlian dan profesi, yakni Dr Bevaola Kusumasari, MSi, – Dosen/Pengajar Fisipol UGM, Dr Kismartini, M.Si – Dosen Fisip Universitas Diponegoro, Ridwan Muzir – Peneliti & Pengasuh tarbiyahislamiyah.id dan Puji F.Susanti – Kaizen Room.

Tema yang dibahas oleh masing-masing narasumber meliputi digital skills, digital ethics, digital culture, dan digital safety. Dr Bevaola membuka webinar dengan mengatakan bahwa keterkaitan antara kepuasan penggunaan internet dengan literasi digital seharusnya dapat seimbang.

“Sehingga pemanfaatan teknologi, dapat berjalan sesuai dengan kesadaran masyarakat dalam mempergunakan teknologi tersebut,” tuturnya. Ia menyebut ada beberapa hal yang bisa dimanfaatkan dengan internet, yakni menjadi Instagram Influencer/podcaster, menulis konten digital, membangun toko online, hingga mengajar online.

Adapun jenis konten positif yakni konten inspiratif, konten edukatif, konten informatif dan konten menghibur. Konten negatif sering kali mengandung hoak, ujaran kebencian, perundungan di dunia maya.

Motivasi pembuatan konten negatif biasanya beralasan ekonomi (mencari uang), mencari kambing hitam, politik (menjatuhkan kelompok politik tertentu), dan memecah belah persatuan.

“Tindakan melawan banjirnya konten negatif bisa dilakukan dengan membedakan motivasi dalam mencari informasi, mengendalikan keinginan dalam mengakses informasi, menjala informasi yang bermanfaat dan jangan mengakses informasi yang dapat merugikan diri sendiri dan orang lain,” pesannya.

Dr Kismartini menambahkan, digital ethic yang sering disebut Netiquette (Netiket) adalah etiket di jaringan dunia maya, yaitu aturan perilaku yang berhubungan dengan berbagai bentuk komunikasi di Internet.

“Urgensi netiket yakni diperlukan untuk memanajemen interaksi pengguna internet yang berasal dari seluruh dunia. Jangkauan interaksi melintas batas-batas geografis dan batas-batas budaya. Masing-masing daerah memiliki etika sendiri. Demikian juga setiap generasi memiliki etika sendiri,” ujarnya.

Menurutnya, generasi digital native merupakan istilah yang digunakan untuk orang-orang yang terlahir di era teknologi digital. Digital native (warga digital) lebih banyak ‘belajar’ dari media digital.

Selain itu, mereka dituntut untuk turut serta mengikuti perkembangan dunia digital dari berbagai segi kehidupan untuk mempermudah segala aktifitas sesuai zaman. Contohnya adalah penggunaan e-money, e- wallet, e-mail, media sosial, dan belajar daring.

“Karakteristik dari generasi digital native yakni multitasking, cenderung ingin informasi secara cepat, cenderung lebih mudah memahami gambar dibanding teks, lebih suka mempelajari sesuatu yang bersifat aktif dan interaktif melalui kegiatan nyata. Harapan bahwa teknologi adalah bagian dari hidupnya merupakan bagian yang paling menonjol,” ungkapnya.

Puji F Susanti menjelaskan, tantangan yang dihadapi orang tua di era digital yakni kemudahan akses internet, bebas terkoneksi tanpa aturan, anak lebih pintar dari orangtuanya, anak ingin bebas namun belum paham risiko.

“Pentingnya mengenali dan mewaspadai berita misinformasi dan disinformasi, jelajahi situs internet yang terpercaya, cek redaksi portal berita online, pastikan judul tidak bombastis atau hiperbola, isi berita/informasi tidak to good to be true atau sebaliknya,” paparnya.

Dalam sesi KOL, Komo Ricky mengatakan, peluangnya untuk mengekspresikan diri itu bisa banyak sekali caranya. “Gimana kita bisa memanfaatkan ruang digital aja. Jangan mengejar viral agar konten viral itu akan sebentar dan segala sesuatu itu ada prosesnya. Kalau kita buat karya kita bisa sambil mengasah skill kita,” katanya.

Dalam webinar ini, para partisipan yang hadir juga dipersilahkan untuk mengutarakan pertanyaan dan tanggapan. Salah satu peserta bernama Sauqi Dawan menanyakan, apakah butuh proses lama untuk menjadi generasi cerdas dan cakap Digital? dan seberapa manfaatnya untuk pelajar SMP memahami Digital?

“Namanya ilmu pengetahuan itu pasti bermanfaat, apa yang kita bicarakan ini soal skill atau literasi digital akan terngiang-ngiang kembali. Saya kira waktu untuk cakap digital tidak bisa dipatok untuk bertahun tahun karena digital ini berkembang,” jawab Ridwan.

Webinar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan literasi digital di Kota Tangerang. Kegiatan ini pun terbuka bagi semua orang yang berkeinginan untuk memahami dunia literasi digital. Untuk itulah penyelenggara pada agenda webinar selanjutnya, membuka peluang sebesar-besarnya kepada semua anak bangsa untuk berpartisipasi pada webinar ini melalui Instagram @siberkreasi.dkibanten dan @siberkreasi.

Kegiatan webinar ini juga turut mengapresiasi partisipasi dan dukungan semua pihak, sehingga dapat berjalan dengan baik, terutama kepada Kominfo. Mengingat program literasi digital ini hanya akan berjalan dengan baik dan mencapai target 12,5 juta partisipan, jika turut didukung oleh semua pihak.